Oleh: Malinda Sari Sembiring
Memiliki desain yang khas, font Georgia berwarna putih dengan backdrop merah.Newsweek telah menemani pembaca berita mingguan selama kurun waktu 80 tahun sejak berdiri pada 1933. Lewat edisi cetaknya,Newsweek menjadi pesaing utama Time. Namun, kemunduran Newsweek pada akhir 2012 lalu menyulut banyak perhatian mengenai eksistensi media cetak. Newsweek yang notabene merupakan media cetak dengan oplah jutaan saja bisa tutup dan beralih ke format digital, bagaimana dengan media sejenis lainnya?
Kasus Newsweek ini bukan yang pertama dan terakhir untuk media cetak. Tingginya biaya cetak dan sirkulasi yang kian merosot tak menutup kemungkinan semakin banyak media cetak yang bakal membuka lembaran digital. Sebut saja detik.com, dulunya total dengan media cetak namun perkembangan pesat justru dapat kita lihat setelah beralih ke media digital bahkan detik.com telah menerbitkan majalah digital secara gratis.
Baik media cetak maupun media digital memang memiliki kekuatan masing-masing. Media cetak sudah akrab di mata berbagai kalangan dan umur, lebih merakyat, bisa dibawa ke mana-mana, dan mengupas berita lebih mendalam. Lain halnya dengan media digital yang mengutamakan kecepatan informasi dan kemudahan memilih topik apa yang ingin dikonsumsi. Pembaca media digital pun tak memerlukan waktu lama untuk mengetahui follow up dari suatu topik yang sedang diikuti karena update yang cepat. Selain itu, format berita di media digital sering ditampilkan dalam bentuk berita lempang yang tepat sasaran dan memudahkan pembaca untuk mengetahui inti berita hanya dalam beberapa paragraf saja.
Beberapa kalangan beranggapan media cetak akan tetap eksis karena perasaan berbeda pasti timbul ketika seseorang membaca majalah yang bisa dipegang dibandingkan dengan membaca majalah digital lewat perangkat elektronik seperti telepon genggam, laptop, tab,pad, maupun notebook. Namun, hal ini masih bisa bergeser dengan perkembangan teknologi yang kian pesat. Awal tahun 2000-an, orang masih kaku dan jarang menggunakan laptop atau notebook. Namun hal itu telah berubah, setiap orang sudah tak asing lagi dengan laptop dannotebook, bahkan kemunculan tab dan pad semakin memudahkan masyarakat dalam mengakses internet yang malahan lebih praktis dibandingkan harus membawa majalah ke mana-mana.
Tak bisa dipungkiri teknologi memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama dalam mendapatkan informasi. Lewat media digital, semua informasi bisa didapatkan dalam waktu yang relatif cepat. Hal ini juga yang membuat banyak media cetak mulai beralih mendigitalkan lembaran beritanya seperti Tempo yang kini telah hadir dalam format korantempo.com, tempo.co, dan majalah digital dengan akses berbayar.
Banyaknya media mainstream yang mulai masuk ke kancah digital memang tak lantas menciptakan kepuasan pada pembaca. Masih ditemukan juga kekurangan dari media digital yang kadang tak benar-benar memerhatikan konten, angle bahkan akurasi. Tak jarang berita ditampilkan tanpa narasumber relevan dan cover both side. Inilah pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan media digital. Bagaimana menampilkan berita dan tulisan yang andal layaknya yang diterbitkan media cetak.
Di Indonesia sendiri mungkin terlalu cepat mengatakan media cetak akan mati digantikan media digital. Namun, terlalu naïf juga menyatakan media cetak akan terus hidup. Nyatanya, kita tak pernah tahu sampai kapan eksistensi media cetak akan terus terjaga sementara media digital terus berkembang di tengah semakin maraknya manusia-manusia melek digital dilihat dari tingkat penggunaansmartphone yang tak pandang status sosial.
Menilik eksistensi media cetak, Profesor Jurnalistik Klaus Meier seperti dilansir dw.de menyatakan media cetak tak akan langsung mati. Klaus Meier adalah spesialis untuk perpaduan media cetak dan online di Universitas Eichstätt-Ingolstadt, Jerman. Di masa depan media cetak dan media online akan hadir saling melengkapi namun dengan kuota cetak yang berkurang. ”Koran mungkin akan terbit satu atau dua kali seminggu, sedangkan di internet dipublikasi berita yang aktual dan interaktif,” ungkap Klaus.
Media cetak memang akan tetap ada, namun seberapa mampukah mereka bertahan di tengah biaya percetakan dan distribusi yang kian meningkat? Selain itu perlu pula bagi media cetak untuk menyajikan diri sebagai media yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat yang kini telah lebih ‘mobile’. Mungkin tak jadi masalah ketika media cetak tetap ada, namun eksistensinya perlu ditilik lebih lanjut lagi apakah masih mampu mengimbangi pesatnya perkembangan media digital. Jika masih ingin tetap eksis sebagai media penginformasi, jejak Newsweek dan detik.com layak diikuti.
Penulis adalah mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi USU 2010. Aktif sebagai Sekretaris Penelitian dan Pengembangan di Pers Mahasiswa SUARA USU.