BOPM Wacana

PSSI: Politisasi Sepak Bola Seluruh Indonesia

Dark Mode | Moda Gelap

Sepak Bola Indonesia memang tidak pernah bebas dari politisasi yang mengakar. Sejatinya sepakbola profesional harusnya menjadi industri bukan ladang politisasi.

2013 - FerdiansyahSelasa sore, 15 Januari lalu Roy Suryo resmi dilantik sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) menggantikan Andi Alfian Mallarangeng. Usai dilantik, Roy menjelaskan ada tiga hal yang jadi fokus utamanya. Pembenahan internal Kementrian Pemuda dan Olahraga, menjaga prestasi olahraga dan penyelesaian dualisme kepengurusan di cabang olahraga. Di sini ia punya keinginan kuat menjalankan tugas dan wewenang pemerintahan sebagai fasilitator untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di tubuh sepak bola Indonesia, meskipun beberapa pihak bernada miring bilang Roy tak tahu bola.

Sebenarnya konflik ini tak lepas dari ‘pembersihan’ yang dilakukan Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) pimpinan Djohar Arifin Husin. Pemecatan Alfred Riedl dari kursi pelatih Tim Nasional (timnas) jadi blunder pertama yang dilakukan. Namun masyarakat masih legowosaat itu. Lanjut ke liga, Liga Primer Indonesia (LPI) yang sebelumnya dianggap FIFA sebagai liga breakaway malah jadi liga yang sah saat ini dengan menetapkan Liga Super Indonesia (LSI) sebagai liga tandingan. Blunder inilah yang membuat masyarakat mulai bersuara.

Dikeluarkannya empat orang Komite Eksekutif PSSI (La Nyalla Mattalitti, Erwin D. Budiawan, Roberto Rouw dan Tonny Apriliani) karena kode etik berujung konflik baru, munculnya Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia (KPSI). Tak tanggung-tanggung, mereka memproklamirkan diri sebagai induk organisasi yang sebenarnya. Selain menampung LSI sebagai liga, mereka juga membentuk timnas tandingan. Kesannya, si penyelamat ini malah terlihat ingin menggulingkan PSSI. Mungkin hampir sama dibandingkan dengan dunia perpolitikan, sama-sama mencari kekuasaan tertinggi.

Sejak PSSI kepemimpinan Nurdin Halid yang berujung kudeta, perpolitikan juga akrab dengan sepak bola Indonesia. Hanya saja semua tertutup rapi di para pelaku sepak bola itu sendiri. Melakukan penyelidikan sejak 2011, Save Our Soccer (SOS), kelompok suporter yang diprakarsai Indonesian Corruption Watch mengungkapkan kalau hampir seluruh pelaku sepakbola di tanah air terlibat dalam pengaturan pertandingan.

Aksi pengaturan pertandingan diklaim sudah ada sejak periode 1980-an, namun tren pelakunya mengalami perubahan yang pada awalnya dilakukan pemain, wasit dan kini ke pengurus klub dan asosiasi. Salah satu kasus yang termuat dalam laporan SOS itu adalah yang melibatkan Ketua Komisi Disiplin PSSI di periode kepemimpinan Nurdin Halid, Togar Manahan Nero dengan pengurus Penajam Medan Jaya. Togar dikabarkan menerima suap Rp 100 juta hingga akhirnya dipecat dari kepengurusan PSSI.

Roy Suryo juga tak menampik adanya kepentingan-kepentingan pribadi di tubuh PSSI sendiri. Ia berterima kasih ke SOS, sekaligus akan menjadikan hasil-hasil penelitian SOS sebagai referensi untuk mengantisipasi kasus serupa. Bagaimana dengan PSSI atau KPSI sekarang, apakah ada kepentingan?

Memang idealnya politik dan kepentingan ekonomi terpisah dari sepakbola, tetapi realitasnya tetap saja ada kepentingan ekonomi dan politik di balik kisruh PSSI. Meski pemerintah telah melarang penggunaan APBD untuk klub sepakbola, tetapi keterlibatan kepala daerah dan tokoh yang ingin jadi kepala daerah sulit untuk dihilangkan. Lihat saja beberapa klub IPL dan ISL yang dalam pengurusnya adalah orang-orang politik.

Timnas sendiri juga melibatkan orang-orang politik untuk mengurus keperluan timnas. Sebelumnya politisi Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, juga pernah jadi manajer timnas. Sepertinya sulit sekali PSSI dilepas dari orang yang punya kepentingan politik. Parahnya elit-elit politik beberapa kali mengambil keuntungan tersendiri dari popularitas timnas kita melalui berbagai kesempatan. Di lain hal, para elit politik inilah yang terkadang sering berulah yang berujung Indonesia dipandang tidak profesional.

Presiden FIFA, Sepp Blatter mengatakan “Otoritas olahraga dan politisi telah melakukan intervensi dengan mengatakan bahwa kami harus memberikan Indonesia tiga bulan ke depan untuk bisa kembali.” Ia mengaku ada masukan dari pemerintah dan politisi Indonesia untuk memberikan kesempatan kepada PSSI untuk melakukan pembenahan dalam rapat Komite Eksekutif FIFA yang digelar di Tokyo 14 Desember lalu.

Dampaknya tentu merembes ke semua aspek. Konflik yang berlarut-larut tanpa titik temu, format liga hingga pembinaan pemain usia dini. Sekarang sudah ada tiga timnas; versi PSSI, versi pemerintah dan versi KPSI.

Titik terang mulai muncul setelah surat dari FIFA beberapa saat lalu turun. Isinya, beberapa poin yang dianggap jadi pemicu kisruh berkepanjangan ini. Lagi-lagi di depan media, Djohar Arifin dan La Nyala Mattaliti berjabat tangan ditengahi Roy Suryo. Mereka sepakat kongres diadakan kembali 17 Maret mendatang.

Kabar bahagia lainnya menurut saya, Deputi Sekretaris Jenderal PSSI Bidang Kompetisi, Saleh Ismail Mukadar dipastikan bakal segera mundur dari jabatannya. Pengunduran diri anggota DPRD Jawa Timur ini terhitung 1 Maret 2013 mendatang. Menurut Saleh, ada beberapa alasan di balik pengunduran dirinya. Alasan tersebut adalah cita-citanya yang ingin membuat PSSI bebas dari politisi, sementara sampai saat ini Saleh masih menjadi seorang politisi.

Sepakbola kita tidak akan pernah menjadi profesional jika masih dipegang oleh orang-orang yang punya kepentingan politik. Kompetisi dan klub sepakbola hanya menjadi ajang untuk mempromosikan diri. Sehingga tidak berharap klub sepakbola akan mandiri dan industri sepakbola berjalan.

Mungkinkah sepakbola kita lepas dari kepentingan politik? Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab.

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informatika USU 2010. Aktif sebagai Manajer Produksi dan Sirkulasi di Pers Mahasiswa SUARA USU.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4