
Oleh: Syaufah Sabila
Medan, wacana.org – Pegiat isu perempuan dari komunitas Perempuan Hari Ini (PHI), Hartina, menyoroti dampak dari Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap hak perempuan. Hal ini disampaikannya dalam diskusi terbuka oleh Gerakan Aksi Kamisan Medan di Sekretariat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Sumatra Utara (Sumut), Rabu (26/03/2025).
Hartina menyampaikan kekhawatirannya akan sejarah yang terulang kembali. Mengingat berbagai tragedi dan ketidakadilan terhadap perempuan pada zaman orde baru. “Pembunuhan aktivis buruh Marsinah dan pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998 adalah contoh gerakan perempuan itu dianggap mengganggu kekuasaan,” ujarnya.
Ia juga memberi pendapat mengenai pengiriman teror ke media pers Tempo yang ditujukan kepada seorang perempuan, yaitu Cica. “Teror kepada Tempo dianggap sebagai peringatan karena ketika perempuan berani kritis, selalu dibenturkan dengan gender dan seksualitas,” papar Hartina.
Jurnalis Tempo yang turut hadir, Mei, juga menjelaskan potensi bentrok antara pers dan militer akibat UU TNI sangat besar. Banyaknya kasus antara militer dan pers selalu menghasilkan akhir yang sama, yaitu ketidakadilan bagi pers. “Kalau pun selesai kasus antara jurnalis dan militer, pasti militer akan selalu menjadi pihak yang menang,” jelasnya.
Ia juga berharap agar masyarakat tidak berpihak ke militer, serta sadar dan paham atas dampak yang sebenar-benarnya dari UU TNI tersebut. “Jurnalis ada pada kelompok masyarakat. TNI dan Polri sedang rakus-rakusnya, masyarakat akan semakin terpinggirkan karena mereka yang berpangkat makin merajalel,” tukas Mei.