Oleh: Fredick Broven Ekayanta Ginting
Di Indonesia, kita tidak heran lagi begitu banyak macam iklan yang terpampang hampir di setiap sudut kota, terutama kota-kota besar. Tak hanya di kota, pinggiran kota hingga pedesaan pun sudah mulai diramaikan dengan papan iklan, umbul-umbul, billboard, baliho, papan reklame, dan lain-lain. Mulai dari iklan produk-produk bisnis, iklan sosialisasi peraturan dari pemerintah, baliho para pemimpin daerah ataupun mereka yang ingin menjadi pemimpin, sampai gapura ucapan selamat datang ketika memasuki daerah tertentu. Di satu sisi, banyaknya iklan-iklan membuat wilayah tersebut terlihat indah dan enak di pandang. Sementara di sisi lain, jika keberadaan iklan-iklan tersebut tidak tertata rapi dan tidak terkontrol malah akan membuat kota terlihat seperti kurang ditata dan kotor.
Negara-negara komunis, seperti Korea Utara dan Cina, biasanya membatasi penggunaan iklan di wilayahnya. Hal ini menyesuaikan dengan ideologi yang mereka anut. Maka tak heran jika melihat kota Beijing dan Guangzhou yang papan iklan mereka sangat sedikit, hanya merk toko, kantor, atau perusahaan yang terlihat. Sementara ibukota Korea Utara, Pyongyang, tidak terlihat satu papan iklan pun yang terpampang di sana, selain iklan dari pemimpin mereka, Kim Jong-un.
Namun di luar negara komunis terdapat satu kota yang memberlakukan aturan untuk melarang segala jenis papan iklan untuk dipampang di kota mereka, Sao Paulo, Brazil. Walikota mereka, Gilberto Kassab yang memprakarsai aturan ini pada 2007. Padahal Sao Paulo adalah salah satu kota terpenting dan tersibuk di Brazil. Sao Paulo tidak kalah dari kota lain, seperti Rio de Janeiro, Belo Horizonte, atau Brasilia, di mana di sana banyak berdiri perusahaan-perusahaan, beberapa kantor instansi pemerintahan dan pusat-pusat perbelanjaan. Sao Paulo juga merupakan kota dengan populasi tertinggi di Brazil yang mencapai 11 juta jiwa. Gilberto Kassab menyampaikan alasan bahwa banyaknya iklan yang terpampang di Sao Paulo telah menyebabkan polusi visual. Menurutnya kota semakin padat dan jika dibiarkan semakin lama akan menyebabkan Sao Paulo seperti kota sampah.
Keputusan kontroversialnnya pun mengundang pro-kontra di masyarakat. Sebagian mengecamnya karena dianggap akan berdampak luas bagi kesejahteraan secara luas. Diperkirakan industri akan mengalami kerugian hingga USD 133 juta dan sekitar 20.000 penduduk akan kehilangan pekerjaan, terutama yang bekerja di sektor industri. Namun kubu yang pro terhadap keputusan Gilberto Kassab juga banyak. Mereka menganggap keadaan di Sao Paulo harus segera ditangani secara serius, dan mendukung segala langkah yang diambil Gilberto Kassab.
Ketika sudah disahkan tahun 2007, aktualisasi peraturan ini harus menunggu hingga tiga bulan. Selama itu, Gilberto Kassab turun langsung ke jalan untuk memantau pelepasan segala macam iklan yang terpampang. Iklan berbentuk kertas yang ditempel di dinding-dinding gang pun tidak luput dari pembersihan. Bagi warga yang melanggar peraturan itu, didenda USD 4500 per hari. Total 15000 segala macam iklan dibersihkan saat itu.
Dampaknya pun langsung terasa bagi warga Sao Paul. Kini Sao Paulo terlihat lebih bersih, dan tertata rapi dibanding sebelumnya. Kerugian yang ditakutkan pun tidak terlalu mengganggu bagi mereka. kebersihan kota lebih diutamakan. Tidak ada ketentuan dari peraturan yang dikeluarkan oleh walikota untuk batas waktu hingga kapan pelarangan iklan diberlakukan di Sao Paulo. Namun sebagian pihak menduga, langkah ini dipersiapkan untuk menyambut pesta empat tahunan sepakbola, Piala Dunia yang digelar pada 2014 di Brasil. Kebetulan upacara pembukaan diputuskan diadakan di Sao Paulo. Dan dapat dipastikan Sao Paulo sejenak akan menjadi perhatian dunia. Dimana saat itu nanti, perusahaan besar di dunia seperti Coca Cola, Budweiser, McDonalds, Master Card, Nikon akan menjadi sponsor yang pastinya akan memasang iklan mereka di Sao Paulo.