BOPM Wacana

Malam Hari Mario

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Rati Handayani

Ilustrasi: Yulien Lovenny Ester G
Ilustrasi: Yulien Lovenny Ester G

Foto RatiKetika ibunya mati, dunia Mario berubah jadi selalu malam hari, sunyi dan sepi. Sebab saat umur Mario masih berusia sembilan tahun, ibunya kerap bercerita tentang kutukan kepada anak durhaka yang lupa pada ibunya, yangjanda dan miskin. Anak itu telah kaya di rantau karena menikahi putri saudagar kaya nan cantik jelita. Itu sebab janda tua itu mengutuk anaknya.

Ibu Mario sering mengulang-ulang cerita ini. Katanya saat kutukan itu terkabul, dunia mendadak jadi gelap lalu petir menyambar-nyambar, awan hitam serasa rendah dan tiba-tiba laut gelombang pasang (sebab kejadian itu berlatar pantai).

Karena ituIah Mario sering berteriak minta hidupkan lampu, walau matahari sedang menyala sejadi-jadinya. Ia meminta kepada siapa saja yang dijumpainya.

“Hidupkan lampunya, apa kau tak sesak napas karena gelap begini?” Itu salah satu pintanya pada tetanggaku yang ia jumpaidi persimpangan jalan menuju rumah kontrakanku.

Mario tak beranjak dari simpang itu sejak kemarin. Pun sama kejadiannya sejak berbulan-bulan yang lalu.

Aku sering mendengar cerita serupa dari orang-orang di Anggrek Putih ini. Tapi aku tak tahu persis dari mana orang-orang tahu nama laki-laki itu Mario. Entah hanya nama pemberian orang-orang di sini atau memang namanya. Tapi satu hal yang harus kau tahu, namanya serupa dengan nama adikku. Adikku itu tinggal di kampung, hidup bersama ayahku yang telah tua. Dia tiga tahun lebih muda dariku.

Kata orang-orang, Mario hidup seperti dunia masih zaman batu, yang ketika itu manusia belum mengenal aksara. Ia hidup nomaden. Bekalnya hanya sebuah kantong kresek berisi puntung rokok. Puntung rokok itu dipungutnya dari setiap jalan yang ia lewati.

Sesekali ada juga bungkus makanan ringan. Kata orang-orang. Bungkus itu akan jadi santapan ketika laparnya menyerang. Tentang bungkus makanan ringan ini, kau boleh percaya boleh juga tidak. Aku sendiri belum pernah lihat.Kurasa ini hanya cerita yang dilebih-lebihkan!

Pun tentang ia yang nomaden.Menurutku istilah itu terlalu dipaksakan orang-orang untuk menyebut Mario yang pindah hanya dari dari satu toko ke toko lain di Anggrek Putih ini. Sebab setiap pergi dan pulang kerja, aku pasti melihatnya tengah jongkok di depan toko sekitar sini. Kecuali jika ia pindah antarkota dalam provinsi. Atau setidaknya dia berpindah dengan berkeliling Indonesia.

Saat berjumpa dengan tetangga di simpang jalan sore itu, kucoba membantah penggunaan istilah nomaden itu. Tapi ia malah balik membantahku.

“Kau pasti tak tahu, dia bukan orang sekitar sini. Asalnya tak diketahui. Tapi ia telah berjalan jauh sekali sehingga sampailah ia di sini,” ucap tetanggaku itu.

Mario memang telah jadi buah bibir di sini. Sempat ada orang hendak membawanya ke tempat yang lebih layak. Maksud orang-orang agar ia tak terluntang-lantung dan agar dunianya tak selalu malam.

Niat baik orang-orang itu tak terwujud. Ia bersikeras tak mau melihat siang. Ia bilang siang hanya akan membuat matanya silau. Ia nyaman dengan dunianya yang selalu malam, ia hanya butuh lampu untuk dihidupkan agar ia tak sesak napas dan merasa sedikit hangat.

Satu alasan Mario yang lain membuat orang-orang terkejut dan bimbang untuk percaya atau tidak: Mario hendak mencari pembunuh ibunya.

Di beberapa percakapan Mario minta orang-orang tak terlalu memaksanya untuk melihat siang.

“Ibuku saja tak pernah memaksaku. Kenapa kalian pula yang lebih dahulu memaksaku?”Itu jawabnnya.

Saat penolakan itu, orang-orang baru tahu bahwa Mario selalu membawa foto ibunya kemana-mana dalam saku celana. Foto itu telah kabur. Sehingga orang-orang itu juga tak tahu siapa ibu Mario dan pada siapa ia harus dipulangkan.

Lagi pula Mario tak mengizinkan orang-orang melihat foto ibunya agak lama. Ia juga melarang orang-orang memegang foto itu untuk diperhatikan lebih saksama.

“Jangan kalian sentuh, nanti kalian curi foto ibuku,” katanya menuduh.

Ibu Mario mati terbunuh saat ia masih berumur sepuluh tahun. Malam itu, Ibu Mario membacakan legenda Malin Kundang untuknya. Cerita itu sering diulang-ulang ibunya untuk menidurkandan mengantarkan Mariokepada malam.Ibu Mario ingin anaknya bermimpi dan tidur nyeyak.

“Biar tak seperti Malin Kundang, jangan kau bantah apa kataku, ya, Nak,” kata ibunya menutup legenda itu.

Ibu Mario berbeda sekali dengan ibuku. Ibuku tak pernah menceritakan legenda-legenda atau pun dongeng-dongeng untuk anaknya. Aku tak pernah tahuapa alasannya. Namun yang pasti aku tahu, ibuku tahu cerita legenda Malin Kundang, seperti ibu Mario.

Ibuku tak jago mendongeng sebelum tidur. Tapi dia bisa mengeluarkan lengkingan-lengkingan. Lengkingan-lengkingannya sering ia perdengarkan padaku dan ingin rasanya kucekik lehernya agar lengkingan tak kudengar lagi.

Kurasa Ibu Mario tak seperti ibuku. Ibu yang jago mendongeng pasti tak jago melengking. Sebab tak mungkin ia mendongeng dengan lengkingan. Satu kampung bisa rusuh karena tidur mereka terusik lengkingan dongeng.

Pikiran tentang hal ini juga pernah kusampaikan pada tetanggaku. Ia juga membantahku, seperti ia membantah ketidaksetujuanku dengan istilah nomaden yang disematkan kepada Mario tempo hari. Kali ini tetanggaku bercerita lebih panjang, mungkin agar bantahannya lebih kuat sehingga aku tak bisa membantahnya balik.

Awalnya ia bertanya balik. “Apa dasar berpikirmu sehingga kau berani bilang ibu yang jago mendongeng pasti tak jago melengking?”

“Karena ibu yang jago mendongeng punya suara lembut untuk menidurkan anak mereka. Ibu yang melengking tak punya suara lembut. Lagi pula anak mana yang bisa tidur karena lengkingan.”

Ia berusaha membantahku lagi. Tapi aku tak punya pilihan lagi selain menerima bantahannya itu. “Kau pasti tak tahu lebih detail tentang Ibu Mario yang jago mendongeng. Sebenarnya Ibu Mario juga jago melengking! Namun lengkingannya itu diperdengarkannya pada abang Mario. Dan suatu hari, abang Mario pernah akan mencekik ibunya. Sejak itulah dunia Mario benar-benar selalu malam hari.”

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4