Oleh: Mezbah Simanjuntak
Kabar pertama, ia akan diresmikan 2011 silam, sesaat setelah pembangunan selesai. Kendala silih berganti, akibatkan peresmian ditunda hingga sekarang. Kabar terakhir, ia akan diresmikan 19 Januari 2015 mendatang.
Awal September lalu, suasana di Rumah Sakit (RS) USU cukup ramai. Beberapa orang melintas di kawasan area seluas 3,5 hektar itu. Tiba-tiba suara sirene mobil ambulans berbunyi lantang. Lampu peringatan memancarkan warna merah keoranye-oranyean, mobil melesat cepat dan berhenti di sisi kanan rumah sakit. Tepat di depan ruangan Unit Gawat Darurat (UGD).
Dari dalam UGD keluar empat perawat, masing-masing dua wanita dan pria. Mereka mendorong sebuah ranjang pasien, membuka pintu belakang ambulans dan mengangkat keluar ibu hamil dengan perut besar. Tampaknya hendak melahirkan. Terlihat percikan darah di baju dasternya.
Selain ibu itu tampak juga kegiatan di meja administrasi. Ada empat orang mengenakan seragam hijau toska duduk di sana. Menanggapi pertanyaan seorang lelaki berumur sekitar 45-50 tahun. Katanya, ia sakit diabetes. Resepsionis mengarahkannya ke poli umum.
Rupanya semua hanya simulasi. Simulasi UGD dan pelayanan RS USU yang kerap dilakukan tiap satu hingga dua bulan sekali.
Sejak 23 September tahun lalu, Poliklinik USU yang awalnya berada di Jalan Universitas—Pintu 1—telah dipindah ke RS. Dimaksudkan agar RS tak kosong pergerakannya. Hingga kini, kegiatan Poliklinik tetap berjalan seperti biasa.
Walau RS belum diresmikan, telah dilakukan tiga kali perekrutan pegawai sejak 2011, akhir 2012 dan awal tahun 2014. Prof Chairul Yoel, Direktur Utama RS USU bilang sekarang ada 205 orang pegawai. Di antaranya dokter spesialis 43 orang—semua berasal dari Fakultas Kedokteran—29 orang dokter umum, dua orang dokter gigi, empat belas orang ners, lima orang bidan, 81 orang perawat, sebelas orang tenaga administrasi dan sembilan orang teknisi. Sebanyak 23 orang di antaranya honorer sisanya pegawai negeri sipil (PNS).
Prof Yoel menambahkan bahwa selama ini pegawai yang ada masih membantu aktivitas poliklinik. “Gaji mereka diberikan tiap bulan, tapi saya tak ingat besarannya,” tambahnya.
Prof Yoel bilang sebenarnya RS butuh penambahan pegawai lagi. Jumlah pegawai yang ada belum cukup. Namun karena tak cukup dana, USU tak buka perekrutan pegawai lagi.
Kurangnya pegawai berdampak pada klasifikasi RS—pengelompokan RS berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan—yang saat ini berklasifikasi C. Padahal Prof Yoel bilang untuk menjadi RS Pendidikan harus memiliki klasifikasi B. Dan untuk mempelajari sistem RSP, RS USU berencana belajar dari RS Adam Malik selaku RSP terbesar dan berklasifikasi A di Medan. “Butuh beberapa tahun berjalan dulu supaya bisa dapat B, tapi ini saja belum beroperasi,” jelasnya.
Faktor lain adalah peralatan. “Peralatan sudah ada namun hanya peralatan standar,” sahutnya. Namun Prof Yoel bilang tak masalah dengan ketersediaan peralatan ini. Yang penting beroperasi dulu.
Tunda Peresmian
Tahun 2011 pembangunan RS rampung, rencana awalnya akan langsung diresmikan oleh Presiden SBY. Rencana awal tak terwujud, peralatan medis yang dibutuhkan tak lengkap. Hingga 2012, masalah yang sama menghantui. Mujur, di pengujung 2012 Islamic Development Bank (IDB) berikan bantuan dalam pengadaan peralatan dan pembangunan fisik RS.
Januari 2013, izin operasi sementara sudah dikantongi. Pun begitu, hingga akhir 2013 RS tak kunjung diresmikan. Lagi, awal 2014, dengan harapan RS segera diresmikan untuk beroperasi, surat izin operasi kembali diurus. Hingga kini, tak ada tanda-tanda RS akan diresmikan.
Penambahan tataran kursi direksi RS dilakukan 25 Februari lalu. Dengan tujuan agar pengoperasian bisa disegerakan. “Pembagian tugas dan tanggung jawab dibuat se-spesifik mungkin,” lanjut Prof Yoel.
Empat direksi baru yakni Nazaruddim Umar sebagai Direktur Akademik dan Pelayanan Medik; Syarief Fauzi sebagai Direktur Umum, Keuangan, dan Sumber Daya Manusia; Murniati Manik sebagai Direktur Keperawatan dan Penunjang Medik serta Achmad Delianur Nasution sebagai Direktur Teknik, Pemelihara dan Pengelolaan Lingkungan.
Lalu, mengapa RS USU belum diresmikan hingga hari ini? “Tak ada masalah, kita cuma butuh dana awal operasional saja,” jawab Prof Yoel.
