BOPM Wacana

Sekolah Biasa Saja: Kritik Praktik Pendidikan

Dark Mode | Moda Gelap
Foto Ilustrasi: Thariq Ridho

 

Oleh: Thariq Ridho

Judul : Sekolah Biasa Saja
Penulis : Toto Rahardjo
Penerbit : Insist Press
Tahun terbit : 2018
Jumlah halaman : 252 Halaman
Harga : Rp 50.000

“Sekolah arus utama hanya berisi teori dan hafalan yang menumpulkan daya kritis dan nalar anak terhadap lingkungan sekitar”

Sekiranya kita salah mengartikan sekolah alam. Selintas dipikiran kita adalah metode belajar yang semulanya di ruang tertutup dialihkan ke ruangan terbuka. Padahal, konsep sekolah alam tidak hanya sesederhana itu.

Begitulah yang dijabarkan Toto Rahardjo. Ia berasumsi bahwa sekolah alam tidak  bertumpu pada pemindahan metode belajar saja. Tapi sudah ke ranah yang lebih fundamental. Sekolah yang mengaku dirinya sebagai sekolah alam sudah harus merancang konsep pembelajarannya sendiri yang menyatu dengan alam sekitar.

Sekolah biasa saja adalah bentuk persepsi Toto melihat fenomena booming munculnya berbagai sekolah alam.  Ia mengkriktik sekolah–sekolah alam yang mengaku sebagai sekolah alternatif dalam prakteknya hanya sebatas memindahkan metode belajar.

Dalam bukunya ia lebih menjelaskan tentang konsep sekolah alam yang ada di Nitiprayan daerah Yogyakarta. SALAM (Sanggar Anak Alam)  sekolah yang digagas oleh Sri Wahyaningsih istri Toto sendiri tahun 2000 lalu.

Sekolah tanpa seragam, mata pelajaran dan guru tumbuh dengan kurikulum berbasis riset. Anak dibebaskan memilih risetnya sendiri. metode riset yang diterapkap ternyata menjadikan anak belajar secara luas.

Misalnya anak meneliti kangkung. anak sekaligus mempelajari budidaya, letak geografis, gizi dan mamfaat dari kangkung. jadi anak tidak monoton hanya dari riset kangkung saja tapi dari keseluruhan aspek geografis, kesehatan, gizi dan budi daya semua dipelajari.

SALAM dalam proses belajarnya membiarkan setiap anak mencari peminatannya sendiri. Di SALAM proses belajar berpedoman bahwa setiap punya gaya pembawaan dan belajarnya sendiri. SALAM tidak menyeragamkan pendidikan seperti sekolah formal karena pendidikan seharusnya berbentuk banyak ragam.

Toto mengambarkan perbedaan SALAM dengan sekolah alam lainnya. SALAM sudah menerapkan ideologi  makna pendidikannya. SALAM tidak memindahkan metode belajar tapi menciptakan dan merancang pembelajaran sendiri.

Sumber Istimewa

Gagasan awal sekolah alam adalah kekecewaan terhadap pendidikan utama yang membuat sekolah formal sebagai kebutuhan wajib. Sekolah formal yang memaksa anak untuk belajar semua mata pelajaran yang terkesan memargin anak untuk bebas berekspresi, eksplorasi minat bakat dan potensinya.

Seharusnya sekolah alam  bukan hanya menerapkap pendidikan out door semata. Tapi juga membentuk dan merancang konsep pendidikan yang baru sesuai dengan anak-anak inginkan.

Sekolah Biasa Saja menggambarkan jelas tentang pengertian sekolah alam. Walaupun Toto banyak menggambarkan secara rinci tentang SALAM baik metode dan pedagogi yang diterapkannya.

Namun, Toto meninggalkan pesan kuat tentang hakikat pendidikan yang seharusnya diterapkan. Pendidikan yang selayaknya adalah pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai humanis, kritis, demokratis serta transformatif di setiap praktiknya dengan alam sekitar. Semua itu digambarkan Toto pada SALAM.

Tidak diragukan konsep-konsep pendidikan yang dituangnya pada buku Sekolah Biasa Saja menjadi bukti rill tentang pengabdian Toto di bidang pendidikan. Toto yang 20 tahun mengabdikan dirinya sebagai fasilitator pada sekolah kerakyatan di Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur hingga Papua memperlihatkan bahwa praktik sekolah formal tidaklah efisien.

Buku ini membuka pikiran kita tentang pengertian pendidikan dalam praktiknya di sekolah. Menyadarkan semua yang pernah bersekolah untuk bisa mengoreksi daya nalar tentang kehidupan sekitar.

Pada hakikatnya setiap yang manusia lihat. Manusia rasakan. Manusia dengar sejatinya adalah ragam bentuk pendidikan.

Komentar Facebook Anda

Thariq Ridho

Penulis adalah Mahasiswa Psikologi USU Stambuk 2017.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4