Oleh Aulia Adam
Judul: The Hunger Games: Catching Fire
Sutradara: Franciss Lawrence
Pemain: Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Lenny Kravitz, Philip Seymour Hoffman
Naskah: Simon Beaufoy, Michael Arndt
Tahun: November 2013
Durasi: 146 menit
Beaufoy dan Arndt-lah yang bertanggungjawab atas dahsyatnya sekuel The Hunger Games ini. Mereka, sang dalang di meja penulisan naskah, berhasil menyulap buku setebal 424 halaman yang begitu menyesakkan menjadi naskah sederhana yang lebih nendang!
Rol film diputar. Kisah kembali dimulai dari Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence), si gadis suci pemantik revolusi. Ia sedang bergolak dengan batinnya sendiri, di depan kolam di tengah hutan, tempat mendiang ayahnya mengajarkannya banyak hal.
Batinnya bergolak tentang kehidupannya pasca menang di Hunger Games.
Ia memang jadi lebih kaya, tinggal di rumah mewah, tak mesti berburu ke hutan jika perutnya diserang lapar. Tapi idenya mengeluarkan berry saat final Hunger Games, yang membuatnya menjadi pemenang bersama Peeta Mellark (Josh Hutcherson) ternyata menjadi penyebab kegundahannya. Well, sebenarnya kegundahan Presiden Snow (Donald Sutherland) yang ikut membuatnya gundah.
Pasalnya, tingkah Katniss yang lebih rela mati ketimbang menjadi pemenang Hunger Games dianggap sebagai pemberontakan atas diktatornya pemerintahan Snow di Capitol. Membuat banyak distrik di Negara itu tersulut untuk melakukan revolusi.
Ia sendiri tak menyangka dampak dari buah berry itu bisa jadi begini besar. Bukannya tenang setelah memenangkan pertandingan itu, ia justru secara terang-terangan diancam Snow, mengikuti skenario yang dibuat Snow untuk meredam pemberontakan. Atau, bukan hanya nyawanya yang bisa melayang tiba-tiba, tapi juga seluruh orang-orang yang dicintainya.
Satu-satunya cara agar selamat, ia dan Peeta harus melanjutkan sandiwara percintaan mereka dan menikah. Meskipun, sandiwara itu lama-lama berubah jadi nyata, tetap saja membuat Katniss menderita. Sebabnya, ada Gale (Liam Hensworth), sang pacar yang dengan sakit hati harus menonton pertunjukan cintanya dengan Peeta.
Tapi sebelum pernikahan itu terwujud, putaran Hunger Games selanjutnya mendadak diputar. Beberapa bulan lebih awal. Hal ini tentu saja menjadi pertanyaan sendiri bagi Katniss. Ia yakin kalau dipercepatnya Hunger Games ke-75, yang sekaligus perayaan Quarter Quell ketiga ini, berhubungan dengan otak licik Snow yang ingin meredam pemberontakan menjadi-jadi di beberapa distrik.
Dan benar saja. Quarter Quell ketiga ini mewajibkan seluruh pemenang Hunger Games sejak awal hingga yang terakhir untuk kembali mengundi nama mereka sebagai peserta. Alasan Snow: agar pemberontak sadar kalau pemenang di antara yang kuat pun akan tunduk atas kekuasaan Capitol.
Hal ini membuat Katniss benar-benar terpukul. Belum setahun keluar dari kandang mengerikan bernama Hunger Games, Presiden Snow berhasil menjebloskannya lagi kesana.
Tapi petualangan kali ini benar-benar berbeda. Katniss jauh lebih siap. Bahkan teror-teror kecil yang dilakukan Snow untuk menakutinya berhasil ia hadapi dengan tenang. Bahkan sebagian umpan balik dari Katniss berhasil menohok Snow. Misalnya, saat gaun pengantin Katniss yang sengaja diberikan Snow untuk mengolok-oloknya, berubah menjadi gaun Mockingjay, yang merupakan simbol pemberontakan terhadap Capitol.
Seluruh cerita yang diputar dalam rol film ini memang persis dengan buku adaptasinya yang berjudul sama. Hanya saja, semuanya jauh lebih padat sekaligus begitu ringan berkat sentuhan tangan dingin penulis pemenang Oscar, Simon Beaufoy dan Michael Arndt. Mereka justru tak terlalu banyak merombak adegan yang memang Suzanne Collins kisahkan dalam 27 bab bukunya.
Justru kedua penulis ini, memperbaiki alur padat-merayap yang begitu menyesakkan dalam buku adaptasinya, menjadi dialog ringan yang lebih memperjelas keadaan. Seperti alasan adegan pencambukan Gale di tengah Distrik 12 atau saat Katniss menyaksikan langsung kepala salah satu pemberontak di Distrik 11 yang dihunjam timah panas Penjaga Perdamaian.
Kedua adegan ini memang ada dalam buku, namun lebih didramatisir oleh Beaufoy dan Arndt. Mereka juga menghapus beberapa fragmen mubazir yang Collins selipkan dalam bukunya yang begitu sesak. Seperti cambukan di muka Katniss atau proses mengobati luka Gale yang memakan waktu berhari-hari. Semua dipotong. Beruntungnya, potongan dan beberapa adegan yang diperhalus justru menguatkan jalan cerita di film.
Penonton turut disulut oleh api revolusi yang telah dipantik Katniss. Namun sayang, karakter Peeta yang sebenarnya begitu digali oleh Collins dalam bukunya, yang juga bisa dibilang sebagai tokoh kunci dalam buku Catching Fire ataupun Mockingjay, seri ketiganya, justru dibuat ala kadarnya di film ini.
Beaufoy dan Arndt bahkan bisa dibilang terlalu santai pada karakter ini. Mereka tak melihat alasan kenapa karakter Peeta diciptakan Collins dalam trilogi bukunya. Atau malah aktor Josh Hutcherson yang kurang dalam menggali karakter penting ini. Berbeda dengan Katniss yang benar-benar mantap diperankan Jennifer. Tokoh Katnis benar-benar berhasil ia eksplor menjadi gadis suci pemantik revolusi.
Akhir film ini juga dibuat Beaufoy dan Arndt cukup persis dengan bukunya. Tentu saja dengan merapikan sedikit adegan pada buku dengan beberapa dialog cantik.