Pemilihan Raya (Pemira) Universitas Sumatera Utara (USU) 2022 meninggalkan polemik yang cukup hebat bagi demokrasi mahasiswa USU. Babak baru dari permasalahan kini sudah sampai pada pembentukan Pemerintahan Mahasiswa (Pema) interim. Melalui konferensi pers yang diadakan di Unit Layanan Terpadu pada 10 Maret 2023, Gubernur Fakultas Hukum sebagai Perwakilan Pema Sekawasan mengonfirmasi bahwa Presiden Mahasiswa Pema Interim telah terpilih melalui mekanisme musyawarah mufakat pada rakor ormawa 9 Maret 2023. Hasil resmi dari rapat tersebut menjadikan Muhammad Aziz Syahputra, Gubernur Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) sebagai Presiden Mahasiswa Interim USU terpilih.
Pema Interim merupakan badan pemerintahan mahasiswa yang bakal bertanggungjawab pada drafting peraturan terkait dengan Pemira 2023, sosialisasi serta uji publik draft peraturan Pemira 2023, melaksanakan kongres mahasiswa, dan mempersiapkan Pemira 2023 dengan membentuk KPUM USU kembali. Proses pembentukan Pema interim ini menjadi sorotan baru bagi mahasiswa.
Dengan terbentuknya Pema interim ini, maka dualisme di tubuh Pema USU pun kembali terjadi. Karena sampai sekarang, Pema USU dari peserta Pemira 2022 Dimas dan Muhammad Liputra juga masih berjuang pada klaim keabsahan Pema USU mereka dan tetap melaksanakan pembentukan kabinet untuk satu periode kepengurusan.
Dari segala polemik yang ada, perspektif mahasiswa USU sangat dibutuhkan, berikut tanggapan dari mahasiswa USU tentang Pema Interim dan dinamika yang terjadi:
Dinda Yunisa – Hukum 2020
Menurut hemat saya, pada saat Rektorat mengumumkan terbentuknya Pema interim maka secara tidak langsung hal ini sudah mencederai hak-hak demokrasi bagi mahasiswa. Bagaimana tidak, hak suara yang sudah dilakukan sebelumnya ketika Pemira langsung lenyap begitu saja tanpa penjelasan yang pasti kemana arahnya.
Padahal proses demokrasi di lingkungan oleh para mahasiswa tengah berlangsung, mengapa tidak mencoba untuk mencari win-win solution tanpa harus menimbulkan masalah baru seperti saat ini? Oleh karena itu intervensi dari pihak Rektorat harus segera ditindaklanjuti dan sebagai mahasiswa penting bagi kita untuk menilai bagaimanakah demokrasi kampus yang sudah terbangun sejauh ini. Jangan sampai apa yang dicita-citakan malah padam. Mari bersama-sama kita mengambil tindakan nyata demi kebaikan bersama. Saya tidak memihak manapun, hanya saja perlu dikaji lebih lanjut agar isu ini segera teratasi.
Muhammad Fahrurrozy Efrial – Fakultas Ilmu Budaya 2018
Saya cukup heran dengan dinamika ala mahasiswa yang sering terjadi tahun ke tahun. Solidaritas kita akhirnya hanya sebatas kata yang dapat patah seiring “kelompok siapa yang berkuasa”. Terkait kejadian kali ini, semua tau awal mulanya akibat pemira telah dilaksanakan beberapa bulan lalu. Dan, semua pihak yang terlibat dalam pemira mengklaim kemenangan mereka masing-masing.
Kemudian dengan kejadian tersebut, yang dipertuan agung Gubernur Pema sekawasan beserta lord maha paduka Direktur Ditmawa menginisiasikan untuk merancang jalan keluar simpang siur ini. Lalu dibentuklah Pema Interim entah Inter Milan, pokoknya Pema sementara. Dengan dalih, Pema Interim akan menjadi sosok hero yang akan memperbaiki sistem Ormawa USU.
Yang ingin diperbaiki apa? Apa konstitusi dasarnya atau Ormawanya secara fisik? Padahal, mereka (Pema Fakultas sekawasan, lord maha paduka bang Doli dan juga mereka yang ikut Pemira-pemiraan kemarin) sudah tau konstitusi kita sedari awal diluluhlantahkan dengan kehadiran Peraturan rektor (Pertor). Namun, Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) yang terkait pun ikut mendaftarkan diri padahal mereka juga demo menolak Pertor itu. Omong kosong yang ada, penolakan mereka hanya sekedar agar terekspos dan menaikkan engagement bahwa mereka menolak tapi mereka tetap mendaftar.
Lalu, apakah Pema interim merupakan bentuk intervensi rektorat? Mungkin iya, mungkin tidak. Intinya, kehadiran Pema sebagai implementasi demokrasi kita malah menjerumuskan mahasiswa USU jauh dari ruang akademis yang objektif dan penuh dengan proses. Saya tidak memihak siapa-siapa, saya hanya ingin ini semua agar bubar. Toh, Pemira yang lalu tidak dapat dikatakan sebagai representasi mahasiswa USU. Begitu juga KAM apalagi Pema. Saya tidak mau buka semuanya biarkan itu terbuka dengan sendirinya. Kehadiran Pema bukan suatu keharusan. Turun ke jalan bertemu masyarakat tak harus melalui Pema. Lebih baik bubar, kasihan mana masih muda lagi.
Muhammad Rasyid Situmorang – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2021
Menurut saya, Pema interim merupakan suatu inovasi dalam tubuh Ormawa USU, yang mana maksud dan tujuan dari Ditmawa adalah untuk membentuk lingkungan Ormawa yang baik dan juga untuk menyukseskan impian universitas buat dapat bersaing di dunia internasional.
Terkait masalah dari adanya intervensi Rektorat terhadap Pema interim, saya memiliki pandangan berbeda, karena Pema interim bukan ditunjuk langsung dari pihak Rektorat tetapi dari keputusan yang diambil oleh Pema sekawasan dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang ada di USU. Sehingga, menurut saya legalitas secara representatif sudah cukup. Begitu pula dengan teknis penyelesaiannya melalui rapat koordinasi Ormawa.
Sahfitri Charisnayu- Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2020
Kalau menurut saya mengenai Pema interim sendiri itu tidak etis. Saya tidak menemukan alasan penting mengapa Pema interim ini harus dimunculkan. Memang, Pema interim hanya menjalankan tugas selama 6 bulan namun hal tersebut saya rasa hal yang sia-sia. Toh, akan ada terjadi lagi Pemira yang memungkinkan akan menimbulkan hal yang sama seperti Pemira sebelumnya.
Jadi, apakah Pema interim ini menjadi solusi dari permasalahan yang ada? Hal itu menjadi pertanyaan dalam benak saya.
Sholihin Ikhwan- Fakultas Teknik 2018
Konteks terjaminnya hak-hak dalam demokrasi Mahasiswa terlihat dari bagaimana urgensinya dalam lingkungan kampus dan bagaimana demokrasi tersebut dibentuk. Sangat disayangkan, penyelenggaraan Pemira harus mengorbankan 4000 suara mahasiswa yang telah memberikan hak suaranya dari Pemira USU. Yang pada akhirnya, muncul keberadaan Pema interim yang dapat dianggap sebagai wujud pembungkaman aksi Mahasiswa dan dapat dilihat dari tugas dan fungsi yang diberikan oleh rektorat dengan pembatasan tupoksi dari Pema interim ini sendiri.
Dalam pelaksanaan pembahasan TLO melalui Kongres, yang menjadi pertanyaan adalah apakah keberadaan Pema interim ini sendiri sudah layak untuk melakukan pembahasan terkait TLO tanpa adanya kehadiran dari struktur kepengurusan yang terdaftar di TLO. Dimana letak dan peran MPMU dalam Pema Interim?
Keberadaan ini seharusnya menjadi pertimbangan untuk pihak kampus. Jangan sampai, regulasi-regulasi yang dikeluarkan menciderai hak-hak Mahasiswa terutama dalam peran sebagai agent of change dan social control terhadap kebijakan pemerintah.
Hazrikal Ahmad Chezar- Fakultas Kehutanan 2020
Saya akui, memang betul Pemira 2022 memiliki banyak ketidakjelasan, akan tetapi tidak perlu mengambil keputusan sepihak yang tidak melibatkan seluruh lapisan mahasiswa di USU. Mediasi dan musyawarah perlu dilakukan agar tercipta kesepakatan bersama di lingkungan kampus USU tercinta. Banyak mahasiswa yang tidak tahu bagaimana polemik yang terjadi di USU, apa itu Pema interim dan bagaimana bisa terbentuk, dan mengapa hasil Pemira 2022 tidak digunakan. Padahal, mahasiswa sudah menggunakan hak pilihnya pada Pemira 2022, tetapi dianggap tidak jelas dan hanya membuang-buang waktu, pembentukan Pema interim sendiri pun itu terkesan terlalu terburu-buru dan tanpa regulasi yang jelas.
Pembentukan Pema interim sendiri harusnya memiliki dasar yang jelas. Jangan hanya karena ketidakjelasan Pemira 2022, Ditmawalumni mengambil langkah sepihak. Ditmawalumni seharusnya menjadi penengah yang bijak. Pema itu ada dan lahir dari mahasiswa oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa, bukan dibentuk sesuka hati tanpa proses demokrasi. Saya berharap untuk mahasiswa yang berjuang di garda terdepan diberikan kesabaran serta kemudahan agar demokrasi yang diidamkan oleh mahasiswa USU dapat tercipta.
Da’i Kuncoro- Fakultas Ekonomi Bisnis 2019
Jujur, saya tidak terlalu paham sama permasalahan Pema atau urusan perpolitikan di USU. Hal ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya informasi yang simpang siur serta bias, ketidakjelasan arah kebijakan yang selama ini diambil, dan kepentingan mahasiswa sendiri yang saya sendiri merasa belum cukup (terlalu sedih mengatakan tidak ada sama sekali) direpresentasikan. Pemira 2022 yang kacau, ada lagi saling klaim Presma di akhir tahun kemarin membuat saya semakin sanksi sama bentuk pemerintahan mahasiswa apapun itu yang ada di USU. Terlepas dari itu semua, saya percaya ini bagian dari proses dan Pema interim saya anggap sebagai salah satunya. Doa terbaik untuk pengurus dan semoga harapan serta cita-cita politik USU terwujud.