Oleh: Angga Pratama
Andai saja aku tidak memulainya denganmu, tentu semua akan baik-baik saja.
“Aku tidak bisa berjanji akan terus bersamamu Arkhan, jujur aku belum bisa berdamai dengan masa laluku”
Bagaimana dia bisa memetik bunga bangkai sementara di hatinya masih tertanam bunga mawar yang semakin hari semakin mekar? Sungguh aku tidak pernah menyangka dia akan
mengatakan hal itu. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan dan membawa suasana menjadi lebih riuh.
“Oh iya, kamu dulu pernah dicakar kucing kan? hehehe sudahlah lupakan saja kucing itu” kataku mencairkan suasana
Sepertinya dia menganggap bahwa aku tidak paham apa yang dia katakan sebelumnya. Dia membalas candaanku dengan senyuman terpaksa yang sering diberikannya kepadaku, aku
kenal senyuman itu. Aku berusaha kuat dengan kenyataan ini, berharap dia bisa melupakan masa lalunya seiring menjalani hubungan denganku.
****
Aku sebelumnya tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun. Tentu saja, aku tidak mengerti soal cinta-cintaan. Aku bisa mengenal cinta hanya dengan dia, Clara Ayunda teman
sekolahku. Mungkin rasa itu muncul karena hari-hariku selalu bercanda tawa dengannya, mendapat perhatian darinya, yang itu semua tidak pernah aku dapat dari wanita lain, selain ibu
dan nenekku.
Awalnya aku tidak ingin menjalin hubungan spesial dengannya. Aku berpikir jika berpacaran dengannya kemudian nasib buruk hubungan kami putus, maka kami akan bermusuhan seumur
hidup. Aku hanya ingin berteman selamanya dengan Clara. Begitulah pemikiran sederhanaku saat itu.
Waktu terus berjalan, hubunganku dengannya selalu menunjukkan perkembangan. Intensitas komunikasi terus mengalami peningkatan. Aku lupa dengan pemikiran sederhanaku itu.
Sebaliknya, aku malah ingin hubungan ini lebih dari sekedar pertemanan. Mungkin aku sudah tidak bisa memendam perasaan ini.
“Jika ada sesosok makhluk yang diam-diam suka denganmu gimana?”
“Ya, syukurlah”
“Jika lebih dari suka?”
“Maksudnya?”
“Sayang, cinta, dan sejenisnya”
“Aku tidak akan peduli”
“Ih kejam banget jadi manus…..”
Belum selesai bicara, Clara langsung memotong perkataanku dan mengarahkan telunjuknya ke mulutku.
“Usstt usstt usstt!! Aku tidak akan peduli jika sesosok makhluk itu bukan Arkhan Anantha yang ada di depan mataku saat ini”
Mendengar hal itu aku terdiam dan menatap Clara. Dia menyebutkan nama lengkap ku. Aku sangat kaget dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah aku
mimpi? Untuk membuktikannya aku langsung mencubit pipi Clara.
“Aduhhh, apaan sih” ucap Clara kesakitan
“Oh ternyata bukan mimpi” kataku tetap dengan ekspresi bengong.
“Astaga Arkhan, aneh kamu ya”
“Eh kenapa?”
“Aturannya kamu cubit pipi kamu sendiri buat mastiin kalo kamu enggak mimpi,hadeuhhh..”
“kalau kamu bisa ngerasain sakit kenapa harus aku hehehe”
Seminggu setelahnya, aku memutuskan untuk mengatakan semua tentang perasaanku ke Clara. Sepertinya bisa tertebak, Clara menerima aku untuk menjadi kekasihnya. Sungguh hari
yang indah, orang yang sudah lama aku dambakan ternyata juga menyukaiku.
Aku dan Clara menjalani hubungan seperti layaknya orang pacaran pada umumnya. Jika aku salah aku minta maaf, jika dia salah aku juga yang minta maaf hehehe. Kami bertemu hanya
saat di sekolah, selain itu kami hanya bisa komunikasi via telepon ataupun chat WhatsApp.
Satu bulan dua bulan hubungan kami baik-baik saja. Akan tetapi saat menuju ke tiga bulan, aku merasa sifat aku makin berubah. Rasa takut kehilangan Clara makin tertanam di hati aku.
Karena rasa takut itu, aku sering melakukan hal-hal bodoh yang seharusnya tidak perlu aku lakukan. Aku selalu melarang Clara untuk dekat dengan pria lain. Rasa cemburuku juga
semakin membara. Bahkan terkadang aku mencurigai Clara sudah mendua. Aku tidak tahu kenapa, yang pastinya aku hanya takut kehilangan dia.
Semakin hari semakin terasa kalau Clara berusaha menjauhiku. Bukan tanpa sebab yang berarti, mungkin dia mulai tidak nyaman dengan sikapku terhadapnya. Aku berusaha
menanyakan pada dirinya, kenapa dia berubah seperti ini. Namun Clara hanya diam, tidak mau menjelaskan.
Tepat malamnya, aku berusaha menghubunginya via WhatsApp. Dia menjelaskan kepadaku kalau dia seperti ini karena masih teringat dengan masa lalunya. Aku tidak pernah tahu tentang
masa lalunya, dan aku tidak peduli dengan masa lalunya. Yang aku pikirkan saat itu adalah bagaimana cara mempertahankan hubungan ini. Aku selalu memotivasinya untuk tetap
bersamaku, meyakinkannya untuk bisa melupakan masa lalunya saat bersamaku. Tapi apa daya, semakin hari Clara mulai tidak meresponku.