BOPM Wacana

Bubur ‘Salah Kaprah’ di Masjid Raya Medan

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Aulia Adam

Sebenarnya ia hanya bubur sup biasa; nasi yang dimasak dengan air berlebih dicampur kentang, wortel, daging dan sedikit garam. Tapi orang-orang menyebutnya Bubur Pedas, padahal Bubur Pedas tak sesederhana bubur sup. Jadilah ia bubur ‘salah kaprah’.

Senin (29/7) lalu, Melinda bingung ingin berbuka puasa di mana. Ia sedang malas memasak. Setelah lama berpikir, ia memutuskan akan berbuka di Mesjid Raya Al-Mashun Medan. “Lagi kepengin Bubur Pedas di sana,” katanya.

Hari itu bukan hari pertamanya berbuka di sana. Dalam Ramadan kali ini saja, Melinda dan suaminya sudah empat kali berkunjung ke Masjid tersebut khusus untuk menyicipi Bubur Pedas yang tersohor namanya itu. Ia ketagihan.

“Selain enak, masakan di sini juga terkenal higienis,” tambahnya.

Bubur yang dimaksud Melinda sebenarnya bukanlah Bubur Pedas yang asli. Bubur yang disajikan Masjid tersebut hanyalah bubur sup biasa. Nasi yang dimasak dengan air berlebih dicampur potongan kentang, wortel, daging dan dibumbui sedikit garam. Di atas bubur, ditabur anyang, daun singkong rebus yang dicampur asinan kelapa parut, tauge dan bunga buah pepaya.

Tapi Melinda tak mengetahui hal tersebut. Bersama puluhan orang yang hadir untuk berbuka puasa bersama di Masjid Raya hari itu Melinda hanya tahu kalau bubur tersebut disebut Bubur Pedas.

Berbeda pula yang terjadi pada Yuliana. Ia adalah wisatawan dari Pasaman Barat, Padang, Sumatera Barat. Hari itu ia datang bersama suami dan cucunya. Sengaja ingin mencoba Bubur Pedas yang konon hanya mudah ditemui saat Ramadan begini. “Sudah rindu pengin mencoba lagi,” kata Yuliana.

Bubur 'Salah Kaprah' yang dibagikan di Masjid Raya Al-Mashun Medan. | Aulia Adam
Bubur ‘Salah Kaprah’ yang dibagikan di Masjid Raya Al-Mashun Medan. | Aulia Adam

Kali pertama Yuliana dan suaminya mencoba Bubur Pedas adalah sekitar empat sampai lima tahun lalu. Saat itu tetangganya yang berasal dari Tanjung Pura, Langkat membawakan keluarga mereka ole-ole berupa Bubur Pedas sekaligus bumbu mentahnya. “Warna buburnya kuning kehijau-hijauan. Isinya ubi, ubi rambat, labu jipang, labu kuning, kacang, jagung dan macamlah. Tampilannya memang aneh, tapi pas sudah dicoba ya kayak gini ini, saya dan suami saya jadi suka sekali. Tak lupa dibuatnya,” Yuliana mendeskripsikan Bubur Pedas yang pernah dimakannya dengan logat Sumatera Barat yang kental.

Zulkifli (kiri) sedang menuang bubur ke puluhan piring, sementara rekannya membagikan anyang di atas bubur.| Aulia Adam
Zulkifli (kiri) sedang menuang bubur ke puluhan piring, sementara rekannya membagikan anyang di atas bubur.| Aulia Adam

Sekitar dua puluh menit sebelum berbuka, panitia berbuka puasa Masjid Raya Medan sibuk menuangkan bubur yang dikira Yuliana Bubur Pedas ke dalam puluhan piring di atas sebuah meja persegi panjang berukuran 2×1 meter. Seorang panitia lain sibuk menaburkan anyang di atas piring yang telah diisi bubur. Seketika pula, puluhan orang mengerumuni meja tersebut. Isinya: warga sekitar seperti Melinda, beberapa pelancong dari berbagai kota seperti Yuliana dan beberapa gelandangan yang biasa mengemis di sekitaran Masjid Raya Medan pada Ramadan begini.

Puluhan orang mengantri untuk mengambil piring-piring berisi bubur sup.| Aulia Adam
Puluhan orang mengantri untuk mengambil piring-piring berisi bubur sup.| Aulia Adam

 

“Jangan diambil dulu!” kata seorang panitia, pria tua berumur sekitar 60 tahunan.

Sebagian pengunjung patuh. Mereka hanya diam mengelilingi meja. Tapi beberapa orang malah sudah mengambil piringnya. Salah satunya ialah Yuliana.

“Taruh dulu Buk! Sabar lah!” teriak panitia lain.

“Iya maaf, Pak, saya kira sudah boleh,” kata Yuliana sambil meletakkan kembali piringnya. Lantas ia memilih kembali duduk bersama suaminya di pelataran Masjid yang sengaja disediakan untuk acara berbuka. “Tunggu sudah tidak ramai saja baru diambil lagi,” katanya.

Yuliana kaget. Bubur Pedas yang pernah dimakannya tak sama dengan bubur yang sedang dibagikan.

Haji Zulkifli, panitia tua yang memberikan aba-aba pada Yuliana untuk tidak mengambil buburnya mengaku kalau bubur yang ia masak memang bukanlah Bubur Pedas. “Ini bubur sup biasa,” tegasnya.

Suasana berbuka di Masjid Raya Medan.| Aulia Adam
Suasana berbuka di Masjid Raya Medan.| Aulia Adam

Ia yang sudah 20 tahun mengabdi sebagai juru masak Masjid Raya Medan menjelaskan, dahulu Bubur Pedas yang asli sempat menjadi penganan khas berbuka puasa di Masjid tersebut. Tapi karena pembuatan Bubur Pedas yang asli lebih rumit dan peminat bubur tersebut kian banyak, tradisinya berubah. Panitia mengganti Bubur Pedas menjadi bubur sup biasa.

“Kalau memasak bubur sup lebih mudah dan cepat. Tiga gentong hanya perlu 3 jam,” kata Zulkifli.

Zulkifli yang merupakan orang Melayu asli mengaku sering memasak Bubur Pedas yang asli sebagai penganan berbuka bagi keluarganya. Bubur yang ia maksud persis sama dengan bubur yang pernah dimakan Yuliana. Berwarna kuning kehijauan, diisi umbi-umbian, kacang-kacangan, jagung muda dan dibumbui dengan bumbu khusus yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama untuk meraciknya.

“Bahkan, kalau bagi orang Melayu ada istilah bubur pahit untuk menamai Bubur Pedas ini. Saking susahnya membuatnya,” tambah Zulkifli.

Ia bercerita, bahan-bahan yang diperlukan untuk meracik bumbu Bubur Pedas sangatlah susah didapat. Bumbu tersebut berisi rerempahan yang jumlahnya bermacam. “Ada juga istilah ‘bumbu 99 macam rempah’ saking banyaknya rempah yang harus diingat,” kata Zulkifli.

Yang bisa ia ingat: ketumbar, merica, cengkih, kayu manis, lengkuas, serai, jintan putih, daun jeruk, kapulaga, daun pegagah, temu mangga, temulawak, temu jingga, daun mangkok, kunyit, kincung, daun sikentut.

Bahkan, keluarga Zulkifli tak pernah lagi membuat sendiri bumbu Bubur Pedas. Ia akan membelinya dari pedagang Bubur Pedas lain—yang sedikit jumlahnya di Medan—jika ingin memasak sendiri bubur Khas Melayu tersebut.

Bubur Pedas yang asli. | Aulia Adam
Bubur Pedas yang asli. | Aulia Adam

Zulkifli sebenarnya menyayangkan masyarakat sekitar yang masih salah kaprah terhadap bubur yang dihidangkan Masjid Raya Medan setiap Ramadan. Menurutnya kesalahkaprahan tersebut bisa mengancam eksistensi Bubur Pedas yang asli. “Kalau orang Melayu pasti sekali lihat sudah tahu kalau bubur yang dibagi di sini bukan Bubur Pedas, atau orang yang sudah pernah makan. Tapi cemana pula bagi orang yang tak tahu?” tambah Zulkifli.

Ia juga menyayangkan media yang turut andil membuat masyarakat salah kaprah tentang bubur sup di Masjid tersebut. “Dua hari lalu (27 Juli-red) salah satu stasiun TV meliput acara buka di sini. Saya sudah bilang bubur yang dibagi bukan Bubur Pedas, tapi bubur sup biasa. Tapi tetap saja yang disiarkan Bubur Pedas yang salah kaprah,” pungkas Zulkifli.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4