Oleh: Aulia Adam
Awalnya berfungsi sebagai zat tambah tenaga. Tapi siapa sangka, kulit bisa jadi cantik dibuatnya. Inilah sepenggal cerita tentang kulit putih yang diagung-agungkan.
Jeslyn—bukan nama sebenarnya—baru lulus D-III Keperawatan USU 2011 silam, kala ia diterima di sebuah klinik kecantikan sebagai perawat. Sebulan bekerja, Jeslyn sadar sesuatu sedang jadi tren di dunia kecantikan. Banyak pasien klinik meminta treatment satu ini. Ia bilang, “Biasanya orang bilang suntik vitamin C, atau lebih dikenal namanya suntik putih,” tambahnya.
Seingat Jeslyn, sehari ada dua atau tiga perempuan yang datang. Bahkan, rata-rata ada dua sampai lima pria dalam dua minggu. Semuanya minta satu hal: diinjeksi vitamin C supaya kulitnya lebih cerah.
Melihat hal itu, Jesslyn berniat untuk ikut merasakan sensasi suntik putih. Pasalnya, sudah lama ia minder dengan warna kulitnya yang kuning kecokelat-cokelatan. “Kalau teman-teman saya sih ada yang panggil saya birong (hitam—red),” katanya.
Prosesnya sebentar. Meski di klinik itu ada dokter utama, tapi suntik putih dilakukan oleh perawat-perawatnya. Jadi yang menginjeksi Jeslyn kala itu temannya sendiri. Ia tak menaruh ketakutan apa pun. Sebab sudah sering lihat. Untuk kulit Jeslyn yang gelap, temannya menginjeksi sepuluh kali vitamin C.
Kulit gelap Jeslyn mulai cerah di pemakaian kelima. Di pemakaian kesepuluh, kulit Jeslyn tampak lebih cerah. Meski tak bisa dibilang putih.
Tapi, “Namanya juga instan, pasti banyak pantangannya,” kata Jeslyn.
Ia tak boleh terkena paparan sinar matahari lama-lama. Nadinya yang disuntik juga bengkak beberapa hari. Sebab temannya kesulitan mencari titik suntik lain yang bisa diinjeksi di kedua lengannya.
Efek samping? Awalnya Jeslyn pikir tak ada sama sekali. Tapi setelah tiga tahun lakukan suntik putih, ia sadar kalau ketagihan. “Efek samping yang enggak sembarangan itu,” katanya. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan Jeslyn tak sedikit. Uang sebesar Rp 3,5 juta habis untuk empat kali suntik.
“Karena memang terasa perubahannya, makanya ketagihan kali ya?” Ia menimbang-nimbang ragu.
***
Derynne A Paramita, dokter spesialis kulit dan kelamin, tak sepakat dengan adanya praktik suntik putih yang mulai marak terjadi. Alasannya, dosis vitamin C yang diterima tubuh harus diberikan sesuai yang dibutuhkan. Tak boleh dilebihkan.
Treatement yang ada ialah suntik vitamin C. Dilakukan untuk menambah tenaga. Penggunaan injeksi vitamin C, kata Derynne, hanya boleh digunakan pada kondisi di mana tubuh kekurangan vitamin C. Seperti penderita busung lapar yang kekurangan vitamin C dalam darahnya.
Sementara itu, suntik putih yang ditawarkan di beberapa klinik kecantikan berisi vitamin C dan glutation, sejenis antioksidan yang punya efek samping memutihkan kulit. Penggunaan glutation atau pun injeksi vitamin C dengan tujuan memutihkan kulit belum disetujui pihak pengawas obat dan makanan internasional karena dampaknya. Penggunaan glutation hanya disetujui untuk menghambat terjadinya efek racun pada ginjal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obat kemoterapi. “Itulah satu-satunya yang disetujui,” kata Deryne.
“Awalnya suntik putih ini ditemukan secara tak sengaja, saat itu ada yang gunakan suntik glutation untuk keperluan kemoterapi, setelah dilakukan berkali-kali kulit jadi lebih putih dari sebelumnya,” cerita Derynne.
Derynne bilang kalau suntik putih juga punya efek samping. Efek dari penyuntikannya sendiri berupa perdarahan, hematoma (bengkak dengan ruam biru) dan luka. Seperti yang dirasakan Jeslyn. Kalau dampak dari cairan suntik putihnya adalah akibatkan gagal ginjal, Steven Johnson Syndrome atau kulit terkelupas, nyeri perut, dan kemerahan pada kulit.
