Oleh: Mutia Aisa Rahmi
Makian di sana sini
Celaan datang tak henti
Dia diam tak hayati
Menyerap tangis yang tak mungkin ia turuti
Tawa celaan makin tak bisa ia bendung
Bak awan yang tlah gemuk karena menampung
Ia berteriak memanggil Tuhan Agung
Berharap ia hapuskan semua makian tak ada untung
Tuhan tak lantas kabulkan
Ia hanya renggut sedikit penghayatan
Sang hitam kini tak pedulikan
Ia terus memakan habis kebahagiaannya sendiri
Sang hitam tak lagi peduli makian
Sang hitam tak lagi peduli cacian
Sang hitam tak lagi peduli kucilan
Sang hitam tak lagi peduli celaan
Berhenti sejenak.
Sang hitam kelewatan
Ia tak seharusnya begitu
Ada baiknya celaan mereka
Ada baiknya cacian mereka
Sang hitam bisa kembali baik
Tak harus serta merta berbalik
‘Jangan langsung jadi putih, lewati abu-abu terlebih dahulu’
Dengarlah. Hadir sang hitam tak bisa diterima. Karena mereka tak suka ada hitam
Sayang, sang hitam tak bisa dengar
Ia tetap tak gentar
Berdiam diri tak pedulikan
Ia tetap lakukan, tak ada perubahan
Tuhan yang wujudkan hati sang hitam
Lalu, siapa lagi yang harus disesalkan?
Setelah sang Tuhan Agung yang berikan.