Oleh: Amelia Ramadhani
Tidak hanya pada pihak luar, selama ini USU menyewakan beberapa gedung kepada mahasiswanya sendiri. Tak tanggung-tanggung, untung yang diharapkan mencapai angka Rp1 miliar tahun ini, dengan harapan semua kebutuhan USU terpenuhi.
Gelanggang Mahasiswa (Gema) USU hari itu terasa sesak. Manusia tumpah ruah. Ruangan tak sanggup menampung jumlah tamu yang semakin banyak. Lima ratus kursi yang tersedia telah berpenghuni.
Paima Rohmando Sipayung, Koordinator Peralatan dan Tempat dalam acara Perayaan Natal dan Tahun Baru Etnomusikologi tersebut akhirnya kewalahan. Guna memberi kenyamanan, Ando—kerap ia dipanggil—berusaha memfasilitasi tamu untuk mendapatkan tempat duduk. Meski akhirnya tamu harus dudukberalas tikar hingga ke tepi panggung. Acara tersebut sukses digelar, namun Ando menyesal karena tidak bisa menyediakan gedung yang lebih besar.
Ando bercerita, awalnya panitia bermaksud meminjam Auditorium USU karena mengundang mahasiswa dari seluruh fakultas di USU. Jauh-jauh hari sebelum digelarnya acara, surat peminjaman telah diantarkan ke rektorat. Saat kembali untuk mengecek perkembangan surat, Ando tidak langsung mendapat kejelasan. Biro Aset dan Perlengkapan belum dapat memutuskan dan mengatakan akan mempertimbangkannya terlebih dahulu.
Beberapa kali kembali, Ando tetap tidak mendapat kepastian. Akhirnya, setelah lima kali pulang balik ke rektorat, akhirnya ia diberi tahu bahwa auditorium tidak bisa digunakan sebab sedang ada renovasi dan pemeliharaan. Ando merasa kecewa dengan lambatnya respon dari pihak universitas. Seandainya responnya cepat, ia dan teman-temannya bisa mempersiapkan rencana-rencana lain untuk menanggulangi masalah seperti ini.
Ando dan teman-temannya terpaksa memutar otak. Terlebih ia harus pandai mencari inisiatif karena kepanitiaan mereka minus anggaran. Biro Aset dan Perlengkapan menyarankan Ando untuk mengadakan acara di gema. Harga sewa jauh lebih murah dibandingkan dengan auditorium, sayangnya kapasitas gedung hanya mampu menampung lima ratus orang.
Panitia Natal Etnomusikologi menerima tawaran tersebut. Minimnya dana kepanitiaan membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan. Terlebih, Biro Aset dan Perlengkapan USU memberikan kemudahan kepada mereka. “Kalian bayar di akhir aja,” ujar Ando menirukan Yedi Suhaedi, Kepala Biro Aset dan Perlengkapan USU.
Setelah mendapat angin segar, Ando dan teman-temannya langsung memilih tanggal pelaksanaan acara. Sayangnya gema telah dipesan oleh pihak luar kampus. Acara resepsi pernikahan akan digelar pada waktu yang sama dengan tanggal acara natal mereka. Pilihan terakhir adalah berbagi gedung dengan panitia lain. Perayaan Natal Etnomusikologi akan diadakan di sesi pertama kemudian dilanjutkan oleh perayaan natal dari fakultas lain. Jalan ini dipilih sebab undangan telah tersebar ke seluruh fakultas.
Risiko berbagi gedung menyebabkan panitia susah dalam proses dekorasi karena konsep dan tema yang diusung oleh masing-masing panitia tentulah tidak sama. Selain itu, acara natal di sesi kedua mendapati gedung yang dipenuhi oleh sampah sisa acara natal pada sesi pertama.
***
USU memiliki enam gedung yang bisa digunakan oleh Civitas Akademik USU ataupun pihak luar namun dengan sistem sewa. Di kawasan USU ada auditorium dengan daya tampung sebanyak dua ribu orang, Wisma USU dengan fasilitas beberapa kamar dan aula, Pendopo USU, dan gema yang dapat menampung sebanyak lima ratus orang. Sedangkan untuk di luar Kota Medan, USU memiliki dua mess yaitu mess yang terletak di Berastagi, Kabupaten Karo dan satu mess yang terletak di Tambunan, Kabupaten Langkat.
Civitas akademik dan juga pihak luar harus membayar uang sewa kepada USU. Sewa ini nantinya akan digunakan untuk biaya operasional seperti gaji pegawai, biaya perawatan, dan renovasi. Hal ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor 847/UN5.1R/SK/PSS2016. Ada lima ketentuan dan perbedaan tarif sewa aset di USU. Perbedaan tarif ini disusun berdasarkan tujuan penggunaan aset oleh penyewa.
Harga sewa tanah diukur berdasarkan harga tanah saat ini dikalikan dengan nilai konstanta tanah. Sewa bangunan ditentukan berdasarkan luas tanah dikalikan dengan nilai bangunan dan nilai sisa bangunan. Tanah dan gedung yang disewa untuk keperlukan memperluas bisnis akan dikenakan sewa seratus persen. Sedangkan untuk keperluan non bisnis oleh civitas akademik akan dikenakan sewa sebesar tujuh puluh persen. Untuk kegiatan ekstrakurikuler akan dikenakan sewa sebesar tiga puluh persen. Terakhir, untuk kegiatan intrakampus tidak dipungut biaya.