Glutation yang terlalu banyak penggunaanya akan mengendap pada organ dalam tubuh sehingga dampaknya akan menghambat proses metabolisme tubuh, itulah yang akan mengakibatkan gagal ginjal. “Sesuatu yang berlebihan tidak bagus apalagi dengan sesuatu seperti obat yang belum disetujui pemakaiannya,” ungkapnya.
Sri Indah Ayu adalah salah satu orang yang gunakan injeksi vitamin C sesuai dosisnya. Ia mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU 2012. Awalnya, ia lakukan suntik vitamin C untuk tambah daya tahan tubuh saat masih kelas II SMA. Suntik tersebut atas anjuran dokter, sebab ia punya tekanan darah rendah dan tak cocok bila harus konsumsi suplemen penambah darah.
Untuk kondisi dirinya, ia jelaskan vitamin C yang digunakan hanya berdosis 200 miligram dengan harga Rp 250 ribu per suntik. Ia sendiri telah lakukan tujuh kali suntik vitamin C hingga Maret lalu. Di bulan pertama ia lakukan dua kali suntik seminggu, selanjutnya suntik dilakukan dua bulan sekali.
Semuanya dilakukan sesuai anjuran dokter. Setelah selesai dengan dosis tersebut, ia berhenti. Sebab yang diketahuinya, suntik vitamin C dilakukan untuk memutihkan kulit. Seperti yang dilakukan teman-temannya.
Ia cerita pernah ditawarkan lakukan suntik putih mulai dari harga dua hingga enam juta per paket. Harga paket yang berbeda menggambarkan mutu hasil suntik putih yang berbeda pula. “Kalau yang dua juta paling putihnya cuma tahan enam bulan, kalau sampai yang enam juta bisa tahan setahun.”
Selain tubuh yang lebih fit, Sri tak merasakan efek apa-apa setelah suntik vitamin C yang dilakukannya. Kulitnya yang tak terlalu terang tak mengalami kecerahan. Ini karena dosis yang diinjeksikan ke tubuhnya tidak sebanyak yang diberikan bila ingin memutihkan kulit.
Deryne yang juga punya klinik kecantikan di kawasan Jalan dr Mansur, tak pernah menerima pasien yang ingin mencerahkan kulitnya dengan suntik putih.
Deryne mengakui selama dua tahun terakhir sudah ada empat atau lima orang yang memintanya untuk suntik putih, semuanya orang Medan. Alasan mereka bermacam mulai dari supaya tampil putih dan cantik saat pesta pernikahan hingga ingin menghilangkan bekas noda. Namun ia menegaskan tak terima pasien yang melakukan suntik putih karena tak sesuai dengan standar kompetensinya. Ia tak pernah dapatkan ilmu tentang pemberian suntik vitamin C dan glutation dengan tujuan memutihkan kulit.
Ia kembali menegaskan sebuah ilmu akan diajarkan kalau sudah ada penelitian yang jelas mengenai penggunaan, diketahui manfaat dan apa efek sampingnya barulah diketahui apakah pemakaiannya disetujui atau tidak. “Tapi, kan ini sendiri belum ada penelitiannya, makanya saya gak melakukannya,” ucapnya.
***
Jasa Suntik Putih, Bak Jamur di Musim Hujan
Dari teman yang punya teman yang temannya melakuan suntik putih, kami dapatkan satu kontak. Sebut saja namanya Bunga, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Nama, stambuk, dan jurusan enggan ia sebutkan. Tapi ia sukarela bercerita tentang pengalamannya melakukan suntik putih.
Bunga terprovokasi melakukan suntik putih oleh temannya. Mereka berdelapan dalam satu geng. Lima dari temannya telah melakukan suntik putih. Tiga di klinik, sedangkan dua lainnya di salon kecantikan. “Setelah beberapa kali suntik, kulit mereka putihannya drastis,” ungkap Bunga. Minat Bunga makin tinggi.
Namun, biaya suntik putih yang cukup mahal bagi kantong mahasiswa jadi masalah Bunga juga. Singkat cerita, ia memilih suntik di salon tempat salah seorang kawannya “diputihkan”. “Ongkosnya lebih murah, walaupun cuma beda berapa ratus aja,” cerita Bunga. Tapi, baru empat kali diinjeksi, Bunga berhenti suntik di salon itu. Dia memilih membeli paket suntik putih di dunia maya, karena harga yang lebih murah.
