Oleh: Sri Wahyuni Fatmawati P
Selamat pagi, Adam. Sebenarnya aku ingin berbicara denganmu lebih cepat. Tapi kata Ibu tak boleh. Kau masih belum bisa berbincang. Masih sakit, kata Ayah. Ya sudah, tidak apa. Jadilah aku bermain sendirian hari ini. Tentu saja rasanya tak enak. Lebih menyenangkan bermain denganmu. Oh, ya, Ayah membelikanku mainan hari ini. Kau harus segera mencobanya.
Selamat pagi, Adam. Kenapa sarapanmu tak kau habiskan? Apakah tak enak? Tak mungkin. Ibu sudah menyiapkannya sedemikian rupa. Dengan hati, istilah Kakak. Punyaku saja enak, masa’ punyamu tidak. Dan kau diam saja saat aku tanya padamu alasannya. Sepertinya hari ini suasana hatimu sedang tidak baik. Baiklah, aku berangkat dulu ya.
Selamat pagi, Adam. Tadi malam saat aku pulang, kenapa tak menyambutku? Apakah aku kemalaman makanya kau sudah tidur? Tapi kata Ibu kau butuh istirahat. Berarti bukan karena aku kemalaman. Ah, aku merindukanmu. Asal kau tahu saja.
Selamat pagi, Adam. Kemarin siang temanku tanya kenapa kau diberi nama Adam. Hm, aku tak tahu pasti jawabannya. Makanya sepulangnya aku tanya Kakak. Kakak bilang nama itu pemberianku. Tapi alasannya kenapa, dia tak tahu. “Kau tak pernah memberitahuku,” dia bilang seperti itu. Setelah aku pikirkan, aku tak ingat pernah memberimu nama Adam.
Menurutmu kenapa, ya aku memberimu nama Adam? Kata Ibu dia tak tahu. Saat kelahiranmu aku yang bersikeras memberimu nama itu. Ah, kenapa ya aku tak bisa mengingatnya? Padahal saat itu bukannya sudah lama.
Selamat pagi, Adam. Ah! Aku senang sekali hari ini. Ayah memberiku izin untuk pergi. Ya, pergi ke luar kota. Seperti yang aku ceritakan padamu kemarin, sekolahku mengadakan study tour. Dan aku akan pergi. Tiga hari saja, dan aku akan kembali. Aku titip Ayah dan Ibu ya. Kakak juga. Kalau-kalau si Abang tak pulang, kaulah yang harus menjaga mereka. Hibur mereka juga ya, mana tahu kesepian karena kepergianku.
Aku tahu kau tak menyukai kepergianku ini. Jangan merasa kesepian ya. Pergilah bermain dengan anak tetangga saat kau membutuhkan teman. Tenang saja, tiga hari bukan waktu yang lama. Pastikan dirimu ada di rumah saat aku pulang nanti ya. Aku tak sabar menunggu waktu itu.
Selamat pagi, Adam. Meskipun aku bilang pagi, langit di luar sana masih gelap. Tentu saja, ini pukul 3 pagi. Aku tak bisa tidur. Di sini panas sekali, berbeda dengan di rumah. Di sini juga sepi sekali. Meskipun aku bergembira dengan teman-teman yang lain, tetap saja aku kesepian. Aku merindukan Ibu, Ayah, Kakak dan Abang. Aku merindukanmu, Adam.
Selamat pagi, Adam. Aku sudah pulang! Dan kau tidak ada di rumah. Menyebalkan sekali, kau tahu. Kemana saja kau? Seharusnya kau yang paling merindukanku dan dengan sabar menungguku di rumah. Sekarang, malah kau yang tidak ada di rumah. Baiklah, jangan berbicara denganku saat kau tiba nanti.
Ini sudah malam, Adam. Kenapa belum tiba di rumah? Aku khawatir. Baiklah, aku berhenti marah padamu. Aku akan berbicara denganmu setibanya kau di rumah nanti. Karena itu, pulanglah.
