Oleh: Fredick Broven Ekayanta Ginting
Judul | : Stonehearst Asylum |
Sutradara | : Brad Anderson |
Naskah | : Joseph Gangem |
Pemain | : Kate Beckinsale, Jim Sturgess, David Thewliss, Ben Kingsley, Michael Caine |
Tahun | : 2014 |
Durasi | : 103 menit |
Melihat semua penderitaan, aku mengetahui tidak ada yang lebih kejam dari sakit jiwa. Ia merampas akal sehat, martabat, dan jiwa manusia.
Itulah sepenggal kalimat yang diucapkan Edward Newgate (Jim Sturgess) kepada Silas Lamb (Ben Kingsley) saat bertemu di sebuah rumah sakit jiwa di Inggris, Stonehearst Asylum, akhir 1899. Edward adalah dokter muda ahli jiwa lulusan Universitas Oxford yang mengajukan permohonan magang di Stonehearst Asylum. Sementara Silas adalah pengawas rumah sakit jiwa tersebut.
Stonehearst Asylum dapat dikatakan sebagai rumah sakit jiwa yang menampung pasien-pasien dengan kondisi parah, mirip rumah sakit terpencil yang ada dalam film The Shutter Island garapan sang maestro film sejenis, Martin Scorsese. Beberapa pasien yang ditampung mengidap penyakit neurasthenia, dementia praecox, homo, epilepsi, melankoli, bahkan pengidap hysteria (gangguan saraf kronis). Edward berpendapat sakit jiwa sangat menyiksa penderitanya, ia terjadi begitu lambat tanpa belas kasihan kematian.
Tapi Edward dan Silas kemudian berdebat soal bagaimana harusnya menangani pasien-pasien tersebut. Edward bersikukuh tujuan seorang doker jiwa menangani sang pasien adalah untuk menyembuhkan dan mengembalikan kesadarannya, hingga terlepas dari penderitaannya. Sementara Silas berpendapat tak ada sakit jiwa yang bisa disembuhkan dan tak ada obat bagi kondisi kejiwaan manusia. “Di sini tidak menenangkan pasien dengan membuatnya pingsan pakai bromida. Lebih baik para pasien dihibur dengan kondisi murni alamiah.” Begitu ungkap Silas.
Pada saat yang sama Edward bertemu seorang pasien pengidap hysteria bernama Eliza Graves yang diperankan dengan apik dan anggun oleh Kate Beckinsale. Eliza dianggap gila karena menusuk mata suaminya ketika bercinta. Ia mudah lesu, kesemutan di tangan dan kaki, dan kejang-kejang ketika bagian tubuhnya disentuh laki-laki. Dari pandangan pertama kepada Eliza, terlihat Edward langsung terkesima dan jatuh hati. Dari sinilah pengalaman panjang Edward di Stonehearst Asylum dimulai.
Pengalaman tersebut membawa Edward menemukan sebuah penjara bawah tanah. Ia bertemu Benjamin Salt (Michael Caine) yang mengaku sebagai penanggung jawab sesungguhnya Stonehearst Asylum. Bersama Benjamin terdapat puluhan tahanan lainnya yang ia sebut sebagai pegawai-pegawai rumah sakit jiwa tersebut. Cerita Benjamin, Silas adalah salah pasien yang memimpin para pasien memenjarakan Benjamin bersama seluruh pegawainya, dan mengambil alih rumah sakit.
Menariknya dalam film ini penonton dibawa menyaksikan dilema yang dialami Edward, antara mengungkap misteri sebenarnya Stonehearst Asylum atau menghentikan magangnya dan melaporkan apa yang dilihatnya. Ia terlanjur jatuh hati pada Eliza, berniat membawa Eliza pergi bersamanya. Maka ia pilih: mencari tahu fakta sebenarnya soal Stonehearst Asylum.
Brad mengadaptasi film ini dari cerita pendek karya Edgar Allan Poe berjudul The System of Doctor Tarr and Professor Fether yang dipublikasikan pada 1845. Tidak diragukan lagi kualitas cerita yang dihasilkan oleh Poe tentu saja. Belakangan diketahui bahwa Edward bukanlah Edward sesungguhnya. Edward yang berkunjung adalah Edward palsu yang sebenarnya adalah pasien rumah sakit jiwa lain pengidap pseudologia fantastica.
Pseudologica fantastica adalah penyakit di mana orang sangat jago berbohong, licik, dan kacau. Pengidapnya tidak pernah menemukan jati diri sesungguhnya. Lebih ironisnya pengidap ini tak dapat disembuhkan. Demikianlah yang dialami Edward palsu. Ia menggunakan identitas palsu demi mengejar Eliza yang pernah dijumpainya. Edward ke Stonehearst Asylum sebenarnya adalah untuk membawa Eliza bersamanya. Prolog film menjadi kunci, yang menjelaskan awal mula cerita film ini. Uniknya, Edward mampu bertindak laiknya orang waras dan normal. Penonton tidak akan menyangka jika Edward adalah orang gila. Karakter Edward dibangun sangat kuat.
Salah satu pesan yang disampaikan adalah betapa kekuatan cinta sangat besar, bahkan mampu menaklukkan penderitaan terbesar manusia (jiwa yang tidak waras) sekalipun. Sepanjang sejarah umat manusia begitu banyak pengalaman soal cinta dua manusia antara lelaki dan perempuan, sehingga lahir ungkapan seperti cinta itu buta, cinta itu irasional, bahkan cinta itu adalah gila. Cinta tak hanya meruntuhkan logika, dalam film ini disampaikan, bahwa cinta bahkan menaklukkan jiwa manusia, martabat tertinggi manusia itu sendiri.
Film ini layak menjadi referensi pecinta film thriller, psikologis, misteri, dan horor sekaligus. Semua dimiliki film ini. Film ini mengingatkan kembali keberhasilan The Shutter Island lima tahun lalu yang menjadi salah satu film thriller terbaik sepanjang sejarah perfilman Hollywood. Bahkan Brad menyiapkan lebih banyak adegan-adegan mengejutkan dibanding yang ditampilkan Martin dalam The Shutter Island.