BOPM Wacana

Gondang Na Poso: Cari Jodoh Ala Toba

Dark Mode | Moda Gelap
Dokumentasi Panitia

 

Oleh: Sagitarius Marbun

“Menarilah, maka akan kusematkan pucuk hariara di sanggulmu.”

Gondang Na Poso atau sekarang lebih sering disebut Pesta Na Poso. Disebut Gondang Na Poso karena diiringi oleh gondang. Namun Pesta Na Poso tidak selalu diiringi gondang, bisa saja keyboard ditambah saksofon, bas, dan alat musik lainnya. Hal ini terjadi karena kemajuan zaman dan makin maraknya penggunaan keyboard untuk mengiringi pesta karena lebih simple.

Gondang Na Poso dilakukan pasca panen raya. Dahulunya, gondang ini diprakarsai oleh orang tua yang menginginkan jodoh bagi anaknya. “Wajar saja dahulu jarak huta-huta (kampung) jauh. Di mana-mana semarga didapati,” jelas Manguji Nababan dalam workshop Gondang Na Poso yang diadakan Rumah Karya Indonesia pada tahun lalu.

Gondang Na Poso pertama kali dilakukan di Samosir oleh marga Parna (nama persatuan dari marga Nai Ambaton: Simbolon, Sitanggang, Simarmata, dan setidaknya delapan puluh marga lagi). Para orang tua marsisesean (silahturahmi) dengan warga kampung sebelah (bukan Parna) untuk mengundang mereka ke syukuran pesta panen raya dengan membawa putra-putri mereka.

Biasanya Gondang Na Poso ini dilakukan selama dua hari. Hari pertama dibuka oleh para orang tua untuk berdiskusi tata acara selama Gondang Na Poso berlangsung, sebelum memberikan puncak acara kepada para pemuda. Tor-tor somba-somba dilakukan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian acara diserahkan kepada pemuda dengan pengawasan di bawah orang tua. Hal ini untuk menjaga etika dan norma para naposo dalam mencari jodohnya. Di sinilah kesempatan bagi para naposo untuk mencari jodoh mereka.

Manguji juga mengatakan dahulu  tingkat kedewasaan seorang gadis dapat dilihat dari dua cara. Cara pertama ketika kita bertamu di rumahnya. Jika ia sudah dewasa, sang perempuan akan dengan sangat apik dan sopan menyambut tamu dan melayaninya. Cara kedua dari sikapnya manortor. Undok (alunan kaki) dan sikap kepala yang pas menjadi penentunya. Juga mata yang tidak jelalatan melihat pemuda yang ikut manortor.

Dokumentasi Panitia

 

Pada gondang pembuka, dipinta gondang mula-mula. Ini menjadi gondang pembuka dalam acara apapun. Karena Batak itu adalah suku yang bertuhan yang disebut dengan Oppung Mula Jadi Na Bolon.

Pada putaran pertama saat pihak suhut (tuan rumah) memberikan satti-satti (pinggan atau piring tanah yang berisi beras, uang, dan pucuk beringin) sebagai tanda mata. Pada momen ini siraja hata dari pemuda akan maminta (meminta) gondang kepada pargonci (baca pargossi: pemusik) dan menberikan satti-satti dengan cara mangaliat (mengelilingi peserta). Hal ini dilakukan untuk melihat wanita mana yang akan dilirik oleh sang pemuda. Dan satti-satti akan diberikan kepada gadis yang ia inginkan.

Pada putaran ke dua adalah pihak pendekatan. Para pemuda akan menancapkan pucuk hariara (beringin) ke sanggul si gadis. Jika si gadis menerima, si pemuda akan memberi uang dan dibalas dengan ulos oleh si gadis sebagai tanda mata. Tidak melulu si gadis mau menerima laki-laki yang menaksirnya.

Bagaimanapun cinta tidak bisa dipaksakan. Dan etika penolakan inilah yang harus dipantau orang tua. Karena biasanya ketika seseorang ditolak, maka orang tersebut akan sakit hati dan akan memancing untuk melakukan hal yang tidak diinginkan.

Pada zaman sekarang Gondang Na Poso sudah jarang dilakukan. Hal ini karena masa panen padi tidak merata lagi, ada yang dua kali setahun bahkan tiga kali. Pun, karena kemajuan zaman orang tua tak banyak andil lagi untuk mencarikan jodoh bagi anaknya.

Sementara Pesta Na Poso dilakukan sehari sebelum pesta pernikahan. Di mana naposo sekitar kampung berkumpul. Acara ini lebih mirip di sebut pesta melepas masa lajang.

“Ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi,” ungkap si anak ketika orang tua menjodohkan.

Di samosir sendiri Gondang Na Poso dilakukan lima tahun sekali oleh Naposo Tuk-tuk. Terakhir sekali diadakan 3 Januari lalu.

Jangan khawatir, bagi kamu yang ingin melihat langsung atau ikut andil dalam mencari jodoh ala Toba bisa kamu saksikan di Jong Bataks Art Festival. Jong Bataks merupakan program tahunan Rumah Karya Indonesia yang meliputi pesta pemuda dari Karo, Simalungun, dan Toba.

Selamat mencoba dan selamat mencari jodoh di sana, semoga bisa mengurangi jomblo di dunia.

Komentar Facebook Anda

Sagitarius Marbun

Penulis adalah alumni Mahasiswa Sastra Indonesia FIB USU Stambuk 2017.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4