BOPM Wacana

Silang Pendapat di Akhir September

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Maya Anggraini S

Aksi keluar ruangan Rektor Prof Syahril Pasaribu dan 42 anggota SA lainnya pada Rapat Pemilihan Anggota MWA murni karena perbedaan persepsi. Pun, dua kubu terbentuk karenanya.

Prof Yoel, Ketua Senat Akademik berkomentar lebih lanjut perihal perkara MWA di ruang SA, Jumat (3/10). Prof Yoel bilang pemilihan anggota MWA tak salahi aturan | Yulien Lovenny Ester G
Wawancara | Prof Yoel, Ketua Senat Akademik berkomentar lebih lanjut perihal perkara MWA di ruang SA, Jumat (3/10). Prof Yoel bilang pemilihan anggota MWA tak salahi aturan | Yulien Lovenny Ester G

Hari itu berbeda dari biasanya, Badaruddin berangkat kerja lebih awal. Tepat pukul 07.00 pagi ia berangkat ke USU, namun kali ini tujuannya beda. Bukan ruangan kerja Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), melainkan ruang Senat Akademik (SA) di lantai tiga Biro Rektor USU. Ia harus mengikuti rapat SA dengan agenda pemilihan anggota Majelis Wali Amanat (MWA).

Maklum saja, Dekan FISIP ini juga anggota SA periode 2014-2019. Mereka akan memilih anggota MWA dari dua perwakilan, satu dari anggota SA sendiri, dan satu lagi dari kalangan masyarakat.

Sesampainya di sana, rapat belum mulai.

Badar mengambil tempat duduk dekat pintu masuk dan keluar Ruang SA. Tak lama kemudian, rapat pun dimulai, tepat pukul 09.00. Ada 91 anggota SA yang hadir. Seharusnya 94 orang hadir, namun kata Prof Chairul Yoel, Ketua SA, tiga lainnya berhalangan.

“Katanya, sih lagi naik haji,” timpalnya.

Seingat Badar, sekitar pukul 11.00 WIB suasana tiba-tiba ricuh. Saat pembahasan tata tertib dimulai, terjadi silang pendapat terkait mekanisme pemberian suara.

Harusnya, untuk pilih anggota MWA dari SA, peserta rapat diberi delapan suara. Sedangkan untuk pilih anggota MWA dari wakil masyarakat, peserta rapat punya Sembilan suara.

Aturan ini ada pada Pasal 8 Peraturan MWA Nomor 02 tahun 2014. Namun, pasal ini membuat bingung peserta rapat. Pendapat terbagi dua.

Sebagian orang menganggap peserta rapat boleh memilih nama berbeda untuk delapan suaranya. Sebagian lagi beranggapan sebaliknya, peserta rapat boleh memilih nama yang sama untuk delapan suaranya. Salah satu orang yang berpikiran begini ialah Rektor Syahril Pasaribu.

Di tengah kericuhan itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Azhar Maksum yang saat itu juga tergabung dalam forum, bilang kalau Arifin Nasution, notulen cum Sekretaris SA,melemparkan ke forum agar penjelasan tentang tata laksana peraturan tersebut diambil secara mufakat atau ditunda sebentar. “Lebih dari setengah suara yang ada di forum yang sepakat untuk voting,” ungkap Azhar.

Rapat masih berlangsung saat Badar memutuskan pergi ke kamar mandi, setelahnya ia kembali masuk. “Saya pilek waktu itu,” ujarnya sambil tersenyum. Saat masuk kembali itulah, Rektor Prof Syahril Pasaribu dan 41 orang lain bersiap keluar dari ruangan.

Badar tak langsung mengikuti 42 orang itu. Ia duduk sebentar, menganalisis keadaan, berusaha mencerna keputusan yang benar.Dan akhirnya memilih ikut keluar. Tepat pukul 14.00, 43 orang memutuskan keluar ruangan, termasuk Badar dan Azhar. Tersisalah 48 orang di dalamnya. Tapi rapat masih berlanjut.

Hal ini dibenarkan Prof Chairul Yoel.“Setelah keberatan, Rektor USU memutuskan keluar dari ruangan,” katanya. Meski, ditinggal 43 anggota rapat, peserta yang tersisa masih kuorum.

Rapat berlanjut hingga pukul 16.00 WIB. Sisa peserta rapat yang masih bertahan memilih nama-nama yang dilampirkan, yaitu delapan orang dari senat dansembilan orang dari wakil masyarakat. Terpilihlah 17 orang. Mereka antara lainnya delapan orang dari wakil senat akademik ada Abdulla Afif Siregar, Hakim Bangun, Hamein Nasution, Nurlisa Ginting, Syafruddin Kalo, T Keizerina Devi, Urip Harahap, Zul Alfian.

Sembilan orang dari wakil masyarakat adalah Chairuddin Panusunan Lubis, Chairulsyah Siregar, Panusunan Pasaribu, Nurdin Lubis, Razali Ishak, Rustam Effendi Nasution, Sutomo Kasiman, Timin Bingei Purba Siboro, Tinai Bingei Tanoto.

“17 orang inilah nama-nama yang sudah dibawa kertasnya ke Mendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—red),” katanya.

Beda Individu, Beda Perspektif

Prof Yoel mengaku tak mungkin salah persepsi tentang tafsiran peraturan pemilihan anggota MWA itu. Sebab ia juga tergabung dalam anggota MWA periode lalu. “Saya anggota MWA dan kami yang buat peraturan MWA tersebut,” tambahnya.

Dalam peraturan sudah tertera, setiap anggota SA memiliki delapan suara untuk pemilihan anggota MWA mewakili SA dan Sembilan suara untuk calon anggota MWA wakil masyarakat, masing-masing menggunakan nama berbeda. Peraturan Pemerintah (PP) hanya mengatur bahwa proporsi lebih lanjut diatur di peraturan MWA. Dasarnya hanya dua: Statuta USU dan Peraturan MWA.

“Salah persepsi itu, kan biasa. Nah, yang kita ambil suara persepsi yang sesuai dengan peraturan MWA,” pungkasnya.

Badar beda pendapat dengan Yoel, ia sepakat dengan pendapat kedua. Bagaimana pun pendapat pertama merupakan sistem yang Badar nilai tidaksehat. Dia mencontohkan, “Kalau saya nyalon-kan diri, maka saya harusnya milih diri sendiri, semuanya, ya untuk saya. Tapi tidak dengan peraturan MWA, suara saya harus saya bagikan ke calon lainnya,” jelasnya.

Istilahnya, “Jadi ragu dengan diri sendiri,” tambahnya

Dosen Fakultas Farmasi, Prof Urip Harahap juga menganggap wajar bila terjadinya perbedaan persepsi. Sebab dalam sebuah rapat tentu perbedaan persepsi ialah hal biasa. Menurutnya, aturan MWA yang disampaikan panitia saat rapat sudah benar. “Itu pandangan individual (subyektivitasred) saya,” ungkap Urip.

Di sisi lain, Dekan Fakultas Keperawatan (FKep) Dedi Ardinata memilih keluar ruangan setelah akhirnya diputuskan untuk dilakukan pemungutan suara untuk menentukan mekanisme pemilihan anggota MWA. “Ini seperti ketika Anda punya rumah, Anda bikin peraturan setiap orang bisa masuk. Tapi tidak dijelaskan dari pintu mana bisa masuk. Suatu ketika teman Anda masuk lewat jendela. Yang salah siapa?”

Itulah analogi yang disampaikan Dedi. Ia bilang bagaimanapun saat itu tidak seharusnya dilakukan pemungutan suara. Penundaan rapat dipikir Dedi lebih tepat, hingga ada penjelasan terkait peraturan MWA.

Menanggapi hal itu, Prof Yoel tegaskan pemungutan suara sudah jelas diatur dalam Statuta USU, jika tidak tercapai kesepakatan maka harus mutlak musyawarah mufakat, jadi tak ada persoalan dalam hal ini. Tata laksana yang dijalankan sesuai dengan peraturan. “Sudah jelas prosedurnya,” kata Prof Yoel. “Yang forum butuhkan adalah one man one vote bukan one man one multivote,” lanjutnya.

Badar beri pandangan lain. Ia bilang mekanisme pemilihan anggota MWA merupakan celah pada peraturan MWA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2014 tentang Statuta USU Pasal 26 yang diterjemahkan “asal” ke Peraturan MWA adalah bentuk demokrasi mayoritas tirani. Keputusan diambil secara kekuasaan dan digunakan dengan sewenang-wenang.

Pun tentang komposisi anggota MWA, ada 21 orang yang harusnya menduduki kursi MWA. Sebelas orang menjadi perwakilan masyarakat. Delapan orang menjadi perwakilan SA. Sedangkan pemilihan MWA sekarang menghasilkan tujuh belas anggota MWA, sembilan orang unsur masyarakat dan delapan orang unsur SA.

Dua di antaranya akan diisi oleh pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) dan alumni yang diisi oleh Ketua Ikatan Alumni USU (IKA-USU). Terkait alumni yang mewakili mahasiswa itu adalah Tengku Nur Edi, Wakil Gubernur Sumatera Utara. Dua orang lagi temasuk Rektor USU sekarang dan Kemendikbud otomatis menjadi anggota MWA.

Laporan mengenai pemilihan anggota MWA ini sudah diantarkan ke Kemendikbud 6 Oktober lalu. “Mengenai sah atau tidaknya biar menteri yang memutuskan,” tandas Prof Yoel.

Pandangan lain juga datang dari Azhar hingga akhirnya memutuskan keluar ruangan saat itu. Selain sistem pemilihan peraturan MWA yang bermasalah, ada juga poin yang tidak tuntas pada peraturan ini. Poin yang dimaksud adalah pengertian masyarakat yang tak ada pada Peraturan MWA No 2 Tahun 2014 Pasal 8 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengusulan, dan Pemberhentian Ketua, Sekretaris dan Anggota MWA. Itu yang membuatnya menduga wakil masyarakat yang menjadi anggota MWA sekarang mempunyai kepentingan untuk USU. “Tidak tahulah kapasitasnya,” ucapnya sambil tersenyum.

