
Oleh: Putri Salwa Assyifa
Di tengah ramainya komunikasi digital, kedekatan emosional justru kerap sulit tercipta. Siapa saja bisa tampak terbuka di media sosial, tetapi menjauh saat hubungan mulai terasa dekat dan intens. Pola inilah yang kerap disebut sebagai avoidant attachment.
Avoidant attachment adalah salah satu dari empat gaya keterikatan (attachment styles) dalam teori psikologi yang dikembangkan oleh John Bowlby dan Mary Ainsworth. Menurut Wheeless dan Grotz (1976) pula, avoidant attachment melahirkan seseorang yang cenderung menghindar dan lari dari perasaannya.
Individu dengan avoidant attachment takut akan disakiti sehingga memutuskan untuk menghindar atas hubungan yang melibatkan emosi. Perilaku menghindar dinilai dapat menghambat kedekatan emosional dengan pasangan, keluarga, maupun teman.
Ciri-ciri dan penyebab paling umum
Orang dengan avoidant attachment dapat dicirikan dari perilaku yang cenderung menarik diri saat hubungan terasa semakin dekat, menghindari konflik dengan cara memutus komunikasi (ghosting), dan merasa aman hanya ketika mengandalkan diri sendiri.
Dari ciri-ciri paling umum itu dapat kita lihat pada zaman sekarang, di mana interaksi sosial banyak terjadi secara online. Sering kali, hubungan terasa “instan” dan dangkal, yang membuat mereka semakin enggan membuka diri.
Adapun penyebab avoidant attachment Menurut Wheeless dan Grotz (1976), antara lain:
1. Sering ditolak atau diabaikan
Jika seseorang sering merasa ditolak atau diabaikan oleh orang lain, dia akan belajar untuk menjaga jarak supaya tidak merasa sakit hati.
2. Tidak nyaman dengan kedekatan emosional
Orang dengan gaya ini merasa canggung atau takut kalau terlalu dekat secara emosional dengan orang lain, jadi mereka memilih untuk lebih menarik diri.
3. Suka mandiri dan tidak mau bergantung
Mereka lebih suka mengandalkan diri sendiri dan tidak mau bergantung pada orang lain karena takut kecewa.
4. Sulit mempercayai orang lain
Karena pengalaman buruk sebelumnya, mereka sulit percaya pada orang lain dan lebih memilih menjaga jarak agar tidak mudah terluka
Pengaruh avoidant attachment terhadap orang sekitar
Avoidant attachment tidak hanya memberi dampak pada individu yang mengalami, tapi juga berimbas langsung pada orang-orang di sekitarnya. Sikap menjaga jarak, enggan menunjukkan kerentanan, dan menghindar sering kali membuat relasi sehari-hari menjadi kurang hangat dan penuh jarak.
Dalam pertemanan, orang dengan avoidant attachment sering kali merasa terganggu jika terlalu sering diajak bertemu. Bagi mereka, intensitas pertemuan justru menimbulkan tekanan dan membuat seolah kehilangan ruang pribadi.
Selain itu, ghosting juga menjadi ciri yang kerap muncul. Mereka memilih menghilang tanpa penjelasan karena tidak nyaman menghadapi konflik emosional atau takut melukai perasaan orang lain.
Dalam lingkup keluarga, seseorang dengan avoidant attachment sering menghindari konflik. Alih-alih menyampaikan perasaan tidak setuju, mereka memilih diam atau menjauh. Mereka juga menolak untuk terlalu bergantung pada keluarga, tetapi di sisi lain bisa merasa gelisah jika tidak diperhatikan.
Avoidant attachment bukanlah “kesalahan pribadi” atau kelemahan karakter. Ini adalah respons emosional yang terbentuk dari pengalaman. Namun, mengenal dan memahami pola ini adalah langkah penting agar hubungan, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri, bisa menjadi lebih sehat dan seimbang.