BOPM Wacana

Pers Sehat, Rakyat Berdaulat

Dark Mode | Moda Gelap

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

2014 - Pers
Ilustrasi: Yulien Lovenny Ester G

2014 - FredickDemikian bunyi Pasal 2 Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjelaskan peranan pers di Indonesia dalam kehidupan berdemokrasi.

Pasal tersebut adalah salah satu buah reformasi yang melepaskan pers dari belenggu kekuasaan represif penguasa orde baru. Poin pentingnya adalah kedaulatan rakyat.

Di zaman orde baru kedaulatan tersebut dibajak dan dikontrol sepenuhnya oleh rezim. Kedaulatan tersebut pula yang menjadi inti tema peringatan Hari Pers Nasional tahun ini: Pers Sehat, Rakyat Berdaulat.

Tema tersebut menunjukkan harapan yang hendak dicapai dari pers untuk kepentingan rakyat. Apalagi dalam beberapa waktu terakhir pers terus mendapat sorotan. Sorotan tersebut berkaitan dengan pemilihan umum (pemilu) yang akan segera digelar April dan Juli mendatang.

Pemilu adalah wujud demokrasi, maka pemilu adalah hajatan rakyat banyak. Pers adalah penopang utama berdirinya demokrasi. Maka ketiganya—pers, rakyat dan pemilu—adalah satu kesatuan. Mungkin tema diatas bisa ditambahkan menjadi: Pers Sehat, Rakyat Berdaulat, Pemilu Berhasil.

Tapi, pers yang ada saat ini belum sehat sesehat tema itu. Alhasil rakyat pun sebenarnya belum berdaulat. Dalam tajuk Harian Kompas(8/2) disebut independensi pers atau media saat inilah yang telah membuat tidak sehat. Independensi yang menjadi jati diri industri media terkontaminasi kepentingan politik praktis.

Media telah digunakan oleh pemiliknya utuk kepentingan sendiri mengabaikan kepentingan rakyat. Ironisnya lebih dari satu media yang dikuasai oleh pengejar jabatan-jabatan politis.

Pers Indonesia saat ini tidak sehat karena dikuasai oleh segelintir orang yang pada akhirnya membentuk satu oligarki kuasa media. Inilah yang disebut konglomerasi media yang ramai dibicarakan.

Dalam film dokumenter Di balik Frekuensi diungkap bahwa ada dua belas orang konglomerat media yang menguasai media Indonesia. Selebihnya hanya dimiliki oleh pemilik kecil yang modalnya pas-pasan.

Akademisi sekaligus ahli linguistik Noam Chomsky dalam bukunya Dettering Democracy menyebut fenomena ini adalah ironi di negara demokrasi. Tak bisa disalahkan sebab pilihan demokrasi berarti setiap orang bebas dan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan usahanya. Tapi sistem tersebut justru menciptakan mekanisme pasar berupa kompetisi terbuka.

Dimana yang terkuatlah yang mampu bertahan.

Noam Chomsky lantas menjelaskan ada “perkawinan” tidak sehat antara media sebagai industri bisnis dan kepentingan pemilik yang menginginkan kekuasaan.

Saifur Rohman, pengajar filsafat Universitas Negeri Jakarta dalam Opini Kompas edisi 8 Februari lalu menyatakan bisnis merupakan manifestasi dari keserakahan, sementara politik adalah manifestasi dari kemuliaan. Ketika keduanya dicampur-adukkan, rakyat dan kedaulatannya-lah yang menjadi korban.

Pers saat ini menyuguhi rakyat dengan retorika-retorika kosong yang hanya menggambarkan betapa ambisiusnya mereka akan jabatan-jabatan publik. Pers jelas melanggar kedaulatan rakyat sebagaimana disebut dalam pasal di atas.

Independensi mereka dipertanyakan dan sudah seharusnya pers menempatkan jati dirinya itu sesuai proporsinya. Apa yang dibutuhkan rakyat, bukan apa yang diinginkan pemodal yang harus dibagi.

Harusnya ada regulasi yang lebih ketat untuk membatasi pemberitaan yang dilakukan pers. Enam stasiun televisi swasta yang abai terhadap teguran Komisi Penyiaran Indonesia karena pemberitaanya bersifat kampaye menunjukkan masih lemahnya konstitusi melindungi kedaulatan rakyat.

Pasal 17 UU Pers yang menjamin kedaulatan rakyat mengawal pers seakan macan tak bertaring dan bercakar. Kelemahan ini yang dimanfaatkan oleh konglomerat media.

Maka, ada kekhawatiran pemilu mendatang tak berhasil. Tak berhasil karena tidak berlandaskan prinsip luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil). Peserta pemilu telah berlaku tak adil dengan memanfaatkan medianya sebagai alat kampanye. Semoga saja tema Hari Pers Nasional tahun ini menjadi peringatan bagi media-media yang tak independen.

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Politik USU 2012 dan aktif sebagai Koordinator Riset Pers Mahasiswa SUARA USU.

 

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus