BOPM Wacana

Kau Payah, Yah!

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Andika Syahputra

Aku tidak bisa percaya. Setelah dua puluh tahun, bagaimana aku bisa tertipu?

Aku heran, kenapa dia berbuat sampai sejauh ini? Dia yang orang bilang sudah meninggal sejak aku kecil, tiba-tiba mengaku masih hidup? Dia pasti sudah gila! Kalian bertanya dia itu siapa? Dia adalah ayahku. Ayahku yang gila!

Ayahku ‘katanya’ meninggal 20 tahun yang lalu. Saat itu aku berusia tujuh tahun. Karena ketidaktahuanku, aku percaya saja ketika aku diberitahu ayahku meninggal. Waktu itu aku dibawa tetangga kami ke rumah pamanku. Saat itu aku belum tahu kalau ayahku sudah meninggal. Sepanjang 83 kilometer menuju kediaman Paman, perhatianku dialihkan tetangga agar aku tak menanyakan perihal ayahku.

Setibanya di rumah Paman, barulah aku diberitahu kalau ayahku meninggal. Katanya ayahku meninggal saat mengendarai mobil. Aku tak tahu harus berbuat apa saat itu. Aku tak tahu apa artinya meninggal dunia. Aku tak tahu bagaimana rasanya meninggal dunia. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan kalau keluarga kita meninggal dunia.

Tapi, tiba-tiba pagi ini, hal yang paling tidak masuk akal terjadi padaku. Awalnya semuanya berjalan seperti biasa. Aku bangun tepat pukul setengah enam pagi ketika alarm di telepon genggamku berdering. Aku pun bangun dan mandi seperti hari-hari biasanya.

Hal terkonyol dalam hidupku dimulai ketika aku memasuki pintu kamarku. Masih dalam balutan handuk, aku melihat telepon genggamku menyala. Di layarnya aku melihat sebuah pemberitahuan pesan masuk.

Satu nomor tak dikenal mengirimiku sebuah pesan singkat. Aku heran, tak biasanya ada orang yang mengirim pesan sepagi ini. Dengan tangan yang masih basah ini aku meraih telepon genggamku. Dengan lincah jariku bermain di atas papan tombol untuk mengetik kata sandi yang kupasang.

Teman-temanku mengatakan aku menyimpan video porno di dalamnya. Mereka mencurigaiku karena orang yang mengunci telepon genggamnya dengan kata sandi biasanya menyimpan video porno atau semacamnya.

Tentu saja bukan itu alasanku mengunci telepon genggamku. Kalau kita menggunakan asumsi seperti itu, apakah kita akan mengatakan kalau orang yang mengunci pintu rumahnya menyimpan seorang pelacur? Tentu saja tidak. Alasannya lebih dari itu.

Aku memasukkan enam karakter kata sandi dan membuka pesan masuk dari nomor tak dikenal itu. Awalnya aku tak menaruh curiga sedikitpun pada pesan itu. Tapi semua berubah begitu aku melihat isi pesannya. Lima kata di pesan itu membuatku terkejut.

Hello. How are you doing?

Dari isi pesan itu aku tahu siapa di ujung sana yang mengirimnya. Hanya ada satu orang yang berbicara padaku menggunakan bahasa Inggris seperti itu. Yang pasti dia bukan ibuku, aku tidak punya Ibu sejak aku lahir. Dia meninggal saat melahirkanku. Dan juga bukan saudaraku. Aku adalah anak tunggal, tak ada yang lahir sebelum atau sesudahku. Hanya satu yang pasti, Ayah!

Itu bukan kali pertama dia berbuat hal aneh padaku. tujuh tahun selama aku bersamanya, dia juga sering melakukan hal aneh dan konyol. Yang paling kuingat adalah dia seorang yang pelupa. Terutama soal barang-barang miliknya sendiri. Dia sering lupa dimana dia meletakkan telepon genggamnya. Selain itu, dia juga sering lupa dimana dia meletakkan pakaiannya.

Menurutku yang paling fatal adalah ketika dia lupa tentang janjinya. Pernah satu waktu dia berjanji untuk membawaku ke taman bermain. Waktu itu aku berumur tujuh tahun. Tapi dia malah lupa. Dia malah sibuk pergi keluar rumah entah melakukan apa. Karena itu aku marah sampai menangis dan tak berbicara padanya seharian.

Kebodohannya yang lain adalah tingkahnya yang selalu seperti anak kecil. Dia tidak pernah menanggapi apa-apa dengan serius. Seakan-akan semuanya tidak penting di matanya. Dia sering mengabaikan orang lain, walaupun orang tersebut hanya satu meter darinya. Dia lebih memilih bermain di dunianya sendiri.

Dia juga sering bercanda dengan candaannya yang kelewatan. Pernah satu malam, tepat tengah malam aku terbangun karena suara gaduh di dapur. Karena penasaran, aku buka pintu kamarku dan berjalan menuju dapur untuk mencari asal suara itu. Aku berjalan dalam gelap sepanjang jalan menuju dapur.

Setelah kutemukan sakelar, langsung kunyalakan lampu. Mataku melihat ke sekeliling dapur, tapi tidak ada apa-apa di sana. Hanya ada aku, dan dapur. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kamar. Saat aku berbalik, tiba-tiba ada sosok yang sangat tinggi berdiri di hadapanku. Aku mendongak ke atas melihat wajahnya, dan terkejut ketika aku melihat wajah putih tanpa ekspresi itu melihat dingin kepadaku.

Saking takutnya aku sampai pingsan. Setelah aku sadar esok harinya, barulah aku tahu kalau itu adalah ayahku. Dia hanya tertawa ketika aku terbaring di tempat tidurku. Entah apa tujuannya menakut-nakutiku malam itu. Bukan karena malam halloween, bukan karena hari ulang tahunku, bukan karena apa-apa!

Tetapi hal berbeda diceritakan pamanku. Dia mengatakan kalau ayahku adalah oang yang baik, bijaksana, bla bla bla. Sama sekali berbeda dengan yang kualami. Sulit untukku mempercayainya saat itu. Tapi lama kelamaan aku mulai mempercayainya karena pamanku sering bercerita hal baik tentang ayah. Ditambah lagi kerabat ayah yang lain juga ikut mengiyakan apa yang dikatakan paman. Jadilah aku mempercayai kalau ayah adalah orang yang baik, tak hanya pada keluarga, tapi juga pada temannya.

Tapi kemudian aku melihat ada yang aneh. Aku merasa hanya paman dan kerabatnya yang mengetahui tentang kematian ayah. Tak ada yang lain. Tak ada keluargaku yang lain yang mengunjungi untuk sekedar menghiburku atau semacamnya, seperti yang biasa dilakukan oleh orang lain.

Kecurigaanku bertambah ketika ada satu tamu datang ke rumah paman. Ketika aku mencoba membukakan pintu, paman mencegahku dan menyuruhku masuk ke kamar. Aku pun penasaran. Ketika tamu itu masuk dan bicara dengan paman, aku mengintip dari celah pintu kamar. Sulit untukku melihat wajahnya, tubuh paman menghalangiku. Tapi saat itu aku merasa aku pernah melihat orang itu, dari suaranya aku merasa dia adalah orang yang sudah lama kukenal. Aku tidak pernah mendapatkan jawaban dari pamanku, siapa orang itu sesungguhnya. Sering aku bertanya tapi paman tak pernah menjawab.

Tapi aku yakin dia masih hidup. Hatiku mengatakan kalau ayahku berada di luar sana, menipuku seperti anak kecil. Sekarang aku hanya bisa menahan kegeramanku. Menatap pesan singkatnya di layar berukuran 1,8 inci telepon genggamku. Aku bersumpah, bagaimanapun caranya aku akan menemukanmu. Aku akan balas dendam atas apa yang kau lakukan untukku. Bagaimanapun caranya akan kubalaskan dendamku. Kau payah, Yah!

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4