Oleh: Izzah Dienillah Saragih
Indonesia’s cigarette market is considered the world’s fastest developing market. 30 percent of the 248 million adult population smokes which makes Indonesia the fifth-largest cigarette market in the world. (World Tobacco Asia 2012)
Jakarta, untuk kedua kalinya dalam tiga tahun terakhir akan menjadi tuan rumah bagi pelaksanaan World Tobacco Asia (WTA) 2012, sebuah konferensi dan pameran industri rokok Regional Asia dan Australia. Penyelenggaraan pameran yang juga bagian dari perayaan 40 tahun World Tobacco, sebuah event organizer pameran rokok dunia, dirasa begitu kontras, mengingat disaat negara Asia yang lain dengan terang benderang menyatakan komitmen terhadap pengendalian rokok melalui ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), dan menutup ‘pintu’ rapat-rapat bagi penyelenggaraan WTA, Indonesia justru dengan berbesar hati menerimanya.
Mengapa Indonesia? Mengutip pernyataan dari situs resmi WTA 2012,Indonesia is a recognized tobacco-friendly market with no smoking bans or other restrictions and regulations in contrast to neighboring ASEAN countries. See? Betapa kata terjemahan ‘tobacco-friendly market’ menegaskan kita yang juga satu-satunya negara di ASEAN yang tidak meratifikasi FCTC,sebagai pasar yang very very welcome bagi kukuhnya industri rokok di Asia, bahkan mungkin dunia.
Ironis, jika kita mengingat ada 1.174 rakyat Indonesia yang meninggal akibat rokok tiap harinya (Factsheet Tobacco Control Support Center, IAKMI). Atau biaya rokok dalam ekonomi rumah tangga yang merupakan prioritas nomor dua setelah pengeluaran untuk padi-padian atau beras (Susenas 2004),dan dianggap lebih prioritas dibanding pengeluaran untuk biaya pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan sebagainya. Atau juga membengkaknya biaya pengobatan yang ditanggung oleh negara akibat penyakit degeneratif yang ditimbulkan oleh rokok seperti kanker paru dan jantung koroner.
Sejenak, masyarakat diajarkan untuk bisa menerima keberadaan WTA 2012 di sini. Ada statement konyol bahwa melalui WTA akan terjadi peningkatan terhadap kesejahteraan petani tembakau. Konyol karena petani tembakau justru tidak pernah mengecap ‘manis’nya nikotin. Rata-rata upah petani tembakau hanyalah 47 persen dari rata-rata upah nasional (sekitar Rp 413.374 per bulan). Posisi tawar mereka dihadapan industri rokok, sebagai pembeli tunggal produk daun tembakau pun rendah. Belum lagi kenyataan bahwa 35 persen, daun tembakau masih didatangkan dari Zimbabwe, semakin menguatkan bahwa perhatian industri rokok bukan pada kesejahteraan kaum tani tembakau, tetapi hanya berorientasikan bisnis belaka.
Tolak WTA 2012!
Apapun itu, industrialisasi rokok adalah poin penting dari penyelenggaraan WTA. Produsen-produsen rokok akan memamerkan teknologi terbarukan mereka dalam memproduksi rokok, yang boleh jadi justru akan menggeser posisi buruh linting ataupun pekerja pabrik lainnya. Akan dibicarakan strategimarketing, branding, dan berbagai cara agar kaum muda Indonesia akan tetap jadi pemuja dan candu pada rokok. Atau bisa jadi juga, akan ada pembicaraan dan deal-deal politik antara pemerintah dan pengusaha rokok guna mempermulus segala regulasi tembakau dan rokok di Indonesia. WTA hanyalah satu dari banyak jalan untuk memperkuat industri rokok di Asia, maupun dunia.
Belum lagi penyelenggaraan WTA ini seolah ‘memperindah’ wajah kita di mata dunia, sebagai negara yang belum bisa berkomitmen terhadap upaya pengendalian tembakau. Pemerintah kita (boleh jadi presiden dan menteri-menteri ataupun pejabat pemerintahan lainnya) akan berbesar hati membuka acara ini, tersenyum menyambut tetamun pebisnis rokok yang hadir. Ini tak lebih dari simbol penasbihan, kealpaan komitmen serius pemerintah dalam pengendalian tembakau dan rokok. WTA yang diselenggarakan pada 19-21 September nanti, (sebulan lebih dari perayaan kemerdekaan Indonesia ke-67), seolah mencungkil kedaulatan negeri ini untuk menyehatkan kehidupan bangsanya. Maka dari itu, tolak WTA 2012!.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat 2010, aktif sebagai Koordinator Riset Pers Mahasiswa Suara USU.