BOPM Wacana

Teori Benang Merah: Kepercayaan Takdir yang Saling Terhubung

Dark Mode | Moda Gelap
Ilustrasi. | Jennifer Smith L.Tobing

Oleh: Jennifer Smith L.Tobing

Menjadi trend dalam media sosial, red string theory berhasil buat warganet kembali bernostalgia bersama pasangannya.

Bagi Swifties, lagu Taylor Swift berjudul Invisible String mungkin sudah tidak asing lagi. Selain musik dan liriknya yang enak didengar, lagu ini menyimpan makna mendalam tentang pasangan jiwa yang saling terhubung tanpa disadari.

Menariknya, konsep dalam lagu selaras dengan red string theory atau teori benang merah, sebuah kepercayaan dari Asia Timur yang kini tengah ramai dibicarakan di media sosial.

Menurut red string theory, setiap orang memiliki pasangan yang telah ditakdirkan sejak lahir dan terhubung dengan benang merah tak kasat mata.

Legenda ini menyatakan bahwa benang tersebut tidak akan pernah putus, meskipun terpisah oleh jarak atau kondisi yang sulit.

Kini, red string theory memicu berbagai diskusi, cerita cinta, dan konten kreatif di media sosial. Di platform seperti TikTok dan Instagram, ribuan video bertagar #RedStringTheory telah menarik jutaan penonton.

Di mana banyak orang berbagi kisah tentang bagaimana mereka merasa terhubung dengan orang yang mereka anggap sebagai soulmate.

Asal usul red string theory

Istilah red string theory merupakan sebuah konsep yang berasal dari mitologi Jepang dan Tiongkok yang mengatakan bahwa manusia diikat oleh benang merah.

Benang ini tidak terlihat, namun menghubungkan dengan setiap orang yang ditakdirkan untuk bertemu.

Menurut red string theory, setiap orang di dunia ini memiliki pasangan jiwa atau soulmate yang terhubung dengan mereka melalui benang merah tak kasat mata.

Benang ini konon diikatkan pada jari kelingking dua orang yang ditakdirkan bersama, dan diyakini tidak akan pernah putus, berapa pun jarak dan kondisi yang memisahkan mereka.

Legenda red string theory memiliki akar dalam kepercayaan budaya Jepang dan Tiongkok yang menggambarkan ikatan tak kasat mata antara dua orang yang berjodoh.

Di Jepang, benang merah ini dikatakan diikat oleh para dewa pada jari kelingking dua orang yang telah ditakdirkan untuk bersama. Benang ini dipercaya tidak akan pernah putus, meski terpisah oleh jarak atau waktu.

Sementara itu, di Tiongkok, konsep benang merah terkait dengan sosok dewa perjodohan yang disebut Yue Lao. Dalam kepercayaan Tiongkok, Yue Lao mengikatkan tali merah pada kaki dua orang yang berjodoh.

Tali merah melambangkan ikatan yang tak akan pernah terputus, dan diyakini akan mempertemukan kedua orang tersebut di waktu yang tepat, sesuai takdir mereka. Kisah-kisah mitologis ini telah menginspirasi banyak orang di seluruh dunia dan kini diadaptasi dalam berbagai konten di media sosial.

Sudut pandang ilmiah

Dalam sudut pandang ilmiah, konsep jodoh dan keterhubungan antara dua orang sering dibahas dalam konteks teori attachment (keterikatan) dan interpersonal attraction (ketertarikan interpersonal).

Attachment theory, misalnya, menjelaskan bahwa keterikatan emosional seseorang dapat terbentuk sejak usia dini dan berlanjut pada hubungan romantis saat dewasa, mempengaruhi siapa yang dianggap sebagai “jodoh” atau pasangan ideal.

Selain itu, konsep ketertarikan interpersonal menggambarkan bahwa kecenderungan untuk tertarik pada orang lain berkaitan dengan faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Sains menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti kesamaan minat, pengalaman, dan nilai dapat memainkan peran besar dalam membentuk ikatan yang kuat, yang mirip dengan benang merah yang terjalin dalam mitos.

Meski tidak ada bukti ilmiah untuk red string theory, ilmu psikologi memberi wawasan tentang bagaimana ikatan kuat terbentuk dan bertahan lama.

Berakar dari cerita rakyat, red string theory masih memiliki relevansi dalam budaya modern. Banyak orang yang merasa terhubung dengan teori ini karena menggambarkan konsep cinta sejati yang tidak terpengaruh oleh waktu atau jarak.

Teori ini juga memberikan pandangan bahwa jodoh tidak selalu soal siapa yang paling dekat atau paling sering bertemu, melainkan siapa yang sudah ditakdirkan untuk bersama. Selain itu, konsep ini memberikan harapan bagi mereka yang percaya pada kekuatan takdir.

Mengajarkan bahwa setiap orang memiliki ikatan tak kasat mata dengan seseorang yang ditakdirkan untuk bertemu dan mengisi hidupnya. Legenda ini menyiratkan bahwa jodoh bukan sekadar soal pilihan atau kebetulan, melainkan bagian dari perjalanan yang sudah ditentukan.

Meskipun jarak, waktu, dan keadaan mungkin membuat perjalanan ini tampak rumit, benang merah yang menghubungkan dua orang tak akan pernah putus.

Bagi banyak orang, kepercayaan ini memberi harapan yang mengingatkan kita untuk percaya bahwa pertemuan dengan orang yang tepat akan datang pada waktunya. Sebagai simbol dari ketetapan dan kesabaran, Teori ini menginspirasi kita untuk terbuka terhadap setiap pertemuan dan melihatnya sebagai langkah menuju soulmate.

Sehingga di waktu yang tepat, benang merah dipercaya akan mempertemukan dua orang yang telah terhubung sejak awal, membawa mereka ke waktu dan tempat yang telah ditetapkan oleh takdir.

Komentar Facebook Anda

Jennifer Smith L. Tobing

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik FISIP USU Stambuk 2023. Saat ini Jennifer menjabat sebagai Staf PSDM BOPM Wacana.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus