BOPM Wacana

Takaran Eksistensi dan Urgensi Pema Masa Kini

Dark Mode | Moda Gelap
Ilustrasi: Krismon Duha

Oleh: Redaksi

Masyarakat USU sudah lama tak dinaungi sosok presiden. Di beberapa fakultas, juga tak ada wujud gubernur. Namun, kehidupan di USU kelihatannya ‘aman-aman saja’. Jadi, sebenarnya mahasiswa ini butuh pema atau tidak?

Kosongnya sekretariat Pema USU itu dikarenakan tak adanya sang tuan rumah. Namun, ia bukan sedang pergi ke mana-mana. Sang presiden bukan sedang melakukan kunjungan ke negara (baca: universitas) lain. Ia bahkan tak sedang menjalankan program kerja apa pun. Jelas saja, wong presiden mahasiswa memang sudah lama tak ada.

Kekosongan presiden mahasiswa USU telah berlangsung sejak tahun lalu. Bahkan sebenarnya sejak dua tahun lalu. Pemira USU yang sukses digelar terakhir kali terjadi pada tahun 2014. Saat itu, Brilian Amial Rasyid dipilih mahasiswa sebagai presiden mahasiswa periode 2014-2015. Kemudian pada 24 Mei 2017 lalu, barulah Pemira USU terjadi lagi. Padahal seharusnya tahun ini adalah pemilihan presiden ketiga setelah Bung Brilian.

Seharusnya, masa jabatan presiden mahasiswa hanya satu tahun. Lepas itu, harus dilakukan pemilihan ulang untuk memilih presiden baru yang akan menjabat selama satu tahun ke depan. Lalu begitu seterusnya. Hal ini telah diatur dalam tata laksana organisasi kemahasiswaan (TLO).

Ceritanya, Pemira USU 2015 lalu tak jelas sehingga pak presiden belum meninggalkan singgasananya. Lalu, Pemira USU 2016 sempat dilaksanakan namun juga berujung tak jelas.

Memang, mahasiswa sempat agak heboh saat Pemira USU 2016 berujung kisruh. Seakan kecewa karena sangat menginginkan sosok presiden. Namun, tak berapa lama setelahnya, warga USU kembali hening. Entah lupa, tidak mengerti, tidak tahu, atau memang tak mau tahu lagi. Tanpa presiden, mahasiswa USU terlihat hidup anteng-anteng saja di fakultasnya.

Himpunan mahasiswa jurusan banyak yang aktif berkegiatan. Mulai dari acara kecil-kecilan hingga menggelar acara besar. Sementara mahasiswa yang berorganisasi di Unit Kegiatan Mahasiswa, aktif beraksi di dalam kelompoknya masing-masing. Mereka tetap berjalan meski tanpa koordinasi dari pema fakultas maupun Pema USU.

Misalnya mahasiswa Bahasa Jepang dan Sastra Jepang yang tiap tahun menggelar Bunkasai. Padahal sudah lama tak ada pema di Fakultas Ilmu Budaya dan baru terbentuk lagi bulan lalu. Lalu, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik juga belum berganti gubernur sejak 2015. Sampai saat ini sang gubernur belum membacakan laporan pertanggungjawaban. Malah, baru-baru ini ia melepaskan status mahasiswanya dan menyandang gelar sarjana dengan bangga. Tahun lalu, KPU FISIP telah dibentuk namun Pemira FISIP tak pernah terlaksana hingga kini.

Meski begitu, beberapa himpunan mahasiswa departemen (HMD) di FISIP tetap menjalankan tugasnya. Berganti kepengurusan setiap tahun, menyusun lalu melaksanakan program kerja masing-masing. Begitu pula di beberapa fakultas lainnya yang status dan kinerja pemerintahan mahasiswanya tak jelas.

Dilihat dari mahasiswa per individu pun, mayoritasnya merasa aman-aman saja. Datang ke kampus setiap hari untuk belajar dan pulang untuk beristirahat dengan tenang. Selain itu, mahasiswa yang berorganisasi tetap berusaha melanjutkan estafet organisasinya dengan senang. Banyak pula mahasiswa yang berkompetisi di tingkat nasional hingga internasional dan menang.

Begitulah rupa kehidupan kampus USU kini. Mahasiswa kelihatannya baik-baik saja dengan atau tanpa sosok presiden dan gubernur yang mengayomi.

USU Punya Presiden!

Pesta demokrasi terbesar bagi mahasiswa akhirnya selesai digelar. Dari hasil rekapitulasi suara oleh KPU USU, total di seluruh fakultas ada sebanyak 8.265 mahasiswa yang berpartisipasi dari jumlah daftar pemilih tetap yaitu 34.800 mahasiswa.

