
Oleh: Jennifer Smith L. Tobing
USU, wacana.org – Seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang diminta ‘jatah’ pencairan dana bantuan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) oleh oknum kating, mengaku takut melapor pada pihak prodi ataupun fakultas. Hal ini disampaikan oleh mahasiswa penerima KIP-K tersebut (anonim) lewat pesan pribadi, Selasa (18/03/2025).
Awalnya, ia mengaku enggan serahkan uang saku KIP-K miliknya pada oknum kating yang meminta. Namun, karena terus didesak dan dicari, akhirnya ia menyerahkan uang tersebut. “Aku takut banget ditagih-tagih dan dicari-cari, makanya aku kasih,” ujarnya.
Selain itu, dirinya mengungkapkan bahwa program studi turut mengancamnya agar tidak menyebarkan isu ini. Jika ketahuan, ia terancam drop-out (DO) dari USU. “Ancamannya saya bisa di-DO kalau saya ketahuan menyebarluaskan,” katanya.
Direktur Direktorat Prestasi Mahasiswa dan Hubungan Kealumnian (Ditmawalumni) USU, Rahma Yurliani, menyampaikan bahwa telah mengetahui adanya kasus serupa sejak 2024. Menurutnya, pada awal pengusutan, pelaku berdalih bahwa tindakannya hanya sebatas candaan dan kasus tersebut sempat ditangani di tingkat fakultas.
Akan tetapi, laporan serupa terus berdatangan hingga mencapai puncaknya pada Desember 2024. Ketika Ditmawa mencoba menelusuri lebih lanjut, korban justru menunjukkan ketakutan untuk memberikan informasi. “Padahal kalau kooperatif sangat membantu kami, karena kita akan memproses siapa seniornya yang menekan dia dan mengambil hak dia,” jelas Rahma.
Ditmawa telah menindaklanjuti laporan ini melalui Badan Pengawas Internal (BPI) dan memanggil sejumlah korban serta pelaku. Rahma menyebutkan bahwa sistem beasiswa KIP-K sudah jelas tanpa perlu ‘orang dalam’. Apalagi jika calon penerima terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan memiliki rekam jejak sebagai penerima bantuan pendidikan di sekolah menengah.
Staf Administrasi dan Verifikasi Beasiswa, Reno Pumadiansyah, juga menambahkan bahwa sistem seleksi KIP-K dilakukan secara ketat melalui verifikasi berkas, wawancara, hingga survei lapangan. Terkait penanganan kasus, Ditmawa menyatakan bahwa tidak bisa langsung menjatuhkan sanksi.
Setelah menerima laporan dan hasil pemeriksaan BPI, Ditmawa akan menyurati fakultas terkait untuk menindaklanjuti kasus melalui sidang kode etik. “Laporan kita proses, tapi tetap sesuai prosedur. Kami pastikan bahwa calo itu tidak ada,” sambung Rahma.
Reno juga menyatakan, Ditmawa menjamin kerahasiaan identitas korban dan siap menindak tegas pelaku. “Kami akan merahasiakan korban. Tidak usah khawatir bahwa pelapor itu akan kita sebut namanya,” katanya.
Reno tetap mengimbau mahasiswa agar segera melaporkan jika alami kejadian serupa. “Kami yakin mungkin masih ada yang seperti itu. Jadi tolong jika ada lagi mahasiswa yang dimintai uang oleh siapapun, laporkan. Jangan disimpan,” tegas Reno.
Hingga saat ini, Ditmawa telah memproses beberapa pelaku yang dijatuhi sanksi akademik berupa skorsing dan pengembalian uang kepada korban.