BOPM Wacana

Museum Jamin Ginting, Jejak Kenang Sang Pahlawan

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Santi Herlina

Megah | Bangunan museum terlihat dari depan yang terletak di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Jumat (25/3). Museum ini merupakan milik keluarga Jamin Ginting dan diolah oleh Yayasan Mahaputra Letjen Jamin Ginting.| Arman Maulana Manurung
Megah | Bangunan museum terlihat dari depan yang terletak di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Jumat (25/3).
Museum ini merupakan milik keluarga Jamin Ginting dan diolah oleh Yayasan Mahaputra Letjen Jamin Ginting.| Arman Maulana Manurung

Bentuk bangunan yang tak seperti bangunan pada umumnya, menjadikan museum ini tergolong unik. Namun Sayang, walau unik tapi kurang melirik perhatian pengunjung.

Bertempat di tengah-tengah ladang pertanian luas, Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo sebuah bangunan yang bentuknya berbeda dari bangunan pada umumnya berdiri begitu kokoh. Bangunan itu ialah Museum Letnan Jendral Jamin Gintings. Bangunan yang dibangun pada 2011 silam kemudian diresmikan secara langsung oleh Menteri Pertahanan RI pada 17 September 2013 ini kini menjadi salah satu tempat tujuan wisata Sumatera Utara.

Bangunannya yang unik menyerupai kacang tanah ini memiliki filosofi unik, bentuk kacang tanah diartikan sebagai sesuatu yang akan selalu melindungi isinya dari terpaan hujan pun sinar matahari. Pun sama dengan museum ini, meski Sang Pahlawan telah tiada jejak kenangnya tak akan dilupakan tetap menjaga peninggalan-peninggalannya dan melestarikannya.

Patung menyerupai Sang Jendral berdiri gagah persis di depan pintu masuk museum seolah menggambarkan sosok gagah Sang Jendral dahulunya. Di belakang patung terbentang ulos batak yang corak, warna, motiv dan bentuk nya begitu khas penanda Sang Jendral berasal dari tanah Karo. Tepat di atas pagar museum berdiri huruf tegas bertuliskan “MUSEUM LETJEN JAMIN GINTINGS”. Tak ada kepingan sampah pun terlihat di sekitaran museum, bunga yang tumbuh subur di sekitar musem menandakan bahwa museum ini dikelola sangat apik. Kaca yang melindungi museum sekaligus yang menjadi dinding bangunan tampak bersih.

Terdapat dua lantai dalam bangunan ini, Lantai satu berisi alat-alat pertanian yang pernah dipakai Letjen Jamin Gintings dahulu seperti kapak, mesin tenun, golok, dan sabit. Selain itu ada juga alat-alat rumah tangga seperti periuk, tungku, lesung, pemarut kelapa jaman dulu serta penggilingan. Sisanya merupakan barang-barang yang menggambarkan kebudayaan Karo dan pedesaan. Sedang di lantai dua, semua berisi barang-barang yang ia pakai saat mengemban bertugas, yakni baju kedutaan saat ia menjabat sebagai Duta Besar di Kanada, patung dirinya dan istrinya, simbol pangkat, piagam penghargaan serta buku-buku yang ia tulis sendiri dan buku tentang kebudayaan Karo.

Pertengahan 2011 di sebuah ruang rawat inap rumah sakit Darwin masih ingat betul. Suasana dan momen saat Riemenda Gintings puteri pertama Letjen Jamin Gintings berpesan kepadanya agar membangun museum untuk mengenang ayahandanya –Pahlawan Nasional Letnan Jendral Jamin Ginting. Juga sebagai pusat kebudayaan Karo. Sejak saat itulah Darwin bertanggung jawab dalam proses pembangunan juga pemeliharaan museum. “Museum ini dibangun sebagai jejak kenang Ayah,” Kata Darwin menirukan Riemenda.

Darwin tak dapat menahan air matanya saat mengenang pesan Riemenda hari itu. Pesan tersebut merupakan pesan terakhir almarhumah. Tak lama setelahnya, pada pertengahan 2011 Riemenda meninggal dunia. Empat bulan kepergian puteri pertama Sang Pahlawan, museum mulai dibangun dan selesai April tahun depannya. Masyarakat dan tokoh adat desa sekitar pun mendukung pembangunan museum ini.

Darwin Gintings, Penasehat museum yang juga merupakan keluarga Jetjen Jamin Gintings mengatakan Pengelolaan museum ini dipegang oleh Yayasan Maha Putra Utama Letjen Jamin Gintings, di ketuai oleh puteri kedua Letjen Jamin Gintings. Riahna Ginting. Museum ini murni milik pribadi. Mulai dari pengelolaan museum sampai karyawannya, semua tanpa campur tangan pemerintah. Inilah alasan mengapa museum ini tidak dijadikan sebagai situs cagar budaya. Sempat ada niat, sebab Darwin bilang ketertarikan masyarakat untuk datang akan lebih besar jika museum menjadi situs cagar budaya. Akan tetapi, Museum Letjen Jamin Ginting ini juga merupakan salah satu tempat wisata Sumut yang pengelolaannya tergolong baik, terlihat dari perawatan museum hingga pengelolaannya.

Hardiansyah salah satu pengunjung museum mengatakan museum tersebut bagus dan unik, tempatnya bersih juga pelayanan yang menurutnya sangat baik dilihat dari sambutan para karyawan museum. Namun menurutnya koleksi yang terlalu sedikit membuatnya sedikit bosan. Tak ada yang menarik perhatiannya jika ia akan berkunjung untuk kedua kalinya. Pun promosinya masih sangat kurang. Harusnya pihak museum bisa bekerja sama dengan pemerintah maupun masyarakat.

Ia berharap seharusnya juga ada agenda rutin untuk menarik minat pengunjung, seperti nonton bareng atau mengadakan perlombaan-perlombaan. Susahnya angkutan umum kesana menurut Hardiansyah juga menjadi salah satu kendala sepinya pengunjung.

Darwin sepakat dengan Hardiyansyah letak bangunan museum juga menjadi salah satu faktor sepinya pengunjung. Pun tiap hari hanya lima hingga sepuluh orang pengunjung yang datang. Kawasan yang terlalu jauh kedalam dan tidak banyak penduduk di sekitaran museum membuat masyarakat enggan berkunjung. Sepinya pengunjung yang datang inilah yang menjadi alasan pihak yayasan berencana membangun gedung teater di dekat museum. Nantinya, gedung teater ini akan ada pameran kebudayaan yang rutin diadakan setiap hari Jumat dan Sabtu selama sepekan.

 

Darwin Ginting-Penasehat Museum Jamin Gintings

“Museum ini dibangun sebagai jejak kenang ayah,” Ujar Darwin Gintings Penasehat Museum Letjen Jamin Gintings.

Beberapa waktu lalu, keluarga Jamin Gintings membeli sebidang tanah dengan luas lima ribu meter persegi yang dalam waktu dekat akan dilakukan pembangun. Selain membangun gedung teater, Darwin jelaskan Riahna juga berencana membangun sekolah Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi pertanian. Tujuannya untuk menempah para generasi muda Karo agar dapat membangun Karo kelak. Namun, fokusnya saat ini adalah untuk pembangunan teater, pembangunan sekolah ini akan dilakukan setelahnya. ”Kita kerjakan satu-satu dulu,” tutup Darwin.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4