Oleh: Fredick Broven Ekayanta Ginting
Judul | : Taken III |
Sutradara | : Olivier Megaton |
Skenario | : Luc Besson dan Robert Kamen |
Pemain | : Liam Neeson, Maggie Grace, Famke Janssen, Forest Whitaker |
Tahun | : 2015 |
Durasi | : 111 menit |
Liam Neeson mensyaratkan alur cerita bukan lagi soal penculikan seperti dua sekuel sebelumnya. Tapi karakter film ini sebagai film kriminal tetap khas. Bryan Mills akan menemukan siapa pun pengganggu dalam kehidupan keluarganya.
Tidak ada lagi Paris, Istanbul, atau wilayah-wilayah pinggiran Albania dalam film terakhir yang menjadi penutup sekuel Taken ini. Jika dua film sebelumnya alur cerita sarat akan aksi saling balas dendam dan penculikan, kali ini Bryan Mills (Liam Neeson) harus menghadapi tuduhan pembunuhan istrinya yang sebenarnya tidak ia lakukan. Di akhir film kedua memang telah diberitahu bahwa: balas dendam telah berakhir dan takkan ada lagi pengganggu bagi kehidupan keluarga Mills.
Kesamaan dengan dua film sebelumnya adalah Mills tak tahu siapa atau kelompok mana yang sedang dihadapinya. Sehingga ungkapan “Siapa dan dimana pun kau, akan kutemukan” tetap menjadi khas film ini. Tagline ini menjadi ciri khas yang tetap dijaga Olivier Megaton, sang sutradara.
Mills merupakan seorang pensiunan agen CIA Amerika Serikat. Ia telah bercerai dengan istrinya, Lenore St John (Famke Janssen). Lenny, demikian Bryan memanggilnya, telah bersama pria lain bernama Stuart yang akan jadi calon suaminya. Meski telah berpisah, Mills masih mencintai Lenny, demikian pula sebaliknya. Begitulah anggapan Kim St John (Maggie Grace), anak semata wayang mereka.
Suatu pagi, Mills menerima pesan singkat dari Lenny agar bertemu di tempat tinggal Mills. Dalam pesannya, Lenny katakan ingin bicarakan hal penting, dan ia ingin Mills membeli bagel untuk dimakan bersama. Setelah membeli bagel, Mills menuju tempat pertemuan. Di luar dugaan Mills, Lenore ditemukannya telah meregang nyawa di tempat tidur.
Tak lama berselang, polisi dari Los Angeles Police Department muncul dan hendak menahan Mills karena dugaan bahwa ialah sang pembunuh Lenny. Untungnya, Mills tak sempat ditahan. Ia memanfaatkan kemampuannya sebagai mantan agen CIA untuk mengelabui polisi yang mengejarnya. Meski lolos, Mills menjadi buronan polisi yang dipimpin oleh Inspektur Franck Dotzler (Forest Whitaker). Sambil berpacu menghindari Dotzler, Mills berupaya menemukan pembunuh istri demi memulihkan nama baiknya dan kembali ke kehidupan harmonisnya bersama Kim.
Selama pencarian, Mills juga harus menjaga keselamatan Kim. Apalagi Kim diawasi sangat ketat oleh anak buah Dotzler. Dotzler berniat memanfaatkan Kim untuk menangkap langsung Mills. Pada akhirnya pencarian Mills membawanya mengetahui bahwa kematian istrinya diakibatkan oleh hubungan bisnis antara Stuart dengan rekannya, Oleg Malenkov. Perkiraan Mills, kelompok Malenkov-lah yang bertanggung jawab atas pembunuhan istrinya dan fitnah atas dirinya.
Sebagai film kriminal dan laga, efek visual dan sinematografi film ini tetap layak diacungi jempol sebagaimana dua sekuel sebelumnya. Nuansa ketegangan yang dihadirkan pun tetap sampai pada penonton. Penonton tetap diajak ikut merasakan kejar-mengejar Mills terhadap waktu, polisi, dan pembunuh istrinya.
Aura atau karisma Neeson sebagai pemeran Mills memang cukup kuat dan mampu memikat penggemar dengan sikap dinginnya. Ia mirip John McClane-nya Bruce Willis dalam Die Hard atau Jason Bourne-nya Matt Damon dalam The Bourne Trilogy. Megaton tentu menggunakan strategi menjaga pesona Neeson sebagai Mills dalam menggarap trilogi Taken, dan ia bisa dikatakan berhasil.
Meski demikian, di jagat Hollywood, Taken ketiga ini tak secemerlang dua seri sebelumnya. Setidaknya hal tersebut bisa dilihat dari rating yang dirilis IMDb (International Movie Database). Taken pertama dan kedua diberi angka 7,9 dan 6,3. Untuk sekuel ketiga ini, rating tersebut kembali turun ke angka 6,1. Bilge Ebiri, kritikus dari New York Magazine mengatakan jalinan cerita di film ketiga ini cukup buruk sebagai akhir dari sekuel Taken. Bahkan ada komentar yang lebih sarkas dari Peter Travers (Rolling Stone): be warned, sequel fanboys: this thing sucks!
Bisa dipahami kritikus berkomentar demikian sebab ekspektasi di film penutup ini sebenarnya cukup tinggi. Beberapa waktu lalu terjadi penembakan Charlie Hebdo di Paris. Kru majalah satir tersebut lantas menonton film Taken II, yang tujuannya untuk belajar memahami ada benturan peradaban terjadi antara timur dan barat.
Di film itu Mills berhadapan dengan kelompok militan Muslim Albania (timur) yang keyakinan agamanya cukup kuat. Di film ketiga ini, selain tak ada lagi penculikan, konflik yang disajikan tak seluas dua film sebelumnya. Jadi, tanpa adegan penculikan malah menjadi sedikit blunder.
Di akhir film Megaton menyimpan sebuah misteri tentang siapa lawan sesungguhnya yang dihadapi Mills. Sayangnya, hal itu pun tidak sepenuhnya tuntas. Artinya Megaton tidak menutup sekuel dengan mulus. Kepada lawan aslinya, Mills berucap: “Aku tahu kau kenal banyak orang, dengan pengacara yang bagus kau bisa keluar penjara hanya dalam beberapa tahun. Dan kemudian aku akan datang padamu. Akan kutemukan kau, dan kita berdua tahu apa selanjutnya yang terjadi.” Tentu ini akhir yang cukup menggantung dan mengganggu.