BOPM Wacana

PTUN Jakarta : Pemutusan Akses Internet di Papua Langgar Hukum

Dark Mode | Moda Gelap
Suasana di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta saat sidang putusan terkait pemutusan akes internet di Papua, Rabu (3/6)
Foto : Dokumentasi Pribadi

Oleh : Yael Stefany Sinaga

Jakarta, wacana.org – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta Presiden Republik Indonesia (RI), melanggar hukum. Hal ini disampaikan pada sidang putusan di Jakarta, Rabu (3/6).

Majelis Hakim mengatakan tindakan pemutusan akses internet ini menyalahi sejumlah ketentuan perundang-undangan. Antara lain, Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang menjadi dasar hukum Kemkominfo memperlambat dan memblokir internet.

Majelis hakim menilai, kewenangan yang diberikan dalam pasal tersebut hanya pada pemutusan akses atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ‘bermuatan melawan hukum’.

“Pemaknaan pembatasan hak atas internet yang dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE hanya terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum dan tidak mencakup pemutusan akses jaringan internet,” kata Majelis Hakim.

Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menyatakan alasan diskresi yang digunakan Kemkominfo karena kekosongan hukum serta memperlambat dan memblokir internet dinilai tidak tepat dan tidak memenuhi syarat sesuai yang diatur dalam Undang Undang Administrasi Pemerintah 30/2014.

Pasalnya, pengaturan diskresi dalam UU Administrasi adalah satu kesatuan secara komulatif, bukan alternatif, yakni untuk; melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; mengisi kekosongan hukum; memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Sedangkan dalam kebijakan yang sifatnya membatasi Hak Asasi Manusia (HAM) seperti dalam pembatasan pemblokiran internet ini hanya dibolehkan dengan undang-undang, bukan dengan aturan hukum lebih rendah dari itu.

“Sebenarnya ada ada undang-undang yang bisa dipakai sebagai dasar untuk melakukan pembatasan hak, yaitu Undang Undang tentang Keadaan Bahaya. Namun pemerintah tidak menggunakan undang-undang tersebut dalam menangani penyebaran informasi hoaks dalam kasus Papua ini,” jelasnya

Majelis Hakim pun akhirnya mengabulkan gugatan para penggugat dan menyatakan tindakan yang dilakukan oleh kemkominfo dan Presiden RI adalah perbuatan melanggar hokum oleh badan atau pejabat pemerintahan. Pun, menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar empat ratus lima puluh tujuh ribu rupiah.

Tim Kuasa Hukum Penggugat, Muhammad Isnur mengatakan sangat mengapresisasi putusan hakim PTUN karena banyak menjadikan pertimbangan HAM dalam putusannya. Isnur menambahkan, dengan putusan PTUN Jakarta yang menyatakan pelambatan dan pemblokiran internet ini sebagai perbuatan melanggar hukum, itu juga membuka kemungkinan bagi pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan itu untuk menggugat dan meminta ganti rugi.  “Tentu setelah berkekuatan hukum tetap,” tutupnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan juga berharap pemerintah dalam membuat kebijakan harus mengikuti prosedur yang ketat dan mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya.

Untuk diketahui gugatan ini diajukan oleh Tim Pembela Kebebasan Pers pada 21 November 2019 lalu, yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS), Southeast Asia Freedom of expression Network (SAFEnet), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

Gugatan ini didasari oleh tindakan pelambatan dan pemutusan internet yang dilakukan oleh Kemkominfo dan Presiden RI dengan dalih tersebarnya informasi palsu setelah terjadi kerusuhan di Papua, Agustus-September 2019 lalu.

Komentar Facebook Anda

BOPM Wacana

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus