BOPM Wacana

Kenaikan SPP USU, Sebuah Drama yang ‘Cantik’

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Wan Ulfa Nur Zuhra

Lempar batu sembunyi tangan, peribahasa ini agaknya tepat untuk menggambarkan drama kenaikan Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP) Universitas Sumatera Utara (USU). Begini lah drama itu dimulai.

20 Maret 2010, Prof Chairuddin P Lubis yang saat itu masih menjabat sebagai rektor mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang kenaikan SPP. SK bernomor 933/H5/1.R/SK/KEU/2010 itu dikeluarkan tepat sepuluh hari sebelum masa jabatannya sebagai rektor berakhir. SK tersebut menyatakan SPP mahasiswa Strata Satu (S1) angkatan 2010 naik 100 persen dari mahasiswa di tahun-tahun sebelumnya.

Mahasiswa 2010 harus membayar SPP dua kali lipat dari mahasiswa yang terdaftar di tahun-tahun sebelumnya. 2 juta per tahun untuk eksakta, dan 1,5 juta untuk non-eksakta. Sampai di sini jelas saya nyatakan bahwa Chairuddin munafik. Betapa tidak, di awal menjabat sebagai rektor ia berjanji SPP S1 USU jalur reguler tidak akan mengalami kenaikan selama dirinya menjabat sebagai rektor. Tapi apa yang dijanjikannya tidak ditepati, kata munafik saya rasa cukup mewakili.

31 Maret 2010, kabar baik datang dari Mahkamah Konstitusi (MK). Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU-BHP) yang telah disahkan pada 17 Desember 2008 lalu dan mendapat kecaman dari hampir seluruh mahasiswa Indonesia ini akhirnya dibatalkan oleh MK. Alasannya cukup kuat, UU-BHP dinilai bertentangan dengan UUD 1945 yang menjadi konstitusi negara ini.

Dibatalkannya UU BHP sontak membuat mahasiswa Indonesia girang. Isu komersialisasi pendidikan yang dianggap sebagai dampak nyata dari BHP diharapkan akan hilang bersama keputusan MK tersebut. Namun, harapan itu tak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di USU.

Di hari yang sama dengan dibatalkannya UU-BHP, kekuasaan tertinggi USU berganti dari Prof Chairuddin P Lubis ke Prof Syahril Pasaribu. Tak lama setelah pelantikan tersebut, kabar kenaikan SPP bagi mahasiswa baru merebak di USU. Terlebih ketika Tabloid Mahasiswa SUARA USU memuat berita kenaikan SPP tersebut.

Beberapa elemen mahasiswa USU pun menggelar aksi. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Namun, tetap tak digubris oleh pihak rektorat. Mahasiswa yang turun aksi hanya disambut petugas keamanan kampus.

Suatu fenomena yang ‘lucu’ memang, ketika mahasiswa di penjuru negeri bisa menikmati sejenak euforia pembatalan UU yang menjadi musuh bersama, mahasiswa USU justru dihadapkan dengan bentuk nyata komersialisasi pendidikan.

Beberapa pertanyaan muncul di benak saya. Mengapa SPP naik di saat UU BHP dibatalkan? Mengapa Prof Chairuddin mengeluarkan SK Kenaikan SPP di akhir masa kepemimpinannya? Bukankah itu akan merusak citranya di mata masyarakat yang telah memegang janjinya untuk tidak menaikkan SPP?

Jika ditinjau secara yuridis, SK rektor tersebut masih legal. Alasannya karena SK dikeluarkan sebelum UU-BHP dicabut oleh MK. Apakah ini yang menyebabkan USU tak bisa menunggu hingga Prof Syahril dilantik? Apakah USU sudah menduga bahwa MK akan membatalkan UU tersebut? Boleh jadi seperti itu. Yah..sebuah drama yang ‘cantik’.

Drama ini terlihat lebih ‘cantik’ ketika pihak rektorat berdalih bahwa fakultas lah yang mengusulkan kenaikan SPP tersebut. Usulan itu kemudian dirumuskan di tingkat universitas hingga akhirnya tercapailah keputusan untuk menaikkan SPP. Seperti itulah penjelasan Humas USU Bisru Hafi yang saya baca di Tabloid Mahasiswa SUARA USU.

Padahal, sepengetahuan saya pihak rektorat sudah mengarahkan setiap fakultas untuk membahas kenaikan SPP. Dengan dalih ‘usulan fakultas-fakultas’ mungkin akan sedikit membersihkan nama Prof Chairuddin. Setidaknya ia bisa berdalih bahwa bukan dirinya yang menaikkan SPP, tapi hal itu dilakukan karena permintaan dari tiap-tiap fakultas. Sungguh ‘cantik’ bukan?

Refly Harun, salah satu pakar Hukum Tata Negara menyatakan dari aspek kebijakan, SK Rektor itu harus dicabut. Alasan mendasarnya, meski SK ditandatangani sebelum UU-BHP dibatalkan MK, namun isi kebijakan itu, yakni kenaikan SPP, belum diterapkan. “Karena UU BHP sudah dibatalkan dan kebijakan kenaikan SPP belum diterapkan, ya harus ditinjau ulang. Tidak bisa pihak rektorat ngotot-ngototan,” terang mantan staf ahli di MK itu kepada salah satu surat kabar lokal.

Namun, pihak USU sepertinya kukuh dengan keputusan tersebut. Di berbagai surat kabar, USU menyatakan bahwa keputusan untuk menaikkan SPP tidak bisa ditawar-tawar lagi mengingat SPP USU belum pernah naik selama 10 tahun terakhir.

Ya, SPP USU memang tergolong paling murah. Murah untuk mahasiswa S1 yang masuk di jalur reguler. Bagaimana dengan mahasiswa jalur mandiri? Mereka membayar lebih dari sepuluh kali lipat SPP mahasiswa regular dan jatah kursi yang disediakan USU untuk mereka juga tergolong besar. Bahkan di fakultas kedokteran, mahasiswa jalur mandiri membayar SPP 50 kali lipat dari mahasiswa reguler. Apakah subsidi silang yang diterapkan selama ini masih belum cukup?

Sebagai mahasiswa USU, saya kerap mendengar komentar pejabat tinggi USU yang menjadikan murahnya SPP sebagai penyebab bobroknya fasilitas. Apakah itu bisa dijadikan pembenaran? Semiskin itu kah USU hingga tak bisa menyediakan tempat sampah di sepanjang jalan kampus itu? Jika memang iya, saya akan sangat mendukung kenaikan SPP.

Namun, iya atau tidak, saya dan ribuan mahasiswa lain tidak akan pernah tahu. Tidak ada transparansi atas pengelolaan keuangan USU kepada mahasiswa. Mahasiswa hanya tahu status laporan keuangan USU, tanpa tahu alokasi yang jelas dari dana yang masuk ke USU.

Drama kenaikan SPP USU memang sudah dirancang sedemikian rupa hingga sulit mencari celah untuk membuat SK itu dicabut. Rektorat tidak akan peduli meskipun mahasiswa ribut. Saya sepakat dengan apa yang diutarakan Refly Harun, keputusan untuk menaikkan SPP tersebut masih perlu ditinjau kembali.

*Koordinator Online Pers Mahasiswa SUARA USU

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4