Oleh: Amanda Hidayat
Ini bukan kisahku, ini kisah seseorang yang aku andai-andaikan. Semua yang aku andai-andaikan, tentu dalam khayalan. Tokoh utama dalam khayalanku namanya Aku, tapi penyebutannya sama seperti aku yang sebenarnya.
Pernah aku mengkhayal terbang. Dalam lamunan itu, aku entah bersayap atau tidak, yang jelas aku terbang. Terbang mengitari, tapi entah mengitari apa. Terlalu banyak entah? Namanya juga khayalan, semua serba entah. Kalau ditanya, di mana? Jawabnya pasti diantah-berantah.
Dalam khayalan, aku bisa menentukan nasib siapa saja. Presiden jadi gelandangan, tukang bakso jadi presiden, gelandangan jadi tukang bakso. Semua bisa aku ubah.
Aku adalah playboy, banyak wanita kujadikan kekasih, salah satunya kekasih Spiderman dalam film Spiderman. Ketika kekasihnya jatuh dari gedung yang tinggi, Spiderman mau menyelamatkannya, tiba-tiba aku datang dan lebih dahulu menyelamatkan kekasihnya. Dia kubawa jauh ketempat yang paling indah didunia, dia memelukku, lalu menciumku. Tak lama kami menikah dan kami hidup bahagia. Lagi, ini hanya dalam khayalanku. Oh, indahnya.
Pernah juga aku mengkhayal menggapai bintang. Bintang itu kuberikan pada ibuku. “Jadilah seperti ini, bintang yang membuat bumi jadi tak terasa kosong, meski ia bukan dibumi,” kata ibuku yang sedang memegang bintang dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengelus perutnya. Didalam perut itu adalah aku.
Tak masuk akal memang. Bagaimana aku bisa berkhayal? Sedangkan aku masih dalam kandungan, lalu pergi mengambil bintang. Mustahil!
Tapi ini khayalan, tak ada yang mustahil. Dunia di mana aku bisa sesuka hatiku, di mana aku bisa menentukan masa depanku, masa depan didunia khayalan tentu.
Aku adalah pemimpin paling disegani dunia, dengan itu aku mendamaikan Israel dan Palestina.Tak ada lagi perang di Jalur Gaza.Lalu wilayah Israel kembali ketangan Palestina.Itu sangat adil menurutku, karena tanah Israel sebelumnya juga milik Palestina. Inilah khayalan yang paling sering aku khayalkan. Andai saja menjadi nyata.
Itu kisahku dalam khayalanku. Tapi inilah kisahku sebenarnya. Di mana akulah tokoh utamanya. Tentu disini tak sesukaku lagi karena ini dunia yang sebenarnya.Meski sebenarnya beberapa orang masih bisa sesuka hati—pemimpin-pemimpin tamaklah yang kumaksud. Merekabisa bertindak sesuai apa yang terlintas dibenaknya, mereka mengatur hukum, bukan hukum mengatur mereka.
Aku ada untuk membuat orang bingung, karena aku lahir juga ditengah kebingungan. Bahkan terkadang aku juga ikut bingung dibuat diriku sendiri.
“Pengkhayal lewat, hati-hati! Dia akan merubahmu jadi kampret.”Begitulah kata setiap orang yang pernah mendengar cerita khayalan-khayalankusaat aku lewat didepan mereka atau mereka lewat didepanku.
Tapi di antara orang-orang yang tak mau lagi mendengar celotehku, masih ada beberapa orang yang selalu meminta untuk diceritakan kepada mereka khayalanku setiap kali berjumpa.
“Ayo ceritakan khayalanmu!” kata mereka menyapaku. Mereka adalah kumpulan orang-orang dengan keterbelakangan mental. Merekalah pendengar setiaku kala aku berceloteh.
Walau demikian, aku selalu merasa aneh diantara mereka. Aku lahir tanpa tahu siapa ayah, siapa ibu, siapa nenek,siapa kakek. Apa aku punya kakak atau adik? Atau aku memang tak mempunyai siapa-siapa? Mereka yang mempunyai keterbelakangan mental pun punya semua itu. Mereka yang cacat fisiknya mempunyai itu. “Tapi kenapa aku yang terlahir tanpa ada cacat sedikitpun tak mempunyai itu?” tanyaku entah pada siapa setiap kali teringat itu.
Aku sering berpikir, mungkin aku adalah mukjizat Tuhan yang diturunkan tanpa melalui perantara seperti orang-orang, melalui ibu mereka—padabuku-buku fiksi yang aku baca. Karena pada saat aku ditemukan, kata pengasuhku di panti, aku dalam got tak berair disamping rumah janda, yang sejak aku ditemukan, tak tau janda itu entah kemana.
Atau mungkin aku anak ikan ajaib? Karena aku ditemukan di got tak berair. Ibuku mungkin ikan ajaib yang tak memerlukan air untuk hidup. Ya! Mungkin saja. Lagi-lagi aku berkhayal.
Aneh memang, saat manusia-manusia super yang dilahirkan tanpa perantara ibu ditemukan ditempat-tempat suci atau dibawa elang, kemudian diletakkan dirumah seseorang, yang kemudian saat besarnya jadi pahlawan inspirasional bagi semua orang.
Dalam khayalan, aku sering mengkhayal jadi seperti mereka. Ditemukan di kuil tempat ibadah, sejak kecil mempunyai bakat yang tak dipunyai anak lain, besarnya jadi pemimpin bijaksana, seperti dalam buku itu. Tapi pembuat buku itu sama denganku, pengkhayal. Apa yang dia khayalkan, dibukukan.
Aku hanyalah pencerita, pencerita kebingungan. Penulis buku yang aku baca adalah seorang pengkhayal, pengkhayal yang bercerita juga. Berarti kami sama, sama-sama pengkhayal. Bedanya, dia mengkhayal kemudian dia bukukan, lalu khayalan yang dibukukan diterima baik oleh orang-orang, bahkan dipuji-puji. Berbeda denganku, aku mengkhayal untuk aku ceritakan, bukan melalui buku tentunya, tapi mulut.
Nah! Apa bedanya kami? Sama-sama pengkhayal, khayalanku bahkan lebih ‘wah’ darinya. Jadi kenapa mereka yang mengejekku,masih mengejekku? Kan mereka juga membaca buku fiksi yang berasal dari khayalan itu.
Tak perlu lagi aku mengeluh, sekarang aku hanya perlu mencari tempat yang enak untuk mengkhayal.