Untuk sewa gedung, ada perbedaan harga antara penyewa yang berasal dari civitas akademik dengan pihak luar. Sewa untuk civitas akademik, gema disewakan sebesar Rp3,5 juta, pendopo Rp1,5 juta, dan aula di wisma seharga Rp3 juta. Sedangkan untuk pihak luar akan dikenakan biaya sewa lebih mahal. “Khusus auditorium tidak bisa disewakan kepada pihak luar,” ujar Yedi.
Hal ini dibenarkan oleh Aulia Adam, penyewa yang berasal dari masyarakat non-civitas akademik. Ia merogoh kocek sebanyak Rp5 juta untuk menyewa aula untuk satu hari dan dua hari untuk dua kamar tidur. Proses peminjaman pun tidak berbeda jika dibandingkan dengan civitas akademik. Awalnya ia menjumpai Biro Aset dan Perlengkapan untuk mencocokkan tanggal. Setelah dapat kesepakatan, penyewa mengajukan surat peminjaman ke Bagian Tata Usaha.
Hampir serupa dengan cerita Ando, Adam harus bolak-balik mengecek tanggal ke Biro Aset dan Perlengkapan. Awalnya resepsi pernikahan temannya akan dilaksanakan pada 6 Maret 2016, namun tanggal tersebut telah dipesan terlebih dahulu oleh orang lain. Adam kembali lagi untuk memesan pada 12 Maret. Lagi, ia tidak mendapatkannya karena tanggal tersebut telah disewa oleh pihak lain. Ketiga kalinya, barulah Adam mendapat giliran yaitu pada tanggal 18 Maret 2016.
Hal ini memang biasa terjadi, sebab USU akan mendahulukan orang-orang yang dahulu memesan gedung. “Kita memang harus antre,” ujar Yedi. Seandainya tanggal yang dipilih tidak bentrok dengan pihak lainnya, maka penyewa cukup datang satu kali saja.
Namun menurut Ando, administrasi yang bertele-tele dan lamanya respon yang diberikan oleh rektorat ini merupakan hal yang harus dibenahi.
***
USU boleh bersenang hati karena menjadi satu-satunya universitas di Sumatera yang berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Banyak keuntungan yang bisa diperoleh USU dengan statusnya saat ini. USU boleh mencari sumber pendapatannya sendiri, seperti menyewakan bangunan atau lahan, atau hasil perkebunan dari tanah yang mereka miliki.
Memanfaatkan kesempatan ini, USU menyewakan enam gedungnya. USU masih memungut biaya sewa kepada mahasiswa yang akan menggelar pentas seni atau acara lainnya. Luhut Sihombing Wakil Rektor V USU menjelaskan tidak ada salahnya jika USU mulai mencari sumber pendapatan lain dengan cara menyewakan gedung kepada mahasiswa ataupun pihak luar.
Tidak ada peraturan yang dilanggar jika USU tetap menetapkan sewa kepada mahasiswa yang menggunakan gedung. UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa setiap semesternya tidaklah cukup jika dianggarkan untuk biaya perawatan gedung. “Sedangkan kita harus keluarkan biaya perawatan,” sambung Luhut.
Dijelaskan Luhut, tak ada perbedaan sistem peminjaman gedung jika USU menerapkan UKT dengan tidak menerapkan. Tetap saja harus ada anggaran yang harus dikeluarkan untuk perawatan gedung yang sebenarnya tidak didapatkan dari UKT mahasiswa. Kata Luhut, pemungutan sewa untuk mahasiswa juga tidak terlalu berat karena telah disesuaikan juga jumlahnya.
“Kalau pihak luar kampus yang sewa, tentu harus sedikit lebih mahal,” tambahnya.
Lain cerita dengan kampus berstatus setara yaitu Universitas Indonesia (UI). Anggraini Mutia Sari, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI mengisahkan ia sama sekali tidak diwajibkan membayar sewa saat menggelar acara peringatan Hari Anak Internasional. “Kita bebas-bebas aja selama ini,” imbuhya.
Menurut Anggraini, UI membebaskan biaya bagi civitas akademik yang melaksanakan kegiatan. Mahasiswa boleh meminjam aula, auditorium, dan gedung lainnya tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Sedangkan untuk penyewa non civitas akademik, harus membayar sebesar Rp1,5 juta sekali memakai gedung. Senada dengan USU, uang ini nantinya akan digunakan untuk biaya operasional, gaji pegawai, dan biaya perawatan gedung. Acara pernikahan dan berbagai acara lainnya yang digelar di UI akan dikenakan biaya disebabkan mereka bukanlah orang-orang yang selalu rutin meyumbangkan UKT.
Sayangnya hingga saat ini, USU masih belum mampu memberikan fasilitas gratis untuk seluruh kegiatan yang diadakan mahasiswa atau untuk civitas akademik. Alasan terbesarnya adalah UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa setiap semesternya tak cukup. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk perawatan gedung, gaji pegawai, dan renovasi masih belum tertutupi oleh UKT tersebut.
USU benar-benar serius dalam menjadikan sewa-menyewa ini ke dalam dunia bisnis. Bahkan untuk tahun ini, rektor menargetkan pendapatan sewa USU mencapai sebanyak Rp1 miliar.
Ando tidak mempermasalahkan target tersebut, namun menurutnya cara-cara pencapaiannya juga harus diperhatikan. Ia berharap rektorat bisa menghapuskan sistem sewa ini dari mahasiswa.
“Takutnya mahasiswa enggan untuk berkreativitas karena harus memikirkan uang sewa,” tutupnya.
Koordinator Liputan: Amelia Ramadhani
Reporter: Adinda Zahra Noviyanti, Naqya Assyfa, dan Amelia Ramadhani