Terkait ini, Prof Syahril Pasaribu tak berkomentar banyak, ketika dijumpai usai rapat di Senat Akademik Lantai III, ia malah mengalihkan jawaban ke bagian hubungan masyarakat (humas). “Ya sudahlah, tanya humas saja, saya sudah sampaikan semua sama dia,” sambutnya.

Humas menyampaikan dalam siaran pers Rektor bahwa keputusan rektor untuk meninggalkan rapat dalam pemilihan MWA sudah sesuai aturan. Dalam peraturan MWA No 02 Tahun 2014 telah mengatur tentang suara setiap anggota SA sebagaimana Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2) diatas. Akan tetapi, terdapat perbedaan dalam prosedur pelaksanaan penggunaan suara sebagaimana diuraikan diatas, maka semestinya secara hukum tindakan SA adalah menunda rapat sampai mendapatkan penjelasan dari MWA sebagai organ USU.

“Bukan memaksakan pemilihan suara yang dapat membentuk norma hukum yang baru,” kata Prof Syahril dalam siaran persnya.

Hal ini merupakan norma hukum yang memberikan dan merupakan hak suara kepada setiap anggota SA sebanyak 9 suara (untuk memilih anggota MWA wakil masyarakat) dan 8 suara (untuk memilih anggota MWA wakil SA).

Ketentuan prosedural tentang tata cara penggunaan suara diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c untuk memilih anggota MWA wakil masyarakat dan  Pasal 8 ayat (2) huruf b dan c untuk memilih anggota MWA wakil SA. Rektor menyampaikan tidak satupun kata atau frasa tersebut menetapkan bahwa nama calon anggota MWA yang dipilih harus nama yang berbeda.

“Misalnya Pasal 8 ayat (1) huruf b menetapkan bahwa setiap anggota SA yang hadir dapat memilih maksimal 9 (sembilan) nama calon anggota MWA wakil masyarakat,” kata Prof Syahril.

Pasal ini tidak menjelaskan bahwa sembilan nama calon anggota MWA tersebut kesembilannya harus nama calon yang berbeda, sehingga terjadi kekosongan hukum yang menimbulkan interpretasi apakah 9 nama calon tersebut harus nama yang berbeda atau dapat terdiri dari satu atau lebih nama calon yang sama.

Foto ilustrasi: Wenty Tambunan
Foto ilustrasi: Wenty Tambunan

Pun Badar saat itu mencurigai salah satu anggota MWA yang hampir tak pernah ikut rapat. “Contohnya si Tinah, meskipun enggak pernah datang rapat dia jadi anggota MWA.” Tinah Bingei Tanoto adalah istri pemilik Tanoto Foundation. Tinah menjadi anggota MWA periode lalu, dan kembali mendapat kursi MWA periode ini. Selain ia, masih ada Timin Bingei Purba Siboro. Juga Edwin Bingei Purba Siboro di periode sebelumnya.

“Tapi saya yakin semua punya tujuan yang sama, memajukan USU,” tandas Badar.

Perihal Peraturan MWA tentang pengertian masyarakat Prof Yoel mengatakan memang tidak ada. Karena bukan masyarakat biasa, tapi anggota MWA wakil masyarakat. “Kalau kita membuat pengertiannya mau berapa lembar dipakai? Akan banyak definisi nanti,” katanya.

Prof Yoel mengakui Tinah Bingei memang jarang dating rapat. Tetapi dia adalah orang penting yang ikut membantu USU, baik dari segi pembangunan, pendidikan maupun kemampuan mahasiswa.“Dia mendaftar jadi anggota SA dan tergolong dari wakil masyarakat,” ungkap Prof Yoel.

Dikutip dalam Sumut Pos bahwa adanya kubu-kubu tertentu dalam pemilihan MWA lalu. Anggota senat yang keluar rapat diduga berasal dari kubu Rektor USU, sedangkan angggota senat yang tetap melanjutkan diduga berasal dari kubu Prof Chairuddin Panusunan Lubis.

Dedi membantah tidak ada kubu-kubu tertentu seperti yang dimaksud Sumut Pos. Ia bilangyang ada hanyalah kubu-kubu yang terjadi alamiah seperti perbedaan pendapat. “Kebetulan aja-nya itu,” timpalnya.

Berbeda dengan Dedi, Prof Yoel akui adanya indikasi kubu-kubu. Namun, ia tak mempersoalkan itu karena tugas SA memfasilitasi dan melaksanakan amanah. Prof Yoel juga meminta agar terjadinya kubu-kubu tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

“Saya tak bikin kubu, tapi kalau mau buat, ya silakan. Sama juga kayak di MPR, apa persoalannya?” katanya.

Koodinator Liputan: Maya Anggraini S

Reporter: Lazuardi Pratama, Wenty Tambunan, Amanda Hidayat, dan Maya Anggraini S

 

Laporan ini pernah dimuat dalam Tabloid SUARA USU Edisi 99 yang terbit Oktober 2014.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus