Oleh Hadissa Primanda
Judul: Refrain
Jenis Film: Drama, Roman
Produser: Ody Mulya
Produksi: MAXIMA PICTURES
Sutradara: Fajar Nugros
Penulis skenario: Haqi Achmad
Cerita dari buku yang dimetamorfosiskan ke dalam lembaran rol film memang tak kudu mirip dan sejalan. Namun bukan berarti adaptasi besar-besaran yang dilakukan.
Berbeda dengan film Habibie dan Ainun yang diangkat dari buku dengan judul serupa, yang proses pembuatan filmnya diawasi langsung oleh tokoh utama sekaligus penulis buku tersebut, BJ Habibie, film Refrain ini hanya mengandalkan kemampuan sutradara. Film yang juga diangkat dari novel laris karya Winna Efendi ini sama sekali tidak melibatkan si penulis mulai dari pemilihan pemain, penulisan skenario hingga proses syuting. Alhasil, memang terlalu banyak perbedaan antara cerita di buku dengan yang berhasil divisualisasikan dalam film.
Refrain menceritakan kisah persahabatan dari kecil Nata (Afgansyah Reza) dan Niki (Maudy Ayunda) hingga remaja. Keduanya belum pernah jatuh cinta dan mulai ingin tahu seperti apa itu jatuh cinta. Kemudian datang Annalise (Chelsea Islan) yang masuk dalam lingkaran persahabatan mereka. Anna ternyata telah jatuh cinta pada Nata sejak pertama kali mereka bertemu. Nata, baru menyadari rasa sayangnya pada Niki ternyata lebih dari sekadar sahabat, saat Niki menjalin hubungan dengan Oliver (Maxime). Mereka pun mulai mencari arti memiliki dan merelakan.
Dalam bukunya, Nata digambarkan sebagai sosok yang jangkung, kurus, jutek, ketus, dingin, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dari segi fisik, Afgan sangat jauh dari sosok Nata. Ia pun berusaha keras untuk menjadi Nata, meskipun apa yang ia tampilkan lebih kepada sosok tempramen yang suka marah, dengan alasan yang tidak jelas.
Pun dengan Maudy Ayunda, yang juga berusaha keras untuk memerankan sosok Niki yang centil, ceria, supel, dan kekanak-kanakan. Malangnya, karakter Niki ini sangat jauh dari karakter asli Maudy yang terlihat dewasa dan kalem, sehingga tokoh Niki terasa tidak benar-benar ada sepanjang film.
Tokoh Annalise lebih parah. Mengusung nama baru Chelsea Islan sebagai pemerannya benar-benar mengecewakan dan jauh dari apa yang bisa diharapkan, terutama bagi mereka yang membaca bukunya. Anna adalah anak model terkenal, hingga kecantikannya bak putri kerajaan.Tubuhnya dideskripsikan sangat kurus dan sangat tinggi, dengan rambut pirang sepunggung, dan wajah keturunan indo.Ia pemalu, karena terlalu sering pindah sekolah, dan tidak banyak bicara.
Sementara postur Chelsea terlalu ‘kecil’ untuk tokoh tersebut, meskipun ia keturunan indo. Sepanjang film, Anna juga sering memakai sweater, bicara dengan pelan tanpa ekspresi, hingga terlihat lemah dan seperti sedang sakit.
Adalah hal yang wajar mungkin saat setiap cerita yang diangkat dari buku punya cerita beda dengan filmnya, mengingat durasi yang hanya ratusan menit. Namun, dalam film ini ada cukup banyak cerita yang beda dengan buku.
Pertama, cerita saat pesta prom. Dalam film, malam itu Oliver bilang ia sakit dan tidak bisa menemani Niki datang ke pesta. Tapi ternyata ia malah datang dengan Helena (Stepahanie Nepa). Helena merasa iri dengan Niki yang mulai menggeser posisinya sebagai pusat perhatian hingga ingin membuktikan bahwa ia masih bisa merebut apa yang Niki punya. Sementara Oliver hanya diam saja dan tersenyum sengak.Datang Nata yang menonjok Oliver lalu mengajak Niki pulang.
Padahal dalam buku, Oliver bukanlah sosok sepicik itu. Sebelum kenal Niki, ia jatuh cinta pada kakak kelasnya bernama Sasha, yang ternyata adalah sepupu Helena. Oliver rela putus dengan Niki demi bertemu dengan Sasha. Oliver sama sekali tidak mendengar percakapan antara Helena dan Niki, dan saat tahu ia merasa bersalah pada Niki meskipun Niki pada akhirnya menampar dan kemudian meninggalkan pesta promtersebut. Nata sama sekali tidak datang ke pesta itu, dan justru ditelepon Oliver untuk menjemput Niki. Oliver datang ke rumah Niki beberapa hari setelahnya, meminta maaf karena ternyata Helena sengaja menipunya untuk merusak hubungan mereka berdua.
Yang paling disayangkan adalah bagian pengakuan cinta Nata kepada Niki yang di dalam film sangat biasa saja. Keduanya tidak sengaja melihat Anna yang ternyata menyimpan foto-foto candid Nata. Anna malu kemudian lari ke dapur, Nata menyusul dan Anna menyatakan perasaannya. Nata tidak menjawab dan mengatakan bahwa ia menyayangi Niki dan tanpa ia sadari Niki ada di belakang mereka mendengar itu semua.
Dalam bukunya, ada banyak hal diam-diam yang dilakukan Nata untuk menyatakan perasaannya pada Niki. Nata mengirimkan surat berisi puisi dalam sebuah amplop biru yang diberikan kepada Niki saat harivalentine melalui program secret admirer sekolah mereka, yang dalam filmnya surat itu ada tapi tidak jadi dimasukkan Nata ke dalam kotak. Niki tahu perasaan Nata gara-gara membaca buku lirik Nata yang ternyata tak hanya berasa momen-momen yang mereka lalui berdua, tapi juga perasaan Nata. Nata juga mengirimkan kaset berisi kumpulan lagu yang ia tulis untuk Niki, yang baru didengarkan Niki setelah ia putus dengan Oliver.
Di film, Nata pergi ke Austria keesokan hari setelah pesta prom. Niki yang kaget dengan dua kejadian mengejutkan sekaligus setelah Oliver yang selingkuh, tertidur dengan gaunnya, dan ketika bangun ia baru tahu Nata sudah pergi. Ia pergi ke kamar Nata dan Kak Danny memberikan surat titipan Nata kepada Niki. Bagian ini terlalu klise dan terasa sedikit norak, mengingat Nata hanya pandai menulis lirik, bukan merangkai kata-kata yang panjang seperti surat.
Padahal dalam buku, kepergian Nata sudah diketahui Niki sejak lama, bahkan mereka sempat mengadakan pesta perpisahan bertiga, dan mengantarkan Nata ke bandara. Niki sama sekali tidak mendapat surat dari Kak Danny. Saat masuk ke kamar Nata, Niki menemukan sebuah kaset yang hanya berisi satu lagu saja. Liriknya sama dengan puisi yang diterima Niki saat hari valentine. Di situlah Niki tahu, bahwa selama ini Nata memang yang paling menyayanginya lebih dari apapun.
Lupakan adegan Niki yang jauh-jauh datang ke Austria membawa amplop untuk bertemu Nata, lima tahun kemudian. Dalam buku, pertemuan Niki dan Nata tidak sedramatis itu.Nata pergi ke Amerika dan merintis karier musiknya, sementara Niki menjadi guru –bukan fashion designer seperti dalam film. Keduanya bertemu tak sengaja di halaman SMA mereka, dan merasa banyak perubahan yang terjadi pada keduanya. Yang tidak berubah adalah perasaan keduanya, lalu Nata menggenggam tangan Niki, saling mengungkapkan kerinduan masing-masing. Sesederhana itu. Tidak ada amplop merah sebagai surat balasan Niki.
Selain itu, ada banyak detail-detail kecil yang dihilangkan, sehingga ceritanya terasa datar dan biasa saja. Ketiadaan Vidia Rossa, mama Anna yang sangat diidolakan Niki, cerita kecintaan Anna pada fotografi, kisah cinta Anna dan Kak Danny, dan sekolah kecil Niki dan Nata tempat mereka sering menghabiskan waktu. Juga tidak ada adegan Niki, Nata, dan Anna bersama di trampolin sehingga terkesan Anna hanya pengganggu dalam persahabatan Niki dan Nata.
Juga kecintaan Nata terhadap gitarnya. Dalam buku diceritakan Nata tak bisa lepas dengan gitarnya. Ia pernah menyanyikan sebuah lagu sebagai permintaan maaf kepada Niki, juga menyanyikan di pesta sekolah. Sementara pada filmnya, gitar hanya seperti aksesoris bagi Nata, karena sekali pun tak pernah terdengar ia memainkan lagu dengan gitar. Malah, di bagian akhir ia memainkan lagu dengan piano. Sehingga peran gitar yang seperti satu jiwa dengan Nata itu tidak tergambarkan.
Pada akhirnya, menonton film ini seolah tak ada bedanya seperti menonton FTV.Ceritanya jadi biasa dan datar saja. Padahal apa yang ditawarkan bukunya jauh dari sekadar itu. Beruntung, ada nama-nama Afgan dan Maudy yang mungkin bisa jadi penarik bagi orang-orang untuk tetap menonton film ini.