BOPM Wacana

CHSE dan Terapannya di Industri Pariwisata

Dark Mode | Moda Gelap
Foto Ilustrasi: Sagitarius Marbun

 

Perekonomian semakin menyusut. Destinasi wisata mulai dipromosikan. Amankah berwisata di masa pandemic?

Sejak diumumkannya 2 warga Indonesia terpapar virus Covid-19 di Maret 2019 lalu, kita dihadapkan akan ketakutan, kegelisahan, dan ketidakjelasan. Sejak itu, pemerintah mengambil tindak tegas bahwa kita harus bekerja dan belajar dari rumah. Tentu anjuran ini sangat memberatkan bagi mereka yang bekerja di antara kerumunan, pelaku wisata salah satunya.

Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) mencatat terjadinya penurunan perjalanan turis mancanegara di tingkat dunia sebesar 72 persen sepanjang Januari – Oktober 2020. Sedangkan Indonesia mencatat penurunan jumlah wisatawan mancanegara sebesar 73,6 persen pada Januari – November 2020. Jumlah yang sangat jungkir balik dibanding tahun sebelumnya, yakni 14,73 juta wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia dan di 2020 menjadi 3,89 juta wisatawan mancanegara.

Tentu penurunan ini sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia mengingat tahun ke tahun sektor pariwisata selalu memberi peningkatan terhadap sumbangan devisa untuk negara –kecuali dua tahun terakhir.

Tidak hanya negara secara global, orang-orang kecil yang bekerja di sektor pariwisata pun tak terhindari dari getahnya. Pelaku pariwisata dari agen perjalanan, jasa fotografi, kuliner, penginapan, pengelola destinasi, hingga pedagang asongan di daerah wisata tak terhindar dari kehilangan mata pencaharian. Hal ini semata-mata karena ketakutan dan ketidakpastian yang disebabkan virus corona.

Menindakanjuti hal ini pemerintah melalui Kementrian pariwisata dan Ekonomi Kreatif (kemenparekraf) mengeluarkan program untuk fase kenormalan baru. Program ini disebut CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Enviromental Sustainability) sebagai kelanjutan dari protokol kesehatan yang sudah dianjurkan sebelumnya, yaitu penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Program ini diserahkan pertama kali di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau pada Sabtu, 26 September 2020.

CHSE diterapkan untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan terhadap destinasi dan industri pariwisata sepanjang pandemi Covid-19. Penerapan ini dilakukan di tiap destinasi wisata atau lokasi terkait pariwisata ekonomi kreatif. Program ini juga dianggap sebagai kunci utama pengembalian kondisi dan ruang aman bagi masyarakat dan wisatawan.

Untuk menjamin penerapan CHSE di tempat wisata, pemerintah mengeluarkan sertifikasi yang ditujukan kepada usaha pariwisata. Sertifikasi dapat diperoleh secara gratis dengan mendaftar secara online di bagian CHSE pada laman website kemenparekraf. Prosesnya mulai dari penilaian mandiri, deklarasi mandiri, penilaian dan verifikasi secara daring dan luring dengan mengunjungi langsung lokasi wisata. Selesai proses ini maka sertifikasi akan diberikan kepada pelaku usaha tersebut.

Kriteria yang diharapkan untuk lolos sertifikasi ini adalah pada aspek cleaniness (kebersihan), secara umum pelaku wisata harus menjamin kebersihan, seperti ketersediaan dan keterjakauan tempat cuci dan hand sanitizer, dan penyemprotan disinfektan secara berkala. Pada aspek health (kesehatan) pelaku usaha perlu menjaga kesehatan baik para pekerja maupun pengunjung. Mulai dari pengecekan suhu tubuh, pemakaian masker, dan penerapan pembatasan sosial dan meminimalisir kerumunan.

Pada aspek safety (keselamatan), para pelaku usaha perlu menyiapkan prosedur keselamatan kerja apabila sewaktu-waktu terjadi bencana atau kondisi darurat. Sedangkan di aspek environment sustainability (lingkungan berkelanjutan), pelaku usaha perlu memastikan usahanya telah menerapkan kondisi ramah lingkungan. Semisalnya penggunaan perlengkapan ramah lingkungan dan memastikan area nyaman untuk pengunjung.

Berdasarkan data di laman web Kemenparekraf terdapat 5.863 bidang usaha pariwisata yang sudah tersertifikasi dari 34 provinsi, 357 kabupaten/kota di Indonesia. Angka yang cukup fantastik dengan target Kemenparekraf yang hanya 6.500 untuk tahun 2021.

Hal ini terjadi karena CHSE ini dianggap sebagai brandingan baru usaha pariwisata untuk Kembali menarik perhatian wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Adanya jaminan aman berpariwisata ini secara tidak langsung menumbuhkan Kembali perekomonian masyarakat, tidak hanya pelaku wisata juga pengusaha-pengusaha kecil di Kawasan daerah wisata, pedagang asongan salah satunya.

Namun pertanyaannya, apakah program ini mampu menjamin tidak tersebarnya Covid-19 di daerah wisata?

Komentar Facebook Anda

Sagitarius Marbun

Penulis adalah alumni Mahasiswa Sastra Indonesia FIB USU Stambuk 2017.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus