BOPM Wacana

Kamu Lupa Apresiasi Diri!

Dark Mode | Moda Gelap
Foto Ilustrasi: Chalista Putri Nadila

“Terima kasih…,” ucapku pada diriku.

Pernahkah kamu menaikan standar untuk dirimu? Tapi jika seorang teman meminta pendapat, seakan standar yang kamu bentuk itu terasa berat untuk diterapkan terhadapnya, sehingga membuatmu menurunkan standar untuk mereka. Kenapa memilih kejam untuk diri sendiri? Kenapa membiarkan diri sendiri tertekan?

Menurut data riset oleh David Jiscoot dari Alpro pada 2019, dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan 2.000 remaja tanggung umur 22-38 tahun, delapan dari sepuluh orang generasi millenial merasa dirinya worthless (kurang merasa berharga). Salah satu penyebabnya yaitu karena tidak bisa memenuhi ekspektasi yang dibangun oleh teman-temannya, bahkan merasa gagal dengan ekspektasi yang diciptakan diri sendiri.

Seperti ungkapan yang dikatakan oleh Filsuf Ralph Waldo Emerson, “The best lightning rod for your protection is your own spine.” Nyatanya, individu seperti kita tidak hanya butuh diapresiasi oleh orang lain loh, tapi diri sendiri juga. Sering terselip dalam angan, sebuah fakta bahwa jauh sebelum orang lain, perasaan diapresiasi dan diberi validasi datangnya dari diri sendiri, entah bagaimana setiap individu mengekspresikannya wujudnya.

Mendapat apresiasi dari orang lain memang perlu sih, bahkan kadangkala sampai memunculkan perasaan berbunga-bunga. Tapi udah pernah belum apresiasi diri sendiri? Atau malah ternyata kerjaannya cuman bisa hina diri-sendiri? Kurang bersyukur sama usaha sendiri? Sekali-sekali harus coba deh mengapresiasi diri sendiri.

Mengapresiasi diri sendiri artinya kita merasa bersyukur dengan usaha, kinerja, atau segala sesuatu yang telah kita lakukan. Bahkan bisa dari hal-hal terkecil yang selama ini udah melekat menjadi kepribadian kita, contohnya merasa berterima kasih karena sudah bisa menerima kekurangan diri. Inti dari apresiasi diri adalah menjadi baik sekaligus menyenangkan untuk diri sendiri.

Aku terbiasa melakukan appreciation treatment untuk diriku, bahkan dari hal sekecil bisa puasa penuh selama 30 hari. Bagi beberapa orang memang terlihat sepele, tapi untuk beberapa orang lain hal-hal sepele ini berarti lebih dari kata ‘enteng’. Untukku dan mungkin beberapa teman lain bisa sukses berpuasa adalah suatu pencapaian yang perlu diberi hadiah karena sudah berhasil melewatinya. Tidak muluk-muluk, hanya sebatas menghabiskan satu kaleng kue di hari setelah habisnya bulan puasa (read: lebaran) merupakan bentuk apresiasi diriku sendiri.

Banyak hal lainnya yang bisa diapresiasi dari diri sendiri. Seperti setelah berhasil melewati Ujian Akhir Semester (UAS), bisa mengerjakan tugas-tugas, hingga hal-hal besar seperti mendapat email balasan dari atasan, hehe.

Pun, caranya beragam, dari kegiatan yang fancy seperti jalan-jalan atau belanja, melakukan hobi, kegiatan sosial, hingga kegiatan yang sederhana seperti tidur atau makan. Bahkan cukup mengucapkan terima kasih untuk diri sendiri adalah bentuk apresiasi yang lebih dari mewah. Kita cenderung lupa bahwa tidak hanya orang lain yang memerlukan ucapan terima kasih atau perilaku-perilaku baik dari kita. Ada yang lebih membutuhkan itu semua, yaitu diri sendiri.

Menurut Psikolog Klinis Deborah Khoshaba, salah satu bentuk apresiasi diri yaitu dengan self love. Kegiatan self love akan membantu kita berkembang di lingkup banyak hal. Dalam satu artian, mengapresiasi diri sendiri tidak hanya memberikan kepuasan, namun juga pertumbuhan fisik, psikologis yang lebih nyaman, bahkan mempengaruhi kegiatan dan perasaan spiritual kita juga loh!

Bagiku sepenting itu untuk mengapresiasi diri sendiri bahkan dari hanya mengucapkan terima kasih. Aku cukup banyak melihat beberapa postingan tentang self appreciation, salah satunya yaitu memberi hadiah untuk diri sendiri ketika berhasil melakukan sesuatu. Namun, juga tak jarang aku sering melihat unggahan yang berisi evaluasi terus-terusan yang tidak dibarengi dengan pujian untuk diri sendiri. Tanpa sadar kegiatan tersebut bisa menekan diri sendiri dan membentuk pikiran bahwa dirinya worthless, tidak bisa diandalkan, dan sejenisnya. Padahal kita semua lebih dari orang-orang yang memerlukan pujian.

Jika tidak mendapatkannya dari orang lain, kenapa bukan kamu sendiri yang memulai untuk dirimu? Jangan menunggu yang lain memulainya, karena tidak selalu orang lain akan terus memperhatikanmu. Coba fokuskan dirimu di hal kecil yang hanya kamu sendiri yang mengetahuinya, mungkin kamu, aku, dan kita bisa memulai dari mengapresiasi bagaimana tangan bisa meng-handle banyak aktivitas dan kaki yang tidak lelah melangkah seharian.

Komentar Facebook Anda

Chalista Putri Nadila

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Stambuk 2018. Saat ini Chalista menjabat sebagai Pemimpin Redaksi BOPM Wacana.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4