Oleh: Rachel Caroline L. Toruan
Medan, wacana.org – Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2024 memaparkan evaluasi pada praktik demokrasi di Indonesia. Hal ini disampaikan pada diskusi “Eskalasi Konflik Agraria, Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Kekerasan” yang dilaksanakan pada Jumat (20/12/2024) di Hotel Grandhika Setiabudi, Medan.
Bakumsu menyoroti demokrasi di Indonesia kini masih terkungkung pada aspek elektoral semata. Sementara substansi, seperti keadilan sosial dan pemenuhan hak-hak masyarakat, belum sepenuhnya terwujud.
“Pemilu dan Pilkada berjalan banyak menguras tenaga, baik bagi sipil dan aparat. Artinya meski kita sebut berjalan dengan baik, namun harus kita sampaikan bahwa demokrasi kita tidak baik-baik saja,” ungkap Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Juniaty Aritonang.
Menurut Juniaty, proses demokrasi tersebut masih menyisakan sejumlah persoalan. Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah politik uang yang terus terjadi, minimnya pengawasan terhadap pelanggaran pemilu, serta ketimpangan dalam akses informasi politik di berbagai daerah. “Kalau kita berkaca dengan situasi yang terjadi demokrasi sekarang, demokrasi elektoral berjalan dengan baik, tapi substansi dari demokrasi itu tidak tercapai dengan baik,” terangnya.
Selain itu, Bakumsu menggarisbawahi bahwa calon pemimpin Sumatra Utara kini tidak melihat persoalan yang ada. Hal ini disebabkan adanya oligarki yang sangat kuat. “Konflik agraria sama sekali tak tersentuh,” pungkas Juniaty.
Bakumsu turut memaparkan catatan mereka mengenai isu supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatra Utara. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua Pusat Kajian HAM, Majda El Muhtaj.
Majda menambahkan bahwa persoalan HAM tidak dapat selesai jika pemerintah tidak sepenuhnya menorehkan perhatian dalam mewujudkan supremasi hukum yang baik. “Nyatanya negara ini masih setengah hati dalam memperkuat demokrasi dan memastikan supremasi hukum serta penegakan HAM, makanya kita masih anomali,” katanya.