BOPM Wacana

Lembaran Dilematis PSMS Medan

Dark Mode | Moda Gelap

Koordinator liputan: Apriani Novitasari

Reporter: Gio Ovanny Pratama, Hendro Hezkiel Siboro, Lazuardi Pratama dan Apriani Novitasari

Adanya dualisme di tubuh Persatuan Sepakbola Medan dan Sekitarnya (PSMS) menimbulkan ragam masalah. Namun sesungguhnya, ia ibarat badai yang menguji PSMS itu sendiri agar menjadi lebih kuat.

 

TUTUP LATIHAN | 29 pemain tim PSMS LSI foto bersama usai latihan, Senin, 11 Maret 2013. PSMS LSI terdiri dari 36 pemain dengan 7 pemain magang dan 3 pemain asing. | Sofiari Ananda
TUTUP LATIHAN | 29 pemain tim PSMS LSI foto bersama usai latihan, Senin, 11 Maret 2013. PSMS LSI terdiri dari 36 pemain dengan 7 pemain magang dan 3 pemain asing. | Sofiari Ananda

Bulan Oktober 2012 Andi Sitepu, pemain Liga Super Indonesia (LSI) mendapat informasi dari seorang temannya, bahwa ada seleksi pemain Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) LSI. Ia pun mengikuti seleksi tersebut, dan harus melewati tiga tahapan seleksi yaitu seleksi kemampuan, seleksi strategi simulasi permainan bersama calon pemain baru, dan terakhir, seleksi campuran bersama pemain senior. Ia pun lulus dan dikontrak manajemen PSMS LSI selama sepuluh bulan.

Andi baru dikontrak 11 Januari tahun ini. Ia hanya  menggantungkan hidupnya pada sepakbola, tak ada usaha lain. Sejak kecil hobinya adalah sepak bola. Sebelum terjun menjadi pemain PSMS LSI, kegiatannya sehari- hari bermain sepak bola. Menjadi pemain PSMS adalah impian Andi, dan ia merasa bangga untuk itu. Meskipun kini PSMS tak jelas hidupnya karena dualisme yang terjadi. “Ada kebanggaan karena bisa membela salah satu klub terkenal di Indonesia dan klub kebanggaan Kota Medan,” katanya.

Hampir sama dengan Andi, Alamsyah Nasution juga hidup dari sepak bola. Alam adalah satu-satunya pemain yang masih bertahan di PSMS LSI. Ada sekitar 26-30 orang yang membela PSMS LSI musim lalu, tetapi yang bertahan cuma Alam. Selebihnya pindah ke PSMS LPI dan ada juga yang pindah ke klub lain, dengan alasan beragam.

Beberapa waktu belakangan Alam mengaku gajinya sejak delapan bulan sebelumnya hingga sekarang belum diberi sepenuhnya. Bahkan hingga akhir Februari, gaji bulanan pemain LSI belum cair. Alam, sudah punya istri dan dua anak. Beruntung, ia masih punya tabungan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan uang tersebut. “Ya, kalau sekadar kebutuhan sehari-hari seperti makan minum alhamdulilah sih cukup,” katanya.

Ada juga Donny F Siregar, pemain PSMS dari Liga Primer Indonesia (LPI) yang merasa pendapatannya cukup untuk menafkahi keluarganya, berhubung ia juga pernah bermain di klub-klub lain. Meskipun sering ditunggak, ia juga tak punya pekerjaan lain untuk mendapatkan penghasilan.

Baik Alam dan Donny berpendapat, bahwa dualisme PSMS ini sangat merugikan nama PSMS, pemain dan juga pelatih. Donny mengatakan dualisme PSMS ini memuat lebih banyak kerugian daripada keuntungannya.

PEMBAGIAN | Mess penginapan tim PSMS LPI (kiri) dan PSMS LSI (kanan) di Stadion Teladan, Kebun Bunga Jalan Kejaksaan Medan, Selasa, 5 Maret 2013. Mess tersebut merupakan kantor dan tempat peristirahatan pemain PSMS. | Sofiari Ananda
PEMBAGIAN | Mess penginapan tim PSMS LPI (kiri) dan PSMS LSI (kanan) di Stadion Teladan, Kebun Bunga Jalan Kejaksaan Medan, Selasa, 5 Maret 2013. Mess tersebut merupakan kantor dan tempat peristirahatan pemain PSMS. | Sofiari Ananda

Suimin Dihardja, pelatih PSMS LPI merasa adanya dualisme yang terjadi di tubuh PSMS sangat merugikan banyak pihak. Sebenarnya, ini pun adalah dampak dari dualisme di Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sendiri.

Padahal kata Suimin, dulu PSMS punya ‘nama’ yang cukup baik, PSMS merupakan salah satu klub yang menjadi pemasok bagi timnas. Namun sejak adanya dualisme PSMS dua tahun lalu, menimbulkan perpecahan dan berdampak pada turunnya kualitas pemain. Inilah yang membuat Suimin kecewa.

Kerugian yang paling kentara adalah dalam masalah penggajian. Adanya dualisme ini menyebabkan klub-klub profesional tak lagi dapat jatah dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Ketua Umum PSMS LPI Benny Harianto Sihotang, membenarkan hal tersebut. Baik PSMS LPI dan LSI mendanai manajemen mereka menggunakan dana pribadi.

Dikatakan Benny, keadaan ini berdampak pada pemain PSMS LPI yang belum mendapatkan kontrak, hingga berstatus sebagai pemain prakontrak. Penundaan pemberian kontrak lebih disebabkan karena belum jelasnya regulasi kompetisi yang diberikan PSSI.

“Besaran jumlah prakontrak itu sendiri berbeda-beda untuk tiap pemain. Untuk pemain yang mempunyai reputasi nasional diberikan sepuluh persen dari besaran kontrak yang dijanjikan,” jelasnya.

Hal ini sangat berbeda dengan dulu. Dijelaskan Benny, dulu pemain mendapat kontrak penuh selama satu tahun, sehingga pendapatan yang diperoleh sesuai dengan kontrak yang diberikan manajemen. Sementara sekarang tidak menentu, pemain hanya diberikan prakontrak yang sifatnya tidak mengikat sehingga status pemain menjadi tidak jelas.

Agung Prasetyo, adalah salah satu pemain yang bernasib demikian. Ia sudah dua bulan bergabung dengan PSMS LPI, namun belum diberikan kontrak dan masih berstatus pemain prakontrak. Agung baru mendapat Rp 2 juta dengan tambahan uang lelah dari manajemen. Beruntung, ia masih lajang dan tak punya tanggungan. ”Gaji yang udah diterima disyukuri aja,”

Sistem gaji PSMS LSI juga mengalami perbedaan dengan tahun lalu. Ketua Umum PSMS LSI Indra Sakti menjelaskan, tahun lalu pemain akan diberikan 25 persen dari kontrak pada awal bermain, kemudian 75 persen akan dibagikan per bulan. Sementara tahun ini kesepakatan kontrak diawal akan dibagi tiap bulannya, dengan masa kontrak pemain hanya sepuluh bulan.

Menurut Suimin, inti masalah yang terjadi saat ini adalah ketidakmampuan pemimpin dalam pengelolaan klub. Selain masalah gaji, asupan makan pemain juga membuatnya cukup miris. Pasalnya, asupan gizi yang sehari-hari mutlak diperlukan pemain belum mencukupi. Padahal, bermain sepak bola sangat membutuhkan energi yang besar. Hal ini memengaruhi daya tahan dan kualitas stamina pemain.

JELANG LIGA | Pemain tim PSMS LSI melakukan latihan, Senin, 11 Maret 2013. Tiap pemain hanya dikontrak dalam masa sepuluh bulan.| Sofiari Ananda
JELANG LIGA | Pemain tim PSMS LSI melakukan latihan, Senin, 11 Maret 2013. Tiap pemain hanya dikontrak dalam masa sepuluh bulan.| Sofiari Ananda

Alam tak membantah kabar yang sempat tersiar bahwa pemain dan pelatih PSMS LSI hanya makan nasi bungkus. Ia pun sepakat dengan asupan gizinya yang tak sesuai dengan kebutuhan dirinya sebagai pemain. ”Kalau berita yang keluar di koran ya begitulah adanya,” katanya sambil tersenyum kecil.

Suimin menambahkan, kuota pemain yang cukup besar secara otomatis menyebabkan pemain dipaksa untuk terus berlatih dan kualitasnya bukannya semakin baik, malah memburuk. Melihat kondisi pemain sekarang, ia merasa adanya sedikit persaingan yang kurang sehat antara pemain dualisme PSMS.

Senada dengan Suimin, Indra pun menyadari bahwa dualisme ini membawa segudang kelemahan, seperti banyaknya target-target yang belum tercapai. Namun menurutnya, apabila hal itu dianggap membawa dampak negatif, maka PSMS akan semakin terpuruk.

Ia bilang, dualisme sesungguhnya juga membawa dampak positif seperti membangun konsolidasi dan memompa usaha keras bagi PSMS sendiri. Kondisi PSMS saat ini masih lemah. PSMS harus keluar dari kondisi ini dan diberi dukungan. “Ini kekurangan yang menjadi harapan bukan menjadi hambatan,” tegasnya.

Indra mengatakan bahwa klubnya PSMS LSI, sedang melakukan penyesuaian dalam situasi ini. Seharusnya masyarakat Medan juga melakukan penyesuaian dengan kondisi nyata yang saat ini terjadi. Ia menilai setiap pihak harus bersikap bijak dan tegas dan berusaha mengambil dampak positif dari kejadian ini.

Justru menurut Indra, tantangan saat ini adalah nilai jual PSMS yang menurun dan masyarakat masih tidak mau tahu hal itu. Selama ini pihak manajemen yang menanggung semua tuntutan yang tidak bisa direalisasikan. “PSMS masih bisa jalan dan hidup seperti sekarang ini, maka itu harus disyukuri,” ujarnya

Justru menurut Indra, tantangan saat ini adalah nilai jual PSMS yang menurun dan masyarakat masih tidak mau tahu hal itu. Selama ini pihak manajemen yang menanggung semua tuntutan yang tidak bisa direalisasikan. “PSMS masih bisa jalan dan hidup seperti sekarang ini, maka itu harus disyukuri,” ujarnya

Kepala Bidang Peningkatan Prestasi Keolahragaan, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Medan A’zam Nasution memaparkan kesalahan lain yang terjadi pada dualisme ini. PSSI membuat dua liga, sehingga berimbas pada PSMS untuk memenuhi kuota pemain. “Jadi jangan disalahkan PSMS-nya,” tegas A’zam.

Selain itu, menurut A’zam pemain PSMS beruntung, karena kuota untuk bermain sepakbola banyak, maka lapangan pekerjaan juga bertambah. Sebaliknya hal itu merugikan masyarakat karena prestasi PSMS yang semakin buruk. Ia tahu kondisi pemain saat kini tidak baik.

A’zam merasa pemerintah juga punya tanggung jawab dengan masalah ini. Namun pihak Dispora tak bisa berbuat apa pun, karena pengelolaan PSMS sudah tergolong profesional. Pemerintah daerah hanya membina olahraga amatir, karena ada larangan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (permendagri) bahwa pemerintah tidak boleh duduk sebagai pejabat di PSMS.

Peran Dispora atas nama pemerintahan kota dalam masalah dualisme PSMS adalah mengimbau dan memberi masukan sebagai pembina, namun tidak bisa mencampuri lebih jauh. A’zam mengatakan ada asumsi masyarakat bahwa pemerintah menggunakan kekuasaan dalam PSMS. Jadi, mencari solusi sendiri itu yang diharapkan. “Ini karena imbas dari PSSI yang karut marut,” pungkas A’zam.

PENGARAHAN | Wakil manajer tim PSMS LPI Julius Raja memberikan informasi seputar kejelasan timnya usai latihan, Kamis, 28 Februari 2013. Dualisme yang terjadi membuat pemain PSMS LPI berstatus prakontrak. | Sofiari Ananda
PENGARAHAN | Wakil manajer tim PSMS LPI Julius Raja memberikan informasi seputar kejelasan timnya usai latihan, Kamis, 28 Februari 2013. Dualisme yang terjadi membuat pemain PSMS LPI berstatus prakontrak. | Sofiari Ananda

Suryanto, salah seorang pendukung PSMS, cukup prihatin melihat dualisme PSMS yang berdampak pada kondisi pemain. Dari sudut pandangnya, ia berpendapat komitmen PSSI untuk membangun kekuatan timnas tidak tercapai. Buktinya ada dualisme kepemimpinan bahkan liga. “Ini merupakan tanda sepak bola Indonesia belum bisa disebut profesional, semi pun belum bisa karena untuk mengurus hal dasar saja belum mampu,” katanya sambil tersenyum, miris.

PSMS adalah bagian dari PSSI, Suryanto menginginkan baik pemerintah maupun PSSI harus cepat mengambil sikap, dualisme bukan hanya tak pantas dipertahankan tapi sangat merugikan. Seperti apa pun keadaan PSMS yang terbagi dua saat ini, ia tetap mendukung kedua-duanya, karena di matanya PSMS adalah satu. “Sangat miris melihat perkembangan PSMS akhir-akhir ini, kita tak punya kebanggaan lagi dibuatnya,” pungkasnya.

Nata Simangunsong, Ketua Suporter Medan Cinta Ayam Kinantan (SMeCK) memaparkan, SMeCK sendiri sudah banyak melakukan upaya-upaya untuk menyatukan PSMS. Mulai dari upaya persuasif pada kedua manajemen PSMS Medan, aksi turun ke jalan, dan terakhir mimbar terbuka yang diadakan di Pendopo USU sekitar tiga bulan yang lalu. Hal ini mereka lakukan dalam rangka menyuarakan PSMS Medan yang satu.

Untuk PSMS sendiri ia mengharapkan agar PSMS Medan fokus untuk pembinaan pemain dan penyelesaian konflik dualisme, serta perbaikan stadion Teladan yang menjadi kandang PSMS Medan. “Untuk dua sampai tiga tahun ini tak perlu juara dulu, pembinaan dan manajemen harus bersatu dulu,” harapnya.

 

Laporan ini dimuat dalam Tabloid SUARA USU Edisi 91 yang terbit Maret 2013.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4