“Hari Senin itu merah, Selasa kuning lemon, Rabu merah bata. Eh iya, angka 1, 3, 5, 6, 10 itu cowo, kalau 2, 4, 7, 8, 9 itu cewe.”
Belakangan ini hadir beberapa video di salah satu platform media sosial yang berisi pernyataan dari berbagai orang yang mempersepsikan berbagai warna yang mereka lihat pada nama-nama hari. Inilah yang disebut Sinestesia, sebuah fenomena neurologis ketika otak menimbulkan beberapa persepsi berupa penglihatan, suara, ataupun rasa dari suatu respons indra. Istilah sinestesia berasal dari bahasa Yunani, synth (bersama) dan ethesia (persepsi). Kondisi ini menjadikan seseorang mendengar suara saat mereka melihat benda, warna, atau tulisan, atau di lain hal mengasosiasikan pola dengan bentuk lainnya.
Hampir segala jenis sensori memungkinkan untuk terlibat dalam peristiwa ini. Namun, pada umumnya synesthetes (orang dengan sinestesia) memiliki hubungan antar bagian pada otak lebih kuat, terutama pada bagian otak yang berfungsi mengatur warna dan bahasa. Menurut American Psychological Association (APA), fenomena ini hanya terjadi di skala 1 dari 2.000 orang dengan kalangan terbanyak didominasi oleh para seniman, penulis, dan musisi; sekitar 20-25 persen orang dari profesi ini memiliki kondisi ini. Seniman terkenal seperti Vincent Van Gogh dan seorang astrawan, Vladimir Nabokov mengaku diri mereka memiliki sinestesia. Namun, menurut Psychology Today, kondisi ini sering dialami oleh wanita daripada pria.
Kenali Gejala Sinestesia
Pada umumnya, synesthetes bisa merasakannya pada saat mereka masih anak-anak dan semakin menyadarinya seiring bertambah usia. Beberapa jenis dan bentuk sinestesia diantaranya:
- Grapheme to Colour (Grafem terhadap Warna)
Sinestesia yang melibatkan huruf atau angka tertentu (grafem) tampak diwarnai atau terdapat warna pada huruf atau kalimatnya. Jenis ini merupakan bentuk sinestesia yang paling sering terjadi. Misalnya seperti contoh di atas: Senin itu merah, Selasa itu kuning, Rabu itu merah bata, dll.
- Sound to Colour (Suara pada Warna)
Synesthetes suara pada warna akan melihat benda yang memiliki banyak warna dengan suara yang berbeda-beda pula. Misalnya, pada saat synesthetes melihat kembang api warna-warni, di saat yang sama mereka dipicu oleh suara yang berbeda, seperti suara musik atau suara lainnya.
- Number Forms (Bentuk Angka)
Pada saat beberapa orang membayangkan angka, maka angka-angka itu muncul dalam bentuk yang berbeda yang mengasosiasikannya bersamaan dengan angka tersebut. Misalnya, melihat angka 2 sebagai bebek, angka 6 sebagai manusia berperut buncit yang tengah membungkuk, dan sebagainya.
- Ordinal Linguistic Personification (Personifikasi Linguistik Ordinal)
Jenis ini berkaitan dengan segala sesuatu yang berurutan seperti nama-nama hari, bulan, huruf, atau angka selalu dikaitkan dengan sifat dan kepribadian atau jenis kelamin selayaknya manusia. Misalnya seperti angka 1, 3, 5, 6, 10 itu laki-laki dan 2, 4, 7, 8, 9 itu perempuan.
- Lexical to Gustatory Synesthesia
Jenis ini termasuk bentuk sinestesia yang langka, ketika seseorang memiliki rasa yang khas pada indra perasanya saat membayangkan atau melihat benda. Synesthetes jenis ini bisa saja merasakan rasa cokelat pada saat melihat meja.
- Auditory-Tactile Synesthesia
Jenis ini juga termasuk sinestesia yang jarang dialami tetapi ada beberapa orang yang merasakannya. Sinestesia ini menjelaskan tentang suara tertentu dapat menimbulkan sensasi tertentu di bagian tubuh.
- Mirror Touch Synesthesia
Layaknya becermin, synesthetes akan merasakan apa yang orang lain rasakan. Misalnya mereka melihat orang lain terluka (katakanlah di bagian lutut), maka pada saat yang sama mereka akan merasakan sakit di lokasi yang sama (lutut).
Mengapa kondisi ini terjadi pada seseorang?
Segala yang kita alami akan terekam dalam otak kita. Biasanya, berbagai wilayah otak mewakili berbagai jenis informasi/stimulus, seperti lobus temporal yang merespons rangsangan suara, dan lobus oksipital yang berperan dalam informasi visual (penglihatan). Grafem dianggap sebagai perwakilan persimpangan antara lobus parietal dan temporal. Informasi tentang warna relatif terlibat dalam hal ini, yang berarti bahwa informasi atau stimuli yang kita tangkap lebih mudah untuk tercampur. Namun, sinestesia diyakini sebagai kejadian yang tidak biasa dari bentuk komunikasi silang pada daerah otak yang biasanya kinerjanya bekerja secara terpisah sehingga hal inilah yang menjelaskan mengapa grafem pewarnaan dalam sinestesia relatif paling banyak dialami daripada jenis sinestesia lainnya.
Semakin bertambah usia inidividu pada umumnya, terdapat proses pemangkasan koneksi saraf yang mungkin pada akhirnya membantu kita lebih memahami makna sebuah kejadian. Sinestesia juga mungkin disebabkan oleh pemangkasan koneksi saraf yang tidak memadai. Teori lain menjelaskan bahwa adanya informasi yang tumpang tindih biasanya ditahan oleh mekanisme penghambatan tonik pada otak. Saat penghambat ini dihilangkan, sinestesia mungkin dapat terjadi. Hal inilah yang menjelaskan adanya efek sinestetik dari obat-obatan tertentu serta dihubungkan dengan beberapa riwayat penyakit atau gejala kejang atau stroke.
Bagaimana Dampak Sinestesia pada Individu?
Meskipun terkesan aneh, sinestesia bukanlah penyakit, gangguan mental ataupun bentuk neurosis. Sebaliknya, synesthetes justru akan mendapatkan cara baru untuk melihat “dunia” melalui pencampuran indera yang unik bagi individu. Banyak synesthetes tidak menyadari pengalaman mereka sebagai hal yang tidak biasa dikarenakan mereka tidak mampu membagikan pengalamannya kepada orang lain yang tidak mengalami hal yang serupa.
Seperti pernyataan di atas, orang-orang dengan sinestesia berpotensi lebih dalam hal kreativitas. Singkatnya, sinestesia bukan hanya sekadar cara unik memahami kondisi sekitar kita, melainkan lebih memahami apa yang terjadi di dalam diri kita sebagaimana cara kerja otak kita. Ilmuwan neurologi kognitif, Vilayanur Ramachan berpendapat bahwa kondisi ini merupakan mutase genetic yang tidak hanya membuat seseorang merasakan sensasi yang tidak biasa, tetapi juga dapat mendorong ide dan kreativitas lebih besar.
Namun, terkadang kondisi ini bisa menyerupai gejala gangguan medis tertentu, seperti epilepsi, halusinasi, atau psikosis. Ketiga kondisi tersebut bisa dibedakan dari gejala yang muncul. Sinestesia hanya muncul ketika seseorang merasakan rangsangan tertentu pada salah satu pancaindra, sedangkan halusinasi dan epilepsi dapat muncul meski tidak ada rangsangan sama sekali.