Oleh Aulia Adam dan Lazuardi Pratama
Judul: The Conjuring
Sutradara: James Wan
Tahun Rilis: 2013
Durasi: 112 menit
Pemain: Patrick Wilson, Vera Farmiga, Mackenzie Foy, Joey King, Lilli Taylor, Ron Livingston, Hayley McFarland, Shanley Caswell, Shannon Kook, Steve Coulter
Tak ada yang istimewa dari film ini. Kisah horor klasik tentang rumah berhantu dicampur mockumentary seram yang bilang kalau ini kisah nyata. Hanya saja, Wan pintar menata musik latar dalam filmnya kali ini. Sehingga tak perlu penampakan yang banyak-banyak, Anda akan tetap gerasak-gerusuk di tempat duduk.
Gabungkan saja The Amityville Horror dengan Insidious dan The Exorcist, maka Anda akan mendapatkan The Conjuring. Kisah-kisah horor klasik seperti rumah berhantu, kerasukan dan pengusiran setan menjadi batang primer jalan cerita film ini.
Selama sekitar 20 tahun sang produser Tony DeRosa-Grund merencanakan film ini setelah bertemu dengan Ed Warren yang kala itu masih hidup. Ed Warren memutarkan untuk Tony rekaman wawancara dengan Carolyn Perron (Lily Taylor) tentang kisah keluarganya yang diserang hantu jahat nun mengerikan. Barulah pada tahun 2013 kerja keras Tony terbayarkan dengan sebuah film horor yang belum lama dirilis langsung tersohor akan seramnya: The Conjuring.
Adegan pertama yang diputar adalah secuil kisah tentang boneka Annabelle, sebuah boneka yang katanya dirasuki makhluk gaib dan menghantui dua orang gadis yang tinggal bersama. Potongan adegan ini dibuat James Wan, sutradara Saw dan Insidious, untuk memperkenalkan tokoh utamanya, Ed (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga). Pasangan pemburu hantu yang namanya terkenal sejak 1960-an.
Ed, seperti yang dikutip dalam kehidupan nyatanya, adalah satu-satunyademonologist yang bukan pastor pada masanya. Demonologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari hal-hal gaib tentang setan yang cukup populer sekitar dekade tersebut. Sementara Lorraine adalah istri Ed yang mengaku dirinya sebagai cenayang.
Pada suatu kali, mereka ditemui seorang wanita yang mengaku rumahnya berhantu setelah keduanya memberikan kuliah umum mereka tentang kisah-kisah kerasukan. Wanita itu bernama Carolyn Peron. Ia bersama suami dan kelima putrinya baru saja pindah ke sebuah rumah pertanian yang jauh dari kota.
Hal-hal aneh mulai terjadi sejak hari pertama mereka pindah. Seperti Saddie, anjing mereka yang enggan masuk rumah lantas mati keesokan harinya, atau jam yang selalu berhenti pada pukul 3.07 dini hari. Kulit-kulit Carolyn juga mendadak lebam-lebam setiap pagi. Kaki salah satu putri mereka, Christine (Joey King) yang ditarik oleh makhluk tak berwujud setiap kali tidur, dan penampakan Rory, hantu bocah gendut yang hanya bisa dilihat oleh April (Kyla Deaver), putri bungsu keluarga Peron.
Ed dan Lorraine, seperti biasa, membantu keluarga itu dengan mencoba merekam aktivitas para hantu untuk ditunjukkan pada Pastor Gereja Katolik setempat, lantas diteruskan ke Vatikan untuk bisa ditindaklanjuti. Penindaklanjutannya adalah pengusiran setan dari wilayah tersebut.
Rupa-rupanya, hantu yang menempati rumah keluarga Peron adalah setan paling kuat yang pernah dihadapi Ed dan Lorraine; bernama Batsheba. Semasa hidupnya, ia adalah pemuja setan yang rela membunuh anaknya sendiri lantas menggantung diri dan mengutuk kediamannya. Sehingga selalu saja ada yang kerasukan dan mati ketika mendiami rumah itu.
James Wan adalah nama yang tidak asing dalam industri perfilman horor. Film thriller penuh darah Saw, Death Silence (2007), Insidious (2010) dan dalam waktu dekat ada Insidious: Chapter 2 adalah sebagian dari sekian film horor yang pernah ia garap sebagai sutradara. Pria kelahiran Sarawak, Malaysia itu kini meninggalkan kesan penuh darah yang ia sisipkan pada Saw dan mengirimkan pesan ketakutan seperti teror Insidious dalam The Conjuring.
Cerita yang biasa-biasa saja ini dibalut Wan dengan ketegangan yang benar-benar diaturnya apik. Kejutan tak melulu diumbar. Disusun rapi bersama musik latar mencekam. Tak jarang, Wan menggantung rasa kejut penonton. Ia hanya akan meninggikan volume musik latar tanpa menampilkan satu penampakan pun di klimaks musik tersebut. Bermain-main dengan rasa penasaran penonton. Sebuah trik segar yang jarang ada pada film-film horor serupa.
Lihat saja adegan ketika Carolyn mendapati dirinya tengah terjebak di ruang bawah tanah, lalu mendengar bisikan-bisikan bising di ruangan kosong tersebut, hangatnya aura setan dan tepuk tangan dari jemari pucat di belakang kupingnya. Clap! Clap!
Wan juga menyisipkan unsur drama keluarga yang lebih kuat pada film ini ketimbang film sebelumnya yang juga meraup sukses, yakni Insidious. Hubungan mesra Ed dan Lorraine, serta cinta-kasih Carolyn pada keluarganya menciptakan satu adegan haru di ujung-ujung film. Lebih menyentuh, ketimbang hubungan ayah-anak yang gagal terinterpretasikan dalam film Insidious.
Film ini juga terbantu dengan para karakter asli yang masih hidup di dunia nyata. Keluarga Peron memang masih hidup. Di berbagai blog berbahas Inggris yang khusus meresensi film-film horor, Andrea Peron, putri sulung keluarga itu menjawab pertanyaan peresensi tentang keaslian cerita yang coba Wan sadur ke dalam The Conjuring.
Ia bilang, ada lebih banyak cerita yang ia dan Lorraine asli sampaikan pada para penulis naskah. Tapi Andrea paham kalau tak semuanya bisa diterjemahkan dalam film berdurasi 2 jam-an. Bahkan Andrea berterima kasih pada Wan yang berhasil menangkap esensi cerita tersebut dan menurutnya berhasil mengisahkan cerita keluarga mereka melalui sudut pandang keluarga Warren.
Namun elemen-elemen cerita macam Bathsheba yang ternyata tidak mati bunuh diri, tapi karena berumur tua dan boneka Anabelle yang ternyata jauh lebih imut daripada yang difilmkan cukup melemahkan kesan ‘berdasarkan kisah nyata’ yang memang menjadi jualannya dari film ini. Meskipun Wan menyuguhkan beberapa foto asli keluarga Peron dan pasangan Warren saat credit tittle berjalan.
Setidaknya The Conjuring lebih baik daripada Insidious karya James Wan sebelumnya yang hantunya mirip badut.