Penelusuran kami berlanjut. Selain Bunga, ada beberapa mahasiswa USU yang dirujuk beberapa sumber sebagai pelaku suntik putih. Kebanyakan perempuan, tapi ada juga lelaki. Sayang, mereka enggan berbagi cerita. Alasannya sama dengan Bunga, “Yang beginian (suntik putih—red) itu urusan pribadi, orang enggak perlu tahu,” kata Bunga. Tapi dari mereka, tersebut bahwa salon di Jalan Jamin Ginting, sekitar USU menyediakan treatment ini.
Tapi sepanjang penelusuran, kami tak menemukan salon tersebut. Hanya ada sebuah toko kosmetik di sekitar Simpang Kampus USU, Padang Bulan yang sediakan obat suntik putih.
Ruangan itu hanya berukuran 4×4 meter. Obat-obat kecantikan dan bahan salon berjejer di pinggir rak kaca yang mengelilingi keseluruhan ruangan. Toko ini memang khusus menjual bahan salon dan kosmetik.
Awalnya hanya iseng bertanya obat suntik putih di sini. Tapi ternyata ia bilang ada. Ia suruh tunggu sebentar dan ia masuk ke dalam ruangan di dalam tokonya.
Tak lama ia keluar dengan membawa sebuah kotak persegi panjang bewarna kuning. Di atas kotak tertulis jelas Vitamin C + Kollagen Rodotex. Ada harga Rp 270 ribu tertempel di belakangnya.
Pria penjual obat tersebut bilang tokonya baru sekitar dua minggu sediakan obat suntik putih ini. “Banyak yang minta dan nanya-nanya makanya kita jual,” ungkapnya.
Ia bilang obat ini ia peroleh dari klinik kecantikan jadi ia yakin bahwa aman menggunakannya. Tapi, ia tak mengerti cara suntik yang aman. “Baca-baca di internet aja gimana caranya.”
Sebagian besar yang datang ke tokonya adalah mahasiswa. Ia bilang banyak mahasiswa yang datang mengeluhkan mahalnya harga suntik putih jika dilakukan oleh dokter. Oleh sebab itu kebanyakan yang datang hanya membeli obat selanjutnya ia akan suntik sendiri ke bidan atau perawat.
“Kalau anak-anak keperawatan itu biasanya beli obat aja terus mereka suntik sendiri,” ujarnya.
Beberapa salon justru bilang Jalan Setia Budi sediakan jasa suntik putih. Beberapa salon yang didatangi lebih anjurkan untuk langsung datang ke dokter kecantikan jika ingin lakukan suntik putih. Mereka bilang jarang ada salon yang sediakan itu. “Tapi kalau ke dokter agak mahal, atau enggak beli obatnya aja,” ujar salah seorang pekerja salon.
“Kalaupun ada biasanya tertutup, kak,” ujar pekerja di salon lain.
“Enggak ada di sini, kak. Lagian mahal juga,” jawaban yang sama dari pekerja di salon yang berbeda.
Tapi, jawaban berbeda terlontar dari pemilik sebuah salon kecantikan di daerah yang sama. Awalnya ia agak ragu menjawab jika salonnya sediakan suntik putih. Namun saat saya berhasil meyakinkannya bahwa saya yang akan lakukan suntik putih ia langsung semangat menawarkan paket.
Ia tawarkan harga Rp 80 ribu untuk sekali suntik. Pun demikian saya harus langsung bayar Rp 800 ribu di awal sebab suntik putih ini pakai sistem beli per paket. “Satu paket sepuluh kali suntik, bisalah langsung putih,” ungkapnya.
Yang lakukan suntik bukan dirinya, biasanya salonnya sediakan bidan atau perawat. Tak ada prosedur yang terlalu rumit, jika berminat saya bisa langsung bayar dan menunggu sekitar dua minggu untuk disuntik sebab ia harus terlebih dahulu pesankan obatnya pada seorang dokter kecantikan.
Perempuan berambut pendek itu pun akui sudah banyak yang lakukan suntik putih di salonnya. “Biasanya yang datang mahasiswa, kalau ke dokter kata mereka mahal,” jelasnya. Untuk keluhan serta dampak suntik putih ia bantah jika suntik ini berbahaya.
“Paling kalau kena panas, ya hitam lagi,” ujarnya.
Jika tak ingin suntik, salonnya juga perbolehkan beli obatnya saja. Untuk obat ini ia patok harga Rp 600 ribu satu paket obat. “Suntik sendiri aja nanti.”
Koordinator Liputan: Aulia Adam
Reporter: Apriani Novitasari, Gio Ovanny Pratama, Shella Rafiqah Ully, dan Aulia Adam
Laporan ini pernah dimuat dalam Tabloid SUARA USU Edisi 98 yang terbit Juni 2014.