Oleh: Vanisof Kristin Manalu
BOPM WACANA — Mahasiswa Fakultas Pertanian (FP) 2010 Anry Sianturi menggugat rektorat ke pengadilan karena tak terima dirinya di-drop out (DO). Gugatan ini dilakukan sebab Anry merasa tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan dirinya di-DO. Demikian disampaikan Anry yang biasa dipanggil Tulus, Selasa (11/7).
Tulus sampaikan ia mengetahui SK tersebut pada 12 Januari, dua minggu setelah keluarnya SK. Saat itu, di tanggal yang sama ia menemui dosen pembimbing dan Wakil Dekan I FP untuk meminta penjelasan atas SK Rektor tersebut.
“Saya sudah jelaskan ke pihak fakultas untuk meninjau ulang SK (surat keputusan) Rektor, tapi enggak direspon,” katanya. Pun saat ia menjumpai Wakil Rektor I, tanggapan yang diberikan saat itu yaitu keputusan dikembalikan ke fakultas.
Henri Manalu, kuasa hukum pihak rektorat, menyampaikan Anry melanggar peraturan akademik pasal 6 ayat 5 mengenai kartu rencana studi (KRS) yang sah harus ditandatangani pembantu dekan bidang akademik. Pun melanggar pasar 17 ayat 2 mengenai mahasiswa yang tidak mengikuti perkuliahan dua semester berturut-turut tanpa alasan yang sah wajib mengundurkan diri atau dinyatakan putus studi.
Sedangkan Tulus mengatakan dirinya tidak mengisi KRS semester 12-13 karena ada kendala keterlambatan membayar uang kuliah. Namun, ia telah minta izin keterlambatan pembayaran SPP dan ditandatangani oleh WD I. Setelah selesai melakukan pendaftaran, portal kembali diaktifkan oleh operator Prodi Agroekoteknologi.
Tulus menjelaskan, pada 7 Maret 2017 ia mengirimkan surat permohonan peninjauan kembali SK Rektor tersebut kepada Kepala Prodi Agroekoteknologi. Surat Tulus nyatanya ditindaklanjuti, dan Kepala Bagian Pendidikan mengirimkan surat konfirmasi kepada Wakil Dekan 1 Fakultas Pertanian pada tanggal 9 Maret 2017. Surat tersebut berisi pernyataan ia telah melakukan pembayaran uang kuliah dua semester dan memohon ia diberi kesempatan untuk menyelesaikan seminar hasil dan ujian sidang hasil.
Namun, hingga kini Tulus belum mendapatkan kabar mengenai permohonan tersebut sehingga dirinya memutuskan membawa masalah ini ke pengadilan.
Wakil Dekan I menolak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai hal ini. “Semuanya sudah diserahkan kepada pihak pengacara. Dan saya tidak mau kasih tanggapan apa-apa,” tuturnya.