Selamat pagi, Adam. Ini hari kedua setelah kepulanganku. Dan aku masih belum menemukanmu di manapun. Aku tanya Ibu. Ibu bilang kau ada di rumah sakit.Mau apa kau di sana?
“Dengan siapa?” tanyaku. “Dengan Kakak,” jawab Ibu.
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih lanjut. Tapi jarum jam menunjukkan pukul 07:35 WIB. Aku harus segera berangkat kalau tak ingin terlambat. Baiklah, aku tanya nanti sore saja sesudah Ibu pulang. Harapku sih, kau juga sudah di rumah saat itu. Aku merindukanmu, Adam.
Selamat pagi, Adam. Ibu pulang larut kemarin hari. Tentu saja aku sudah tidur. Ayah dan Kakak juga pulang larut. Heran, apa sih yang mereka lakukan hingga selarut itu? Kau juga. Kemana saja kau? Kau sudah pulang dari rumah sakit atau belum saja aku tak tahu. Keluarga macam apa kau ini.
Adam! Aku melihatmu di sana. Berdiri dengan santainya di depan pintu. Tetap dengan senyum dan tawa khasmu. Dasar. Aku kecarian tahu!
Selamat pagi, Adam. Kelihatannya pagi ini kau sudah mau sarapan lagi. Tapi sepertinya kau tak sehat. Kau keluar masuk kamar mandi. Sakit perut ya? Sebaiknya segera minta obat pada Ibu.
Duh, Adam. Sakit perutmu tak membaik ya? Sudah kau minum obatmu? Kalau belum, segerakanlah. Aku tak bisa menemanimu. Ada kelas tambahan yang harus aku ikuti sore ini. Nanti sepulangnya, aku akan menemanimu.
Adam. Aku pulang dan kau tak ada di rumah. Pun dengan Ibu, Ayah, dan Kakak. Hanya ada Abang di rumah. Dia bilang dia sedang menungguku. Dia bilangkau ada di rumah sakit, dan dia di rumah untuk menungguku. Mengajak pergi ke rumah sakit.
Adam, ada apa?
Selamat pagi, Adam. Tadi malam aku menginap di rumah sakit. Meskipun Ibu melarang, aku tetap ingin menemanimu. Keadaanmu masih belum membaik. Aku tidak tahu ada apa denganmu. Yang aku tahu kau sedang sakit. Subuh tadi kau baru saja kejang-kejang. Tuhan, ada apa dengan Adam?
Malam ini aku kembali menemanimu. Sore tadi kau kembali muntah-muntah. Tak mau makan juga. Syukurnya sih tak kejang-kejanglagi. Matamu sayu. Badanmu lemah, aku rasa untuk mengangkat badanmu saja kau tak mampu. Mungkin efek tak mau makan akhir-akhir ini. Kau kekurangan asupan vitamin. Tapi, aku khawatir. Oh. Oh. Lihat, matamu terbuka sedikit. Lalu tersenyum.
Adam. Aku baru saja bangun dari tidurku. Langit masih gelap, pukul 02:00 WIB. Ayah dan Ibu ada di sampingku. Pun Kakak. Kulihat dokter dan suster sedang mengelilingimu. Aku tak bisa melihatmu dengan jelas. Kau tertutupi tubuh dokter dan suster.
“Ini Distemper, memang biasa menyerang seumurannya. Hingga sekarang belum ada obatnya,” dokter berkata seperti itu.
Adam. Ini pagi terakhirmu?
***
Selamat pagi, Adam. Selamat jalan.
Catatan kaki: Distemper dikenal juga dengan Feline Panleukopenia. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Gejala yang ditimbulkan adalah anemia, muntah-muntah, diare, dan hilangnya nafsu makan. Penyakit ini dapat ditularkan melalui peralatan makan, air liur, air kencing, muntah dan tempat tinggal yang sama. Hingga saat ini penyakit ini belum ada obatnya. Penyakit ini menghinggapi kucing yang berumur satuhingga tiga bulan, dan tidak menular ke manusia.