BOPM Wacana

Pema, untuk Siapa?

Dark Mode | Moda Gelap

Diwujudkan dalam posisi sebagai miniatur pemerintahan negara, Pemerintahan Mahasiswa (Pema) menggenggam peran dan amanah yang besar untuk bukan sekadar pembawa perubahan. Memang secara historis pema lahir dari sebuah kondisi keprihatinan terhadap unsur represivitas dan dominasi negara yang semakin kental.  Posisi mahasiswa pada kelas menengah dengan segala tindak-tanduk idealitas yang berpihak pada rakyat membawanya pada gelar agent of change.  Lalu, sejarah banyak mengukir cerita tentang pergerakan mahasiswa, sebut saja gerakan angkatan 66 sampai gerakan 1998.

Di sinilah peran utama pema, secara internal pema merupakan penampung aspirasi dan keinginan mahasiswa.  Eksternalnya mengacu pada pengabdian yang tertuang dalam tri dharma perguruan tinggi, hendaknya pema juga menjadi motor penggerak mahasiswa untuk mewadah aspirasi masyarakat kepada pemerintah.

Di USU, pema sudah mewarnai perpolitikan mahasiswa setempat lebih dari sewindu. Panjang lika-liku perjalanannya tak pelak banyak meretas masalah. Periode 2012 lalu hingga kini 2013 belum berakhir. Padahal, Tata Laksana Ormawa (TLO) atau laksana Undang-Undang dalam satu pemerintahan negara sudah mengatur bahwa periode satu kepemimpinan yaitu satu tahun.

Tak hanya masalah periode kepengurusan, saat ini pema USU juga tengah kekosongan wakil presiden karena wisuda. Padahal dalam pasal 18 mengenai Ketentuan Khusus, pada ayat 2 dijelaskan bahwa presiden dan wakilnya tidak diperkenankan meninggalkan tugas maksimal 30 hari tanpa alasan yang jelas. Selain itu, lima dari menteri dalam kabinetnya juga telah wisuda. Tentu sangat disayangkan. Kembali merujuk dalam TLO, seharusnya mereka menyelesaikan masa jabatannya selama satu periode dan rela menunda menyelesaikan masa studinya.

Selain itu, masalah masih mewarnai dalam hubungan koordinasi dengan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU), terlihat dari draft program kerja yang tak sampai di tangan MPMU. Akibatnya lima program kerja yang telah direncanakan baru dua yang dapat terealisasi, padahal periode kepengurusan seharusnya sudah berakhir. Masalah ini juga terjadi pada koordinasi antar pema sekawasan maupun mahasiswa. Tidak banyak kegiatan-kegiatan pema yang melibatkan mahasiswa pada umumnya, hingga seakan pema tak bergaung dan tidak dirasa ada.

Selain koordinasi, pema hendaknya juga memiliki fungsi pengawasan untuk pema sekawasan. Kekosongan pema Fakultas Ilmu Budaya (FIB) memang telah terselesaikan, namun permasalahan pada proses pemilihan umumnya tak bisa dielakkan. Serupa dengan fakultas-fakultas lainnya, pemilu seakan hanya dijadikan momentum yang wajib terjadi setahun sekalinya. Idealnya wadah pembelajaran perpolitikan ini harus dimanfaatkan semua mahasiswa dengan semaksimalnya.

Akhirnya, berkaca pada masalah pemerintahan negara saat ini rakyat merindukan sosok pemimpin yang melayani sepenuh hati. Pun begitu, mahasiswa seakan haus sosok kepemimpinan yang dapat melayani segala kepentingan mahasiswa yang tetap menjunjung tinggi tri darma perguruan tinggi. Karena esensinya pema ada untuk mahasiswa.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4