BOPM Wacana

Pentingnya Keakuratan Data Pada Berita Media Online

Dark Mode | Moda Gelap
Foto Ilustrasi: Maria Patricia Sidabutar

 

Oleh: Muhammad Renu Fatahillah

Beberapa tahun terakhir, media online hadir memberi warna baru dalam dunia jurnalistik. Kecepatan dan kemudahan dalam menyampaikan informasi merupakan salah satu keunggulan. Sehingga menomorsekiankan keakuratan datanya.

Keberhasilan sebuah media daring (online) dapat dilihat dari kecepatannya dalam menyajikan berita. Semakin cepat berita itu naik, maka semakin banyak pula pembaca portal tersebut. Berbagai keuntungan kemudian didapatkan oleh sang empunya media, seperti pemasukan iklan dan branding  untuk media itu sendiri.

“Deadline, deadline, dan deadline”. Tak bisa dipungkiri jurnalis media daring dituntut untuk mencari dan menulis berita dengan sigap. Namun, tuntutan itulah yang akhirnya membuat jurnalis seringkali lalai terhadap keakuratan berita yang diliputnya dan pekerjaannya menjadi tidak optimal.

Dalam membuat berita untuk media daring biasanya menggunakan berita lempang atau straight news, sehingga berita yang disampaikan harus singkat, padat, dan jelas. Namun, sayangnya kriteria tersebut akhirnya membuat informasi yang diberikan hanya sepotong-potong. Maksudnya, tidak semua fakta dituliskan oleh si jurnalis. Bahkan tak jarang pula seorang jurnalis mengambil jalan pintas untuk menyalin tulisan orang lain, dengan ataupun tanpa editan.

Terakhir kali, pada tahun 2012 Dewan Pers mencatat terdapat 30 kasus berita tak akurat karena media daring tidak menguji informasi atau melakukan konfirmasi. Terlebih lagi media daring mengutamakan kecepatan tanpa dibarengi verifikasi.

Dapat dikatakan, data merupakan elemen terpenting dalam produk jurnalistik. Panama Papers adalah salah satu produk jurnalistik yang membuktikan kekuatan jurnalisme berbasis data dalam mengungkap sebuah kasus.

Panama papers sendiri merupakan dokumen yang dirilis organisasi wartawan global, Internasional Consortium of Investigatve Journalists (ICIJ). Dokumen ini berisi data terkait bisnis rahasia, pencucian uang, dan pengemplangan pajak yang melibatkan ratusan nama penting dari berbagai negara lewat firma hukum Mossack Fonseca.

Dokumen ini terdiri atas 11,5 juta file dari database Mossack Fonseca firma hukum yang mengurusi bebas pajak terbesar keempat yang berbasis di Panama. File-file ini berisi tentang bagaimana orang-orang terkaya menyembunyikan kekayaannya dari kewajiban membayar pajak. The Panama Papers juga disebut sebagai data jurnalisik terbesar yang pernah diungkap di internet, sepanjang sejarah.

Namun, tak selamanya data yang didapat dengan mudah dari berbagai sumber itu dikatakan valid dan dapat dipercaya. Sebab, seharusnya seorang jurnalis berusaha untuk mengolah kembali data itu dengan sebaik-baiknya, bukan mentah-mentah dipublikasikan. Sehingga tidak menimbulkan suatu kebingungan informasi mana yang benar dan mana yang salah.

Pada intinya, jurnalis media daring harus benar-benar terjun langsung ke lapangan. Meminta data langsung pada sumber yang dipercaya kemudian memastikan data seobjektif mungkin atau tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Sebaiknya jurnalis sebagai salah satu agen perubahan bisa menghadirkan informasi yang benar. Berbasiskan data yang tepat dan bisa dipertanggungjawabkan dengan menerapkan jurnalisme data pada setiap pemberitaan yang hendak ditulis. Paul Bradshaw, wartawan senior asal Bolton, mengatakan jurnalisme data adalah bentuk dari konvergensi dari sejumlah bidang penelitian investigatif dan statistik untuk merancang dan membentuk pemrograman.

Memperoleh data jurnalisme harus melalui beberapa tahapan yaitu mencari data dari berbagai sumber yang kredibel, menyaring data lalu divisualisasikan melalui grafik atau gambar agar mudah dimengerti publik. Kemudian memublikasikannya menjadi suatu tulisan, terakhir mendistribusikan ke media-media seperti pada internet.

Selanjutnya adalah mengukur. Jurnalis melakukan pengukuran dari pembaca tentang tulisan yang ia buat. Selain itu jurnalisme data dapat membantu seorang wartawan menceritakan satu kisah kompleks melalui info yang menarik.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jurnalisme data sangat penting untuk jurnalis. Sebab, kesalahan penulisan fakta dalam berita dapat dikurangi bahkan meniadakannya. Apalagi jika jurnalis mampu memvisualisasi data tersebut dalam bentuk grafis.

Contohnya, ceramah spektakuler dari pembicara terkenal yaitu Hans Rosling mengenai bagaimana menggambarkan kemiskinan dunia dengan aplikasi statistik global, Gapminder. Ceramah ini menarik jutaan pemirsa dari seluruh dunia. Ada pula, karya populer David McCandless dalam menyuling angka-angka yang besar misalnya menempatkan belanja publik di dalam konteks, atau polusi yang dihasilkan dan dicegah oleh gunung berapi Islandia. Menunjukkan pentingnya desain yang bersih dalam informasi itu indah.

Visualisasi data dalam bentuk infografis ini pun tidak boleh berlebihan dan bertele-tele. Cukup dibuat sesederhana mungkin, yang penting telah menggambarkan data secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mudah dalam mengartikan visualisasi tersebut dan membantunya melengkapi bacaan berita yang dibacanya.

Saya berharap jurnalis media online tidak lupa menerapkan 9 elemen jurnalisme ataupun kode etik jurnalistik pada setiap beritanya. Jurnalis media online pun tidak hanya melakukan kegiatan untuk mencari dan mengolah informasi. Jurnalis juga harus mengedepankan cover both side atau berita yang berimbang, tidak berat sebelah atau memihak pada satu pihak.

Barangkali jurnalis media online bisa mulai berkaca pada media online yang telah menggunakan jurnalisme data. Misalnya pindai.org, tirto.id, dan Jaring.id. Satu lagi, selalu ingatlah untuk melakukan check dan re-check atas informasi yang didapat atau diterima untuk menuju kebenaran informasi tersebut.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4