
Oleh: Jennifer Smith L. Tobing
“Jangan cakap janjilah samaku, aku trust issue”
Kalimat di atas seringkali tercetus dalam pembicaraan di kalangan anak muda. Lambat-laun, istilah ini menjadi pembahasan yang umum di sosial media. Beberapa orang menganggap jika sekali saja seseorang tidak dapat menepati janji, maka orang itu tidak dapat dipercaya.
Trust issue atau masalah kepercayaan adalah kondisi seseorang mengalami kesulitan untuk percaya pada orang lain. Masalah ini dapat muncul dalam berbagai konteks, baik dalam hubungan pribadi maupun profesional. Mereka merasa kurang nyaman berinteraksi dengan orang lain akibat rasa enggan percaya hingga cenderung memilih menjauh agar terhindar dari potensi rasa kecewa.
Mengutip pandangan Prof. Dr. Syamruddin Nasution, kepercayaan artinya mengakui akan kejujuran dan kemampuan seseorang untuk benar-benar dapat memenuhi harapan. Namun, bagi orang yang memiliki trust issue, tidak semudah itu untuk percaya dengan orang lain. Sesederhananya, mereka sering meragukan perkataan orang tersebut.
Percaya = Siap Dikecewakan
Dilansir dari Verywell Mind, seseorang yang memiliki trust issue kerap berasumsi negatif terhadap orang-orang di sekitarnya. Meskipun orang tersebut telah membuktikan diri mereka dapat dipercaya. Ketika seseorang menawarkan bantuan, misalnya, mereka akan langsung curiga ada maksud tersembunyi di baliknya.
Sementara itu, lewat laman Choosing Therapy menambahkan bahwa ketika mengalami trust issue, seseorang akan berusaha menemukan bukti untuk menenangkan pikiran atau membenarkan keraguan terhadap gagasan yang ada. Tidak hanya memiliki rasa curiga yang berlebihan, seorang yang memiliki trust issue mudah untuk merasa cemburu dan takut ditinggalkan.
Meskipun tidak ada alasan jelas untuk meragukan kejujuran pasangan, teman, atau rekan kerja, mereka akan menelusuri apakah sebuah perkataan memanglah sebuah kebenaran. Akibatnya, mereka enggan berhubungan dengan orang lain dan sulit memaafkan kesalahan. Mereka merasa memaafkan orang lain sama saja dengan memberikan kesempatan untuk dikecewakan berulang kali.
Mengapa orang bisa mengalami Trust Issue?
-
Pengalaman dikhianati — Setiap individu pernah mengalami pengalaman dikhianati dengan cara yang berbeda, seperti diselingkuhi, ditolak, atau dibohongi. Seringkali, pengkhianatan ini melibatkan manipulasi atau kekerasan. Bagi mereka yang sangat tersakiti akan hal ini, akan sulit untuk mempercayai rekan atau memulai hubungan baru di masa depan.
-
Trauma masa lalu — Pengalaman buruk di masa lalu, seperti kecelakaan, pencurian, kekerasan, atau kehilangan orang terkasih, dapat menyebabkan seseorang mengalami trust issue. Ini mungkin terjadi karena kekhawatiran akan merasakan penderitaan serupa di masa depan.
-
Pola asuh — Anak yang dibesarkan dalam keluarga penuh konflik cenderung memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap orang lain. Dalam beberapa kasus, masalah ini dapat timbul hingga mereka dewasa.
- Lingkungan sosial — Trust issue dapat disebabkan oleh seseorang berpikir dirinya terus-menerus ditolak, diasingkan, atau di-bully dalam lingkungan sosialnya. Orang yang menghadapi situasi ini sering merasa tidak aman, sehingga sulit untuk dekat dan mempercayai orang lain, bahkan jika mereka berasal dari lingkungan yang berbeda.
Trust Issue Bisa Dihilangkan
Mengalami pengalaman buruk bukan berarti kita akan terus berkutat dalam hal tersebut. Jika ingin perlahan memudarkan efek buruk masa lalu tersebut, mulailah dengan belajar membangun rasa kepercayaan dan legowo. Pertama sekali, hentikan kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan bersyukur dengan apa yang dimiliki.
Penting untuk mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan dengan orang terdekat untuk memperjelas situasi guna membangun kepercayaan. Selain itu, pemikiran berlebihan atau overthinking yang sering muncul sangat rentan merusak hubungan diri sendiri dengan orang lain, padahal kemungkinan buruk yang dipikirkan belum tentu terjadi.
Mulailah ubah pandangan bahwa tidak semua orang akan mengkhianati dan memanfaatkan diri kita. Bangun benteng kepercayaan, dengan demikian pikiran tidak dipenuhi oleh pengandaian buruk tetapi juga punya tameng ketika sudah mempercayai orang lain.
Semesta ini terlalu luas untuk berputar pada poros kecil yang menyakiti diri kita. Satu orang yang telah mengkhianati, memberi pembelajaran bahwa hal jahat tersebut tidak akan kita lakukan kepada orang lain. Terpenting, belajarlah memaafkan diri sendiri dan orang lain sehingga kebahagiaan yang tulus juga akan menuju diri kita dengan sendirinya.