Sedikitnya pemilih ini sebenarnya bisa disebabkan banyak faktor seperti efektif atau tidaknya sosialisasi yang dilakukan KPU, jam kuliah mahasiswa saat pemira berlangsung, mahasiswa merasa tak kenal sosok calon pemimpinnya, atau ketidakpedulian karena merasa tak perlu sosok pemimpin.

KPU USU sendiri mengaku jumlah peserta sosialisasi sangat sedikit di semua fakultas. Mahasiswa seperti tak tertarik dengan informasi seputar pemira. Entah memang tidak tertarik atau karena tidak paham fungsi pema.

Sudah cukuplah pema sekawasan—kumpulan gubernur-gubernur fakultas yang aktif—muncul ke permukaan. Saat ini, kita sudah punya presiden baru. Wira dan Hendra terpilih dengan perolehan suara 4.675.

Tugas pemimpin terpilih ini mungkin lebih berat daripada sebelumnya. Bukan hanya menyusun program kerja tahunan, menyelenggarakan acara, dan mengadvokasi masalah mahasiswa. Pemerintah baru harus lebih giat lagi menampakkan wujudnya ke mahasiswa. Membuat mahasiswa sadar pema ada karena mahasiswa dan untuk mahasiswa.

Dari riset yang dilakukan oleh Litbang SUARA USU, masih ada 8% yang mengaku tak mengetahui adanya Pema USU dan 92% tahu. Lalu Kelompok Aspirasi Mahasiswa diketahui oleh 60,1% mahasiswa dn 39,9% lainnya tak mengetahui.

Selain itu, riset ini juga mempertanyakan pengetahuan mahasiswa tentang adanya Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF). Untuk MPMU, 58,9% responden menyatakan tahu dan 41,1% tidak tahu. Sedangkan MPMF, 54,6% menyatakan tahu dan 45,4% tak tahu.

Di semua fakultas, masih ada 8,6% yang tidak mengetahui adanya gubernur dan 91,4% tahu. Saat ditanyai apakah pema fakultas berguna atau tidak berguna bagi mahasiswa, 35% menjawab iya, 48% menjawab mungkin, dan 17% menjawab tidak.

Namun, tentu ini bukan hanya soal tahu atau tidak tahu, tapi juga soal peran dan manfaat dari masing-masingnya. Hendaknya Pema USU dan pema fakultas tahun ini harus benar-benar ada dan merangkul seluruh mahasiswa. Begitu juga dengan lembaga lesgislatif yaitu MPMU dan MPMF. Pun untuk KAM yang berperan sebagai wadah mengembangkan kehidupan demokrasi di fakultas.

Dengan begitu, mahasiswa mungkin akan merasakan kembali pentingnya pemerintahan mahasiswa di USU. Jumlah mahasiswa yang berpartisipasi pada Pemira USU tahun depan hendaknya dapat meningkat. Ini tanggung jawab Pema USU.

Begitu juga dengan pema di setiap fakultas. Menjadi ‘ada’ untuk mahasiswa perlu dilakukan, bukan hanya sekadar ada. Pastinya, orang-orang yang duduk di bangku pemerintahan paham maksud kalimat tersebut tanpa harus digurui.

Untuk mahasiswa, mulailah sadar saat ini kita punya sudah punya presiden. Di fakultas masing-masing pun kita punya gubernur. Hadirnya para pemimpin ini adalah untuk menjamin kesejahteraan bagi mahasiswa. Menampung aspirasi dan keinginan mahasiswa.

Jika mahasiswa punya masalah dengan kebijakan dekanat maupun rektorat, ada pema yang bisa dijadikan tempat mengadu. Misalnya soal uang skripsi bagi mahasiswa mandiri yang baru-baru ini memberatkan mahasiswa. Fasilitas kampus yang tak layak, pengutipan liar di sana-sini, dosen yang tak kredibel, dan lainnya. Dan, tentu saja, sudah menjadi kewajiban pema untuk membela masyarakatnya. Mengkritisi atasan untuk kesejahteraan kawan-kawan mahasiswa.

Ini adalah tugas Presiden USU untuk membela mahasiswa hingga memperoleh keadilan. Satu lagi, mahasiswa juga harus turut serta memantau dan mengawasi kinerja para pemimpin. Seberguna apa mereka untuk kita.

Begitulah. Akhirnya, kita sudah punya presiden mahasiswa, kawan! Bagaimana perasaanmu, Lae? Senang, kecewa, atau masih biasa-biasa saja?

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4