BOPM Wacana

Pilih Cepat atau Tepat?

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Widiya Hastuti

Ilustrasi: Widiya Hastuti

Bahasa merupakan tanda untuk menyimpulkan suatu tujuan menggunakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya. – Harun Rasyid.

Pernahkah Anda mendengar, melihat, atau mungkin menuliskan kata yang disingkat? Kata ‘tidak’ ditulis menjadi ‘tdk’, ‘malam’ menjadi ‘mlm’, atau ‘on the way’ menjadi ‘OTW’. Atau Anda membalas pesan WhatsApp dengan; ‘nnti mlm ak OTW, tnggu aja dsna’ yang artinya ‘nanti malam aku on the way, tunggu saja di sana’. Tentu hal ini sudah tidak asing lagi bagi pengguna media komunikasi elektronik.

Bagaimana kita dapat paham maksud dari tulisan yang disingkat? Padahal tidak ada seseorang yang mengajari, dan tidak ada pula buku panduan khusus kata singkat. Tanpa kita sadari menyingkat kata  telah menjadi kebiasaan.

Namun, pada kenyataannya tidak semua orang dapat memahami kata singkat. Saya bertanya pada orang di sekitar saya dan kebanyakan yang berumur di atas empat puluh tahun tidak memahaminya.

“Ibu tidak terlalu paham,” ujar seorang dosen berumur 48 tahun yang juga pengguna media sosial   facebook dan WhatsApp. “Kalau OTW tahu, kan banyak juga yang bilang. Tapi ibu gak pernah pakai,” tambahnya.

Hahaha, gak ngerti. Kalau ada yang kirim SMS kayak gitu bapak tanya anak bapak aja,” ujar seorang pengemudi becak berumur 43 tahun yang mengaku tidak memiliki media sosial.

Lalu, dari mana dan sejak kapan budaya instan dalam berbahasa ini muncul?

Isma Tantawi, Dosen Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara mengatakan kata singkat dimulai pada tahun 2000. Saat itu, tarif short massege service (SMS) dihitung per pesan yang hanya menampung 160 karakter pada setiap pesannya.

Maka demi menghemat biaya, pengguna SMS pun menyingkat kata. Sebuah provider telepon yang kini telah resmi ditutup bahkan pernah memberlakukan tarif pengiriman pesan sesuai jumlah karakter yang dikirim.

Selain itu, banyak hal yang memengaruhi kata singkat, tren menjadi salah satunya. Menurut Isma kata singkat adalah tren satu generasi, hal ini yang menyebabkan ia sebagai generasi yang tidak mendalami tren tidak memahaminya.

Di sini, terlihat adanya tembok kesenjangan antargenerasi. Para orang tua yang tergolong generasi X memiliki masa hidup yang berbeda dengan generasi Y alias milenial dan generasi Z. Di mana generasi X umumnya sangat awam terhadap teknologi, sementara generasi milenial sudah mulai lahir bersamaan dengan lahirnya teknologi.

Sedangkan, gen-Z adalah orang-orang yang lahir dan besar di era berkembangnya media elektronik. Hal ini menyebabkan gen-Z menjadi generasi yang paling familiar dengan internet, serta menyukai kecepatan dan hal instan. Ini sebabnya anak muda saat ini lebih mudah menyampaikan komunikasi menggunakan bahasa singkat dari pada bahasa yang pertama kali dia kenal.

Bahasa singkat juga telah bertahan cukup lama dan justru kini semakin bertambah. Banyak penulisan kata singkat tidak hanya menghilangkan huruf vokal. Bahkan ada kata yang hanya dilambangkan oleh satu huruf seperti ‘sekali’ ditulis ‘X’, ‘aku’ ditulis ‘Q’, dan ‘tempat’ ditulis ‘T4’.

Sayangnya, lambang kata ini sudah sangat jauh dari kebakuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kebiasaan masyarakat menyingkat kata ini bahkan dapat memengaruhi tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Orang yang terlalu sering mengirim pesan pertanyaan dengan ‘dmn?’, apakah benar-benar tahu mana yang benar menurut PUEBI; ‘di mana’ atau ‘dimana?’ Atau singkatan ‘kmn?’ berasal dari ‘ke mana’ atau ‘kemana?’

Masih banyak contoh lainnya yang mungkin sudah sama-sama sering kita dengar. Jadi, sekarang Anda mau pilih yang mana, kecepatan atau ketepatan?

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4