Oleh Lazuardi Pratama

BOPM WACANA — Front Mahasiswa Nasional (FMN) yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat-Tertindas (FPR-T) melakukan aksi unjuk rasa dan turun ke jalan menuntut dicabutnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Rabu (1/5). UKT tersebut ditentang karena dianggap sebagai simbol liberalisasi pendidikan. Hal tersebut dinyatakan Abdul Halim Sembiring, Ketua FMN Ranting USU dalam orasinya.
Halim mengatakan dengan adanya UKT tersebut, akses pendidikan oleh rakyat, khususnya buruh semakin sulit. “Maka anak-anak buruh dan anak-anak tani itu sudah bisa dipastikan tidak bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi,” ujar Halim.
Selain itu, Halim juga menuntut dicabutnya Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2013 dan UU Pendidikan Tinggi (PT) No. 12 Tahun 2012. Menurutnya, pelaksanaan UU PT seperti beasiswa bidikmisi sudah salah sasaran, karena beasiswa tersebut diarahkan pada orang miskin berprestasi. Padahal, kebanyakan calon peserta didik untuk peguruan tinggi adalah orang miskin tidak berprestasi. “Karena kan, kemajuan pendidikan ini tidak sama, nah, yang menjadi sorotan kita adalah pemerintah masih saja tidak peduli pada permasalahan-permasalahan ini,” paparnya.
M Ricky A Putra, salah seorang pengunjuk rasa mengharapkan dengan tuntutannya, Gubsu Gatot Pujo Nugroho dan pendidik agar mendengar aspirasi mahasiswa, buruh dan tani, ”Harapan kita mudah-mudahan bapak gubernur dan pendidik mengabulkan tuntutan,” tutupnya.
Aksi unjuk rasa dan turun ke jalan yang dilakukan FPR-T dilakukandalam rangka memperingati Hari Buruh. Aksi dimulai dari Bundaran Sinar Indonesia Baru (SIB), kemudian melakukan long march menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut dan berakhir di Kantor Gubsu.