Lanjutnya, USU tak punya cukup dana untuk alokasi dana awal operasional. Bagaimanapun, Prof Yoel bilang, ini tanggung jawab USU, tak bisa kerja sama dengan pihak luar.
Diperkirakan sebesar Rp 20 miliar dibutuhkan RS USU untuk satu tahun operasional. Namun karena beberapa bulan lagi tahun 2014 akan berakhir, yang dibutuhkan kira-kira seperempatnya. Prof Yoel bilang ini bukan dana yang cukup besar, karena biasanya USU juga mengeluarkan Rp 2 Miliar untuk biaya listrik per bulan serta perawatan seperti mobil ambulans ataupun barang-barang habis pakai seperti peralatan perawatan gedung.
Dana awal operasional akan digunakan untuk membeli obat, seprai, pispot, pengharum ruangan, tirai tempat tidur pasien, serta bahan habis pakai. “Kan enggak mungkin ada pasien rawat inap, tak ada pispot, atau karena tak ada screen jadi bisa lihat-lihatan antar pasien,” jelas Prof Yoel. Hal ini sudah dibicarakan kepada rektor, menurutnya belum ada tindakan lebih lanjut.
Prof Yoel bilang dana yang dibutuhkan sulit terpenuhi karena sistem sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang menjadi uang kuliah tunggal (UKT). Dengan UKT, perincian yang dibayarkan mahasiswa telah dikalkulasikan untuk keperluan akademik, maka pihak rektorat sulit untuk mengolah uang USU. Padahal pendapatan utama USU dari SPP mahasiswa. “Susah bagi-baginya sekarang,” sahutnya.
Wakil Rektor II Prof Armansyah Ginting bilang, sesuai peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tentang Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negara (PTN) mengatakan uang yang didapat dari uang kuliah mahasiswa tak boleh dipakai buat pelayanan kesehatan, termasuk RS.
Jadi, segala dana yang diperlukan RS, sumber daya manusia seperti pegawai dan aset harus didapat dari Kemendikbud dan perizinannya dari Kemenkes. “Pemerintah belum ngasih apa pun,” kata Prof Arman.
Akibat peraturan tersebut, pihak USU tak bisa berbuat banyak untuk menyokong dana operasional RS. “Universitas bagaimana mau ngasih? MWA saja tak berani memutuskan karena ada peraturannya,” katanya.
Rektor Prof Syahril tak sepakat terkait masalah dana seperti disampaikan Prof Yoel dan Prof Arman. Yang jadi masalah adalah tak ada dana untuk mengundang presiden agar resmikan RS. Akhirnya dibuatlah rencana mengundang menteri pendidikan sebagai gantinya.
Meskipun dana yang dibutuhkan tak sedikit, Prof Syahril katakana bulan November ialah target diresmikannya RS. Hanya tanggal pastinya saja yang belum ada. “Kan sudah ganti menteri baru,” ungkapnya.
“Kalau dana operasional yang dibutuhkan sudah lama dimasukkan ke draf BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri –red), tinggal cairnya saja,” jelas Prof Syahril.
Prof Yoel cerita, Senin, 20 Oktober lalu Direksi RS USU bersama Rektor Prof Syahril Pasaribu dan Wakil Rektor IV Ningrum Natasya Sirait bertemu untuk membicarakan RS ke depan. Kelima direksi berharap November nanti RS diresmikan. Dan secara tak langsung mendesak agar dana yang dibutuhkan segera diadakan. “Harus November, kalau Desember enggak mungkin. Kalau lewat tahun ini enggak tahu mau gimana,” jelas Prof Yoel sambil angkat tangan.
Pun Desember nanti surat izin operasional RS akan berakhir. Penundaan peresmian akan berakibat pada permasalahan baru, pengurusan surat izin operasional. “Susah dapat izinnya,” sahut Prof Yoel.
Dalam pertemuan dibicarakan juga perihal pembuatan draf kerja sama operasional (KSO) RS USU dengan pihak luar. Draf KSO baru bisa digunakan saat RS mulai beroperasi, cerita Prof Yoel.
Terakhir, Prof Yoel bilang tak penting siapa yang akan meresmikan RS ini nantinya, yang penting ada dana operasional dan RS bisa berjalan segera.
Perihal tanggal peresmian pun terjadi perbedaan. Dilansir dari website resmi usu.ac.id bahwa RS USU akan diresmikan 19 Januari 2015. Dan hal ini diamini oleh Humas RS USU M Zeini Zen, alasannya pun sama karena menunggu dana operasional cair.
Namun, Prof Yoel tak tahu menahu perihal berita tersebut. “Saya enggak tahu tanggal pasti itu muncul darimana,” sambungnya. Hingga kini, Prof Yoel masih mengusahakan RS diresmikan November ini. Izin RS yang akan habis Desember ini tetap menjadi alasan.
Koordinator Liputan: Mezbah Simanjuntak
Reporter: Maya Anggraini S, Lazuardi Pratama, Amanda Hidayat, dan Mezbah Simanjuntak
Laporan ini pernah dimuat dalam Tabloid SUARA USU edisi 100 yang terbit November 2014.