Oleh Hadissa Primanda
Judul: Unforgettable, Tentang Cinta yang Menunggu
Pengarang: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media
Tahun terbit: 2012
Jumlah halaman: 184 halaman
Harga: Rp 43.000,-
Ini adalah sepenggal kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine yang berdebu. Kisah mereka yang hidup dalam penantian dan bertemu cinta.
Kisah ini bercerita tentang seorang perempuan awal 20-an yang hidup di balik halaman buku, mendefinisikan dirinya dengan uraian kata melalui tinta dan imajinasi. Ia adalah adik dari pemilik sebuah kedai wine bernama Muse, sebuah rumah kayu usang tempat mereka tinggal. Ia tak punya keinginan untuk tahu dan menguntai kisah dengan dunia luar. Lebih asyik bermain dengan diri dan pikirannya sendiri, dekat jendela di sebuah pojok Muse, ditemani gelas-gelaswine.
Sementara lelaki itu adalah seorang pengunjung tetap. Datang setiap malam pukul 9 kurang lima menit. Kemudian berlalu saat jam menunjukkan angka 11. Ia selalu memesan Gabarnet Sauvigon, cukup satu gelas.
Tak dinyana, mereka ternyata punya ketertarikan sama satu sama lain. Selalu bertemu setiap hari dengan kondisi yang persis sama membuat muncul riak-riak pertanyaan dalam diri mereka. Perempuan itu tertarik dan tak pernah bisa melepaskan pandangannya terhadap si lelaki. Bahkan tanpa sadar ia selalu menunggu kedatangan lelaki itu tiap hari.
Begitu pun si lelaki. Seiring dengan kemelut pikiran akan rutinitasnya sehari-hari, keberadaan perempuan itu menjadi suplemen sendiri untuk tak pernah absen datang ke Muse. Ia selalu penasaran dengan apa yang dilakukan si perempuan, dan kenapa dia ada di situ.
Hingga suatu hari, pandangan mereka bertemu. Detik itulah yang kemudian menyeret keduanya dalam pusaran kisah baru. Hampir setiap malam mereka habiskan untuk bercerita. Tentang kenangan masa lalu yang sendu dan masa depan yang abu. Tentang keluarga, cinta, impian, dan harapan yang kandas. Tak ada alasan pasti dan tidak ada pula benang merah yang mampu menjawab kenapa keduanya bisa saling terbuka, saling berargumen, dan berdiskusi.
Tapi mereka tak peduli dengan masa kini. Karena mereka hanyalah orang-orang yang bertemu di perjalanan, entah mengapa dan tidak perlu tahu mengapa. Ditemani gelas-gelas wine yang selalu punya makna dalam setiap kisah mereka.
Satu lagi karya manis karangan Winna Efendi dengan tema cinta. Ceritanya kali ini cukup unik dan berbeda dengan karyanya yang lampau. Jika Ai dan Refrain bercerita tentang persahabatan yang berubah menjadi cinta, kali ini ia mengisahkan kisah cinta dua orang yang tak saling mengenal namun menemukan kenyamanan satu sama lain. Ini bukan kisah cinta biasa. Di dalamnya kita juga menemukan arti melupakan, menemukan, melepaskan, juga tentang pencarian.
Alur penulisannya yang memukau membuat kita seakan berada di Muse dan melihat kedua tokoh utamanya bercengkerama. Selain itu, tidak terdapat banyak karakter dalam novel ini. Pemilihan lokasi kejadian juga hanya berada di Muse, meskipun di bagian akhir mereka sempat keluar dan pergi ke tempat lain.
Winna tak hanya memfokuskan ceritanya pada sudut pandang satu tokoh. Kisah perempuan dan laki-laki ditampilkan secara selang-seling. Pendeskripsian yang sangat detail membuat pembaca akan terbuai dengan rangkaian kata-katanya yang tak menggunakan diksi biasa. Ditambah lagi, Winna melengkapi keindahan novelnya dengan pesan-pesan moril serta filsafah-filsafah yang penuh makna.
Pemilihan judul bab juga menarik. Beragam jenis wine dalam daftar menu Muse merangkap sebagai daftar isi. Sehingga setiap kisah yang diuraikan tokoh utama dalam tiap bab selalu dikaitkan maknanya dengan jenis wine yang menjadi judul babnya.
Misalnya pada bab Eswein yang bercerita tentang cinta. Perempuan itu mengungkapkan cinta seperti segelas Eiswein. Kesan pertama saat meminumnya selalu manis, dan setelah diteguk habis rasanya tersisa untuk waktu yang sangat lama, baik itu pahit atau manis.
Bisa dibilang kisah yang ditampilkan sederhana dan seakan nyata. Rangkaian kehidupan tokoh dirangkai sendiri oleh pembaca melalui cerita-cerita kisah masa lalu tokoh. Sehingga tidak ada alur yang jelas dalam cerita ini, karena menggunakan alur maju mundur. Begitu pun dengan keterangan waktunya. Namun, kisah ini ditutup dengan sesuatu di luar prediksi. Akhir yang haru namun tetap indah.
Meskipun begitu, penggunaan kata-kata kiasan hampir di keseluruhan novel membuat pembaca yang tidak begitu terbiasa dengan jenis cerita seperti ini kewalahan. Mereka akan berpikir lebih panjang untuk mencerna maksud si pengarang, sehingga kesan manis dan menyentuh yang ingin disampaikan si pengarang tidak didapatkan.
Novel ini didedikasikan bagi mereka pencinta novel roman nan puitis, atau tipe manusia yang melankolis. Cocok untuk menemani malam-malam lelah setelah beraktivitas ataupun bagi yang mengalami insomnia, karena baik untuk pengantar tidur.