BOPM Wacana

Kesaksian Bocah Korban Penyiksaan

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh Hadissa Primanda

Foto: Hadissa Primanda
Foto: Hadissa Primanda

Judul: A Child Called ‘It’

Pengarang: Dave Pelzer

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: 2001

Jumlah halaman: 168 halaman

Ingin kutunjukkan pada “Perempuan Jahat Itu” ia hanya bisa mengalahkan aku bila aku mati, dan aku telah menetapkan hati untuk tidak menyerah, menyerah kepada kematian pun tidak

Kasus penyiksaan anak mungkin bukan hal baru lagi untuk diperbincangkan. Bahkan cerita-ceritanya telah banyak diangkat dalam film dan dibukukan seperti buku ini. Buku ini adalah kesaksian dari seorang Dave Pelzer sendiri yang mengalami penyiksaan kejam oleh ibu kandungnya. Bahkan ternyata keluarga yang harmonis dan sangat bahagia pada awalnya, sangat sulit dipercaya dapat berubah drastis menjadi neraka. Ibunya yang dulu adalah ibu idaman tiba-tiba berubah menjadi “Perempuan Jahat”. Malangnya, hanya kepada dia saja, bahkan pada saudara laki-lakinya yang lain ibunya bersikap seperti biasa.

Melalui buku ini, Dave ingin berbagi kesedihannya, kepedihannya, kesendiriannya, dan usahanya untuk bertahan hidup, dengan membawa pembaca larut dalam ceritanya. Awalnya, Dave hanya dihukum karena dianggap berbuat nakal, seperti dipukul dan ditendang, juga diharuskan mengerjakan segala pekerjaan rumah. Namun lama-kelamaan menyiksa dirinya kemudian menjadi kebutuhan bagi ibunya, hingga ibunya kemudian mencari-cari kesalahannya, dan juga berimprovisasi dalam setiap penyiksaan yang ia lakukan.

Ia pernah tidak diberi makan selama sepuluh hari berturut-turut, tidur di basement rumahnya yang dingin dan sempit, dikurung dalam kamar mandi yang berisi campuran gas amonia dan Clorox—semacam cairan penghancur kotoran yang membuat mata perih dan tenggorokan terasa sakit. Ada lagi yang lebih parah, ibunya pernah membenamkan mukanya pada popok bekas kotoran adiknya yang bayi. Ini adalah salah satu bagian yang membuat pembaca geleng kepala. Nahasnya, perutnya pernah tertusuk karena kelalaian ibunya, namun ibunya sama sekali tidak membawanya ke rumah sakit dan malah menyuruhnya untuk tetap mengerjakan pekerjaan rumah.

Nasib malang yang dialami Dave benar-benar membuat hati terenyuh. Bahkan ia diperlakukan lebih rendah dari binatang. Mirisnya lagi, ayah dan saudara-saudaranya tidak menunjukkan empati sekalipun. Sesuatu yang rasanya sulit dipercaya terjadi namun benar-benar ada.

Namun, melalui buku ini Dave tidak hanya ingin menunjukkan betapa menyedihkan masa kanak-kanaknya, namun lebih kepada perjuangan Dave untuk bertahan hidup, sekaligus perasaannya yang pada masa itu tidak terungkapkan. Dave punya semangat yang tinggi untuk tidak kalah sedikitpun pada ibunya. Semakin si ibu menyiksanya, ia justru melakukan semua tugasnya dengan lebih baik. Ia pernah mencuri makanan di toko kue, di sekolah bahkan meminta-minta makanan kepada tetangganya. Bahkan ia mengorek-ngorek tempat sampah sekadar mencari makanan sisa. Meskipun pada akhirnya ketahuan ibunya dan selalu disuruh untuk memuntahkan, ia tak peduli. Baginya, ia telah berhasil tidak mengemis-ngemis pada ibunya untuk minta makan dan bisa mendapatkan makan dengan caranya sendiri. Dave bahkan pantang menangis. Sesakit apapun ia berusaha untuk tidak menangis di depan ibunya, karena baginya menangis berarti kalah.

Buku ini benar-benar menginspiratif sekaligus mengharukan. Bahwa ternyata ada penyiksaan yang sedemikian kejamnya, benar-benar di luar logika, dan tidak pernah terbayangkan, mengingat ia adalah ibu kandung dari Dave sendiri. Usaha Dave untuk bertahan dan mengalahkan ibunya juga sesuatu yang juga tak terbayangkan dan sangat berat untuk anak seumurannya.

Meskipun banyak buku dengan tema dan cerita yang hampir sama, namun semangat positif yang ingin ditularkan Dave melalui buku inilah, yang menurut saya membuat buku ini pantas menjadi Best Seller Internasional. Buku ini bahkan telah dicetak sebanyak 12 kali pada tahun 2010 untuk terjemahan bahasa Indonesianya.

Namun, buku ini adalah buku pertama dari rangkaian trilogi yang dibuat Dave, yang menceritakan pengalaman pahitnya saat berusia 4 hingga 12 tahun. Sementara buku keduanya The Lost Boy adalah ceritanya saat berumur 12 hingga 18 tahun dan yang terakhir A Man Named Dave. Akibatnya, akhir cerita terasa anti-klimaks karena masih banyak hal yang masih dialami Dave selanjutnya. Padahal, awal cerita dibuka dengan kehidupan Dave yang telah diketahui oleh guru-guru di sekolahnya, dan ia kemudian dibawa polisi ke suatu tempat “pembebasan” meskipun tidak dijelaskan ke mana ia dibawa.

Di akhir buku ini, Dave juga menuliskan pendapat pribadinya mengenai penyiksaan anak dari sudut pandang korban yang selamat, sekaligus orang tua yang juga memiliki seorang anak. Bahwa penyiksaan anak itu akan punya dampak mata rantai yang akan merusak keluarga itu sendiri. Itu juga berdampak pada psikologis si anak itu sendiri yang saat dewasa mungkin akan melampiaskan kepedihannya dengan melakukan hal-hal yang lebih kejam.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus