BOPM Wacana

Kesederhanaan Tipuan Joko Anwar

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh Fredick Broven Ekayanta Ginting

Judul: Modus Anomali

Sutradara: Joko Anwar

Naskah: Joko Anwar

Pemain: Rio Dewanto, Hannah Al-Rashid, Izzi Isman, Aridh Tritama, Marsha Timothy

Tahun: 2012

Durasi: 86 Menit

Dengan sederhana, Joko Anwar berhasil menipu penonton.

Joko Anwar kembali menghasilkan sebuah film bergenre thriller psikologi setelah film sebelumnya, Kala (2007) dan Pintu Terlarang (2009). Menggandeng Rio Dewanto sebagai bintang utama, jalinan film yang hanya berdurasi delapan puluh enam menit ini mampu menguji adrenalin dan psikis para penontonnya.

Sederhana dan datar mungkin cukup menggambarkan seluruh cerita yang dibuat oleh Joko Anwar ini. Namun dalam durasi yang singkat itu Joko Anwar memaksa penonton untuk konsentrasi dan fokus mengikuti setiap alur agar tak tertinggal dari jalannya cerita. Sebab tak mudah untuk mengartikan apa maksud yang hendak disampaikan Joko Anwar.

Beberapa pecinta film bahkan mengatakan Joko Anwar hendak menipu penonton dalam sebuah cerita berjudul “Modus Anomali” ini.

Diawali saat suatu sore seorang lelaki bangun dari tumpukan tanah yang menguburnya di tengah-tengah hutan belantara. Dengan kebingungan yang intens ia berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri dan mengingat apa yang telah terjadi padanya.

Ia pikir seseorang telah menguburnya hidup-hidup. Tapi ia tak ingat pasti. Bahkan, ia sendiri lupa siapa dirinya dan namanya. Ia baru mengetahuinya setelah membaca kartu identitas yang ia temukan di dompetnya sendiri. John Evans (Rio Dewanto).

Di tengah kebingungannya ia menemukan sebuah rumah. Ia masuk dan sangat terkejut ketika menyaksikan seseorang telah membunuh seorang perempuan hamil dalam rekaman kamera. Setelah menyaksikan isi rekaman lainnya, ia menyadari bahwa ia adalah suami perempuan hamil tadi. John mulai sadar bahwa keluarganya telah diserang oleh pembunuh. Ia sadar dirinya dan kedua anaknya yang menghilang sedang diincar oleh pembunuh tersebut.

Sepanjang tiga puluh menit pertama film ini terkesan datar. Hal tersebut karena latar yang diambil hanya di sekitar hutan belantara saja. Bahkan hingga akhir cerita latar tempatnya tak berpindah dari hutan itu, selain rumah yang juga berada di tengah hutan.

Di sela-sela mengelilingi hutan itu, John beberapa kali melihat sosok pembunuh yang mengejar dirinya. Di lain sisi kedua anaknya juga berusaha menghindari pembunuh dan mencari ayahnya yang mereka ketahui masih hidup. Namun nahas bagi keluarga itu, John secara tak sengaja dan tak terduga membunuh kedua anaknya tadi.

Penonton akan dibuat bingung dan menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Hingga memasuki adegan akhir ketika John telah tenang. Ketika itu ia melihat sebuah keluarga akan berlibur di tengah hutan itu. Lantas ia membantai dan pada akhirnya menunjukkan bahwa ialah pembunuh yang sebenarnya dari semua tragedi di tengah hutan itu.

Sepintas konsep film ini mirip dengan film The Shutter Island garapan Martin Scorsese. Di film itu, Teddy Daniels (Leonardo Di Caprio) berperan seolah-olah dirinya adalah orang lain. Demikian halnya dengan John. Ia sengaja membunuh ayah dari keluarga yang tengah berlibur itu, lalu membuat dirinya hilang ingatan dan ketika sadar ia berhalusinasi seolah-olah ia adalah ayah dari keluarga tersebut dan berusaha untuk menghindari pembunuh yang sebenarnya adalah tidak ada. Begitulah cara Joko menipu penontonnya.

Yang menjadi nilai lebih film ini selain konsep ceritanya adalah si John sendiri. John yang diperankan oleh Rio Dewanto berhasil ber­aktinghampir sempurna di setiap keadaan, mulai dari emosi, ketakutan, bingung, marah, menangis, dan sebagainya.

Satu-satunya hal yang sedikit mengganggu adalah penggunaan bahasa Inggris dalam setiap monolog dan dialog film ini. Keseluruhan pemain film ini adalah aktor dan aktris dari dalam negeri, sehingga aksen yang dikeluarkan mereka terkesan seperti “dipaksakan”. Tapi itu juga yang menjadi pembeda dari film-film lainnya. Tak seperti beberapa film Indonesia yang masih menggunakan setengah-setengah bahasa asing.

Film ini telah mendapatkan penghargaan internasional, seperti di Bucheon Award, Korea Selatan dalam ajang Network of Asian Fantastic Films (NAFF). Dalam ajang itu, Modus Anomali menyisihkan sekitar 100 film lainnya yang berasal dari berbagai negara.

Film ini juga ditayangkan dalam Festival South by Southwest (SXSW) di Texas, Amerika Serikat pada 2012 lalu. Salah satu festival musik, film, dan video terbesar di negara Paman Sam itu.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4