Oleh: Tantry Ika Adriati
Judul | : Ayah |
Penulis | : Andrea Hirata |
Penerbit | : PT Bentang Pustaka |
Tahun Terbit | : 2015 |
Jumlah Halaman | : 396 Halaman |
Harga | : Rp 74.000 |
Selang empat tahun setelah novel terakhirnya; Laskar Pelangi Song Book, Andrea Hirata akhirnya membalas kerinduan pembaca dengan meluncurkan karya terbarunya. Ayah merupakan novel pertama Andrea yang tidak menceritakan tokoh Ikal.
Andrea Hirata tak menampik dirinya butuh waktu lama untuk menyelesaikan novel Ayah, karyanya yang kesembilan setelah sepuluh tahun berkiprah di dunia tulis menulis. Enam tahun dihabiskannya untuk mengumpulkan riset novel tersebut. “Padahal menulisnya hanya butuh waktu berminggu-minggu,” ujarnya di sela-sela talkshow bersama Hitam Putih Agustus silam. Kala itu Andrea hadir dengan mengenakan topi newsboy cap hitam khasnya.
Niat Andrea menulis novel sederhana dan berdampak besar bagi pembaca terwujud dalam novel ini, sama seperti novel pertamanya Laskar Pelangi. Hingga September 2015, Ayah sudah enam kali dicetak ulang oleh Bentang Pustaka dengan jumlah dua puluh ribu eksemplar tiap terbitnya. Salah satu dampaknya, penyanyi Indonesia Meda Kawu terinspirasi menulis lagu berjudul Hai Ayah setelah membaca novel tersebut. Selain itu, Andrea sudah ditawari memfilmkan novel tersebut oleh beberapa sutradara Indonesia.
Novel ini bercerita tentang perjuangan seorang ayah di Desa Belantik, Belitong. Sama seperti novel Andrea sebelumnya, Belitong diangkat menjadi latar tempat dan budaya. Ia juga memilih gaya penulisan distingtif karakter (karakter kuat-red). Karakter ayah yang kuat ini diceritakan Andrea dalam setiap kisah tokoh-tokohnya; Sabari, Insyafi, Markoni, Amirza, Manikam, dan Jon Pijareli.
Awal cerita, seorang pria miskin bernama Sabari tengah melamun di sebuah gubuk kecil. Ia sedih ditinggal cerai oleh istrinya dan anaknya. Berhari-hari ia habiskan berdiam seorang diri menyesali kepergian Marlena, satu-satunya wanita yang sangat dicintai Sabari.
Setelahnya, cerita beralih pada kisah Amiru, anak dari Amirza. Amirza senang mendengarkan radio dan paling gemar pada acara Lady Diana. Suatu ketika radio tersebut digadaikan ayahnya untuk membiayai pengobatan ibu Amiru. Sebab rasa sayang pada ayahnya, Amiru memutuskan mencari uang untuk membayar kembali radio yang digadaikan ayahnya.
Ia sempat mengikuti sebuah lomba bersepeda berhadiah uang tunai, namun kandas tak diizinkan oleh pantia sebelum bertanding. Maka Amiru yang saat itu masih kelas 5 SD berjuang mengumpulkan uang dengan bekerja sebagai buruh. Niat baik Amiru membuahkan hasil. Akhirnya uang yang ia kumpulkan cukup untuk membayar radio. Lalu Amiru menghadiahkannya pada ayahnya.
Kisah Amiru yang saat itu tak ada hubungannya dengan Sabari hanya berhenti sampai di situ saja. Lalu Andrea fokus menceritakan kehidupan Sabari dan Lena, mengapa pada akhirnya Sabari bisa jatuh cinta pada Marlena.
Marlena merupakan gadis berlesung pipi paling cantik di desanya. Ia adalah anak dari Markoni, pengusaha bahan bangunan yang cukup sukses di Belantik. Markoni adalah sosok ayah yang tegas dan keras, ia berharap anak-anaknya bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi; satu hal yang tak pernah dicapai Markoni.
Watak keras Markoni ini tak disukai Lena, anak bungsunya. Ia tumbuh menjadi gadis degil dan tak suka belajar. Namun karena ancaman Markoni, akhirnya Lena berhasil masuk ke SMA negeri dengan nilai Bahasa Indonesia 9,5, berkat usahanya mencontek kertas jawaban Sabari. Sejak itulah Sabari mulai jatuh cinta pada Lena. Ia selalu mengirimkan puisi sebagai ungkapan rasa cintanya pada Marlena. Bakat menulis puisi ini turun dari Insyafi, ayah Sabari yang merupakan guru Bahasa Indonesia.
Maka berlanjutlah kisah cinta bertepuk sebelah tangan Sabari dan Lena. Lena tak suka pada Sabari karena rupa Sabari yang jelek dan bergigi tupai. Meski ditolak berkali-kali, Sabari tetap sabar menanti Lena dan tak lelah mengiriminya puisi. Pada suatu hari, saat Sabari beranjak dewasa akhirnya ia berkesempatan menikahi Lena atas izin Markoni. Namun, Lena masih tetap tak mencintai Sabari, ia pun meninggalkan Sabari dan membawa anaknya Zorro pergi dari Belitong.
Andrea Hirata berhasil membangun alur cerita maju-mundur dengan lembut dan mengalir. Diksi sederhana dan puitis ia sajikan dalam setiap kalimatnya, sehingga pembaca mudah memahaminya. Pada akhir cerita, benang merah antara kisah Amiru dan Sabari terjawab. Amiru ternyata adalah Zorro, anaknya yang dibawa pergi Lena.
Humor ala Andrea menjadi bumbu tersendiri pada novel ini. Misalnya, kedai kopi Usah Kau Kenang Lagi muncul pada novel ini yang juga ada pada novel keempatnya Maryamah Kaprov. Andrea masih punya segudang ide sederhana membangun nama tokoh, berhasil menjadi lelucon dan menghibur pembaca. Misalnya nama Sabari yang merupakan paduan Sabar dan imbuhan –i, diberikan ayahnya setelah lama dengan sabar menanti kelahiran Sabari. Atau nama Tamat yang diberikan ayahnya agar ia tak pacaran sebelum tamat dari perguruan tinggi.
Novel ini merupakan karya pertama Andrea yang tidak menggunakan sudut pandang aku dan tidak menceritakan tokoh Ikal (dirinya sendiri). Maka bolehlah Ayah menjadi pembayaran Andrea setelah penantian panjang kita selama empat tahun. Setelah sebelumnya ia kembali dari International Writing Program 2010 di IOWA University, salah satu beasiswa menulis yang diberikan kedutaan besar Amerika Serikat.