BOPM Wacana

Multitafsir kata Aman bagi Aparat dan Masyarakat

Dark Mode | Moda Gelap
Illustrasi | Sondang William Gabriel Manalu
Illustrasi | Sondang William Gabriel Manalu

apakah anda merasa aman ketika diamankan seorang aparat?

Mengambil contoh kasus di kota Medan, tepatnya pada Aksi Kamisan medan yang ke 7 yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 2022. Aksi Kamisan tersebut dibubarkan paksa oleh aparat keamanan. Jika dilihat dari beberapa media yang meliput, salah satunya wacana.org aksi tersebut di bubarkan karena  alasan kedatangan Presiden Jokowi.

Melirik keterangan dari Kabag Ops Polrestabes Medan AKBP Arman Muis yang saya akses dari suarasumut.id, beliau menyebutkan “Kita gak ada kekerasan, kita pengamanan di situ, mengamankan negara,”. melihat kata “aman” terlontarkan pada kalimat tersebut, tentu sangat membingungkan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aman memiliki makna “bebas dari bahaya” atau “bebas dari gangguan”. Jika kita memaknai kata aman yang terlontar dari keterangan pak polisi tadi merupakan bebas dari bahaya, maka bahaya apa yang sedang mengancam? Atau dimana letak keadaan berbahaya tersebut?

Lanjut ke konteks “mengamankan negara”. Apa yang menjadi keadaan bahaya bagi negara kita pada saat itu? Melihat kronologi kejadian, massa Aksi Kamisan hanya membentangkan spanduk bermuatan revisi R-KUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) secara terbuka, dan hapus pasal anti demokrasi di R-KUHP.

Secara logis tentu tidak ada keadaan bahaya yang membuat para polisi harus mengamankan para massa Aksi Kamisan.

Kembali ke kalimat aparat yang mengatakan “mengamankan negara”. Berdasakan Undang  Dasar Tahun 1945(UUD 1945), pada pasal 30 ayat 4, disebutkan “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.”

Jika kita bedah kata demi kata pada pasal tersebut, polisi merupakan alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat. Sudah jelas konstitusi mengamanahkan polisi untuk mengamankan masyarakat bukan negara. Selanjutnya kita langsung membahas ke salah satu tugas polisi yang diamanahkan oleh UUD 1945 yakni menegakkan hukum.

Semakin terlontar pertanyaan, hukum yang mana yang hendak ditegakkan oleh polisi? Demonstrasi yang dilaksanakan oleh massa Aksi Kamisan sudah diatur dengan hukum tepatnya pada UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

Jika mengacu pada UU tersebut pada pasal 13 ayat 2 justru mengatakan “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.” Pada praktiknya dapat kita lihat juga langsung di akun Instagram @aksikamisanmdn. Bukannya memberikan perlindungan tetapi polisi malah melaksanakan strategi pembungkaman yang dilaksnakan dengan menutupi massa aksi dengan ratusan personil bahkan meredam suara aksi massa dengan mengarahkan bebrapa masyarakat lainnya untuk ikut berteriak “hidup pak Jokowi”.

Apa sih salahnya jika Presiden kita Jokowi melihat tuntutan aksi kamisan pada saat itu? Bukankah jika saat itu kepolisian tidak melaksanakan aksinya, presiden kita bisa melihat tuntutan tersebut dan memberikan tanggapan manis yang bisa menaikkan citra nya? Menguntungkan juga bagi pak presiden bukan?

Semakin kesini semakin tidak mengerti dimana letak menegakkan hukumnya. Hukum mana sih yang ditegakkan oleh aparat kepolisian? Jika kepolisian belum mampu memberikan rasa aman yang sebenarnya seperti yang diamanatkan oleh konstitusi ataupun undang-undang yang ada di negara ini, minimal jangan usik rasa aman yang sudah ada di masyarakat.

Saya tidak memungkiri memang ada beberapa aksi yang dilaksanakan oleh masyarakat yang berakhir ricuh dan anarkis. Jika memang begitu keadaan suatu aksi demonstrasi memang layak untuk diamankan oleh aparat kepolisian tetapi tetap dengan prosedur. Tidak dibenarkan juga represifitas terhadap masyarakat.

Melihat dari kasus ini justru yang menjadi ancaman ataupun bahaya bagi masyarakat justru aparat kepolisan. Mau aksi secara langsung, takut diamankan kepolisian. Mau aksi lewat media sosial juga lebih beresiko diamankan aparat karena ada UU ITE.

Mungkin solusi yang terpintas adalah penegak hukum perlu mengetahui dan mempelajari hukum tersebut. Agar mengerti dalam melaksanakan tugas dan wewenang. Juga agar mengerti memberikan keterangan pada media (biar saya juga tidak bingung lagi).

Masyarakat bukan musuh aparat kepolisian begitu juga sebaliknya. Saya juga masyarakat  bukan seseorang yang mampu menjadi musuh dari aparat kepolisian. Tulisan saya juga bukanlah sebuah ujaran kebencian terhadap kepolisian melainkan kumpulan dan rangkuman fakta yang saya dapatkan dari media yang saya percayai kebenarannya.

Tolong jangan tangkap saya ketika tulisan ini terbit karena saya juga masyarakat. Jangan rebut rasa aman saya terimakasih

Komentar Facebook Anda

Sondang William Gabriel Manalu

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Hukum USU Stambuk 2019. Saat ini Sondang menjabat sebagai Pemimpin Redaksi BOPM Wacana.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4