Oleh Izzah Dienillah Saragih
Judul buku: The Scent of Sake (Aroma Sake)
Penulis: Joyce Lebra
Tahun terbit: 2013
Penerbit: Gagas Media
Harga: Rp. 69.000
Terkadang, seorang wanita harus membunuh dirinya sendiri untuk dapat terus hidup dan bertahan.
Pada abad 19, setiap perempuan Jepang harus “siap membunuh dirinya sendiri.” Bahwa hak-haknya telah dibatasi dan perempuan tak dianggap keberadaannya. Pun halnya yang dialami Rie Omura, putri satu-satunya keluarga Omura sekaligus pewaris sake merek Tiger White.Bagaimana mungkin bisa membunuh diri sendiri, tetapi tetap melanjutkan hidup dan terus bertahan?” tanya Rie di dalam hati.
Sejak adiknya Toichi meninggal, Rie sadar bahwa dirinya adalah kontradiksi bagi keluarganya. Di satu sisi ia adalah satu-satunya pewaris sake Tiger White, di mana semua beban dan tanggung jawab ada di pundaknya. Namun di sisi lain, ada batas-batas yang tidak boleh ia langkahi.
Sebagai perempuan, ia tak diperkenankan untuk terlibat terlalu jauh dalam bisnis keluarganya. Padahal Rie memiliki intuisi berbisnis yang tajam. Bahkan untuk pembuatan sake ia tak boleh masuk ke dalamkura -gudang pembuatan sake- karena keterlibatan perempuan akan membuat sake menjadi masam.
Pun Rie pasrah ketika keluarganya memilih mukoyashi -suami pilihan orangtuanya- kepadanya. Jihei, sang mukoyashi digadang-gadang membantu Rie untuk mengembangkan White Tiger, sekaligus mengambil alih tanggung jawab Ayah Rie, sebagai kepala keluarga Omura.
Alih-alih menjadi kepala keluarga yang baik dan memiliki naluri bisnis yang tajam, kehadiran Jihei justru tak menguntungkan Rie sama sekali. Jihei tak lebih dari seorang pemabuk yang suka menghamburkan uang dan menghabiskan waktu dengan para geisha.
Bahkan Rie terpaksa mengasuh anak-anak hasil hubungan Jihei dengangeisha-geisha. Rie frustrasi. Bagaimanapun ia harus menjaga keberlangsungan sake White tiger dan nama baik keluarga Omura. Belum lagi masalah jatuh bangun bisnis sake mulai dari kura yang terbakar, hingga persaingan sake yang ketat. Apakah Rie bisa bertahan?
Novel ini sejatinya adalah novel yang bertutur tentang perempuan dan keluarga. Bagaimana perempuan tetap bertahan di tengah masalah keluarga dan benturan budaya. Novel ini adalah cerita tentang Rie, perempuan yang ‘membunuh dirinya sendiri’ agar tetap hidup.
Membunuh perasaan demi kepentingan keluarga. Perempuan yang harus pandai memilah dan menekan perasaan. Sosok Rie digambarkan sebagai perempuan yang ulet, kuat, meski terkadang rapuh. Bahwa dibalik kepasrahan dan batas-batas yang membelenggunya, Rie tak berhenti mencari cara untuk bisa membawa White Tiger sebagai brandsake nomor satu di Tokyo. Bagaimana Rie berada di belakang terobosan-terobosan cemerlang White Tiger, yang mana laki-laki di White Tiger tak terpikir akan hal itu.
Joyce Lebra, sang pengarang, merupakan profesor dari Universitas Colorado yang mendalami budaya Asia, terutama Jepang. Buku ini merupakan fiksi, meski beberapa bagian dalam novel terinspirasi dari kisah nyata. Gaya bertutur Joyce ringan, namun cenderung datar.
Tidak ada twist yang begitu kentara dalam novel ini. Gaya bertutur ini lah yang mungkin menyebabkan pembaca bosan pada pertengahan hingga menuju akhir cerita. Selain itu, Joyce juga memilih ending yang terlalu manis untuk kisah hidup Rie yang sebetulnya cukup berliku ini.
Begitupun, novel ini merupakan sebuah cerita yang patut dibaca. Novel ini menambah wawasan mengenai budaya Jepang, dan memberi pelajaran bagaimana uletnya mereka dalam berusaha. Selain itu, membaca novel ini melahirkan suatu kesyukuran.
Bahwa kita (perempuan) yang lahir jauh setelah masa hidup Rie harus mmengembangkan diri seluas-luasnya. Sebab kita hidup dengan batas-batas dan pengecualian yang nyaris tak ada lagi.