Tahun 80-an lagu Oemar Bakri dipopulerkan oleh Iwan Fals dan melegenda menjadi latar lagu untuk sosok guru yang sederhana dan berdedikasi.
Sekitar pukul setengah dua siang di Kamis minggu terakhir Februari silam, ia keluar dari salah satu kelas di Gedung E Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Baru saja ia selesaikan kewajibannya mengisi jadwal kuliah mahasiswa untuk hari itu. Ia menenteng satu tas di tangan kanan dan menggenggam dua buah buku di tangan kiri.
Ia menuju ruang dosen yang berjarak dua puluh meter dari kelasnya mengajar. Sampai di sana ia langsung duduk. Ada dua orang rekan dosennya di sana.
“Baru selesai (mengajar–red) Pak?” ujar salah satunya.
“Mana asistennya?” lanjutnya disertai tawa sejenak.
Dengan cepat dosen yang ditanya menjawab sambil bercanda, “kita enggak perlu asisten. Profesor dan guru besar yang punya.”
Ialah P Anthonius Sitepu, dosen Departemen Ilmu Politik FISIP. Kini ia berusia enam puluh dua tahun. Sejak 1985, ia mengabdikan dirinya sebagai salah satu akademisi dan dosen untuk FISIP.
Ketika mendapat Tanda Mulai Tugas (TMT) di USU, ia ditempatkan di Departemen Administrasi Negara. Baru pada 2001 silam ia pindah ke Departemen Ilmu Politik bersamaan dengan dibukanya program studi tersebut.
Sudah hampir tiga puluh tahun lamanya menjadi dosen, selama itu pula ia berpikir harus memenuhi kewajibannya menghadiri kelas-kelas. Salah satu bentuk komitmennya adalah disiplin terhadap waktu.
“Saya jalan dengan prinsip saya mulai dari menghargai waktu,” ceritanya. Ia bertindak demikian agar mahasiswanya melakukan hal yang sama.
Ia bercerita saat kuliah di Universitas Parahyangan di Bandung dulu, ia selalu berusaha mengikuti jadwal kuliah tanpa terlambat. Hal tersebutlah yang tetap dibawanya hingga kini menjadi dosen.
Vinsensius Sitepu, anak bungsu Anthonius, berkisah disiplin ayahnya juga terbentuk ketika ia tinggal bersama saudaranya selama kuliah di Bandung. Saudara tersebut punya anak yang bersuamikan seorang tentara. Sebagai tentara ia bersikap cukup keras. Misalnya, Vinsensius bercerita Anthonius ‘muda’ bangun setiap hari pukul setengah enam.
Kebiasaan tersebut yang akhirnya mempengaruhi dan membentuk Anthonius disiplin terhadap waktu. “Sampai sekarang Bapak bangun jam segitu,” ucap Vinsensius.
Kebiasaan Anthonius yang disiplin terhadap waktu diakui oleh Daniel Hugo, mahasiswa FISIP 2011. Ia dan teman-teman satu stambuknya punya pengalaman menarik. Ceritanya saat itu mata kuliah yang diisi oleh Anthonius sudah mulai, lalu ada mahasiswa yang minta diizinkan masuk.
Anthonius biasanya tidak mengizinkan mahasiswanya yang terlambat, tapi saat itu ia mengizinkan. Itu kali pertama Anthonius memberi izin masuk setelah kuliah dimulai.
“Dia enggak pernah telat, jadi dia pun mau mahasiswanya enggak telat.” jelas Hugo.
Selain menganggap Anthonius adalah dosen yang total dan berdedikasi tinggi terhadap kewajiban sebaga akademisi, Hugo juga menganggap Anthonius sebagai dosen yang menunjukkan kesederhanaan.
Anthonius selalu menggunakan transportasi umum menuju kampusnya dan jarang menggunakan asisten mengisi jam ajarnya. Menurutnya bukan karena tidak mampu melainkan karena dedikasi sebagai dosen. Apalagi Anthonius sudah mencapai lektor di FISIP.
Lalu, Anthonius tak pernah gunakan telepon genggam.
Vinsensius mengatakan hidup dalam kesederhanaan pula yang ditanamkan bagi anak-anaknya, bahwa harta bukan tujuan hidup. Seberapa banyak pun harta jika tak sanggup kontrol kemauan, jiwa tidak akan tenang.
Kesederhanaan tersebut mengingatkan Hugo pada sosok Oemar Bakri dalam lagu Iwan Fals. Menggambarkan sosok Oemar Bakri sebagai guru yang loyal, mengabdi selama puluhan tahun dan sikap yang sederhana. Mirip Anthonius.
Vinsensius pun sepakat jika ayahnya disebut punya sifat Oemar Bakri yang melekat dalam dirinya. “Sederhana, lurus, makan dari gaji,” ucapnya. Selain itu dedikasinya terhadap dunia akademik juga sangat tinggi.
Sebagai seorang dosen Anthonius dekat dengan buku. Ia kerap berkunjung ke toko buku saat pergi ke luar kota. “Kalau masuk ke rumah, langsung jumpa lemari penuh buku.” Uniknya mayoritas buku tersebut adalah buku ilmu politik dan tentang agama Katolik
“Baru minggu lalu dia beli Tetralogi Pram dari Bandung,” lanjut Vinsensius.
Anthonius ingin mahasiswanya mendalami ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Vinsensius bercerita, jika seorang mahasiswanya minta perbaikan nilai, ayahnya akan meminta mahasiswa tersebut mencari dan membaca buku, lalu diberikan.
“Dari ilmu pengetahuan, untuk ilmu pengetahuan. Nanti mahasiswanya pun pasti ingat buku itu.”
Vinsensius menyebut ayahnya juga selalu ingat pada mahasiswa yang rajin dan menarik untuk diajak diskusi.
Seperti sosok Oemar Bakri, keinginan tertinggi seorang guru adalah menghasilkan anak-anak didik yang terbaik. Anthonius ingin mahasiswanya kuliah karena “ingin mengetahui” bukan karena “ingin lulus” saja. “Yang dikejar harus karena ilmunya,” sebutnya.
Ia mengatakan sebagai mahasiswa menepati waktu harusnya karena ingin mendapatkan materi kuliahnya. “Bukan karena didorong kewajiban lain,” sambungnya. Ia mengandaikan seperti ujian.
Menurutnya, ujian harusnya tidak perlu pengawas dan tidak perlu diawasi. Namun karena mahasiswa belum sadar esensi dari ujian tersebut, pengawas harus tetap diadakan.
Pernah dimuat pada Rubrik Profil Tabloid SUARA USU Edisi 101, Maret 2015.
BIODATA
Nama : Drs P Anthonius Sitepu
Tempat, tanggal lahir : Kabanjahe, 1 Juli 1952
Alamat : Jl Parang I, Gang Kuwalasari No 4, Medan
Pendidikan :
- SD Negeri 3 Kabanjahe (1958-1964)
- SMP Negeri 1 Kabanjahe (1964-1967)
- SMA Negeri 1 Kabanjahe (1967-1970)
- S1 Hubungan Internasional Universitas Parahyangan
- S2 Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (1991)
Buku :
- Studi Ilmu Politik
- Militer dan Politik
- Studi Hubungan Internasional
- Teori-